Jakarta -
Perayaan Natal di Sekolah Minggu kerap membujuk anak-anak untuk bermain peran dalam pentas drama. Naskah-naskah drama yang dimainkan pun dipilih dengan kisah yang mengingatkan diri terhadap keagamaan pada Tuhan Kristus.
Sebagai referensi, berikut Bubun berikan kumpulan naskah drama Natal yang dapat dimainkan anak-anak Sekolah Minggu. Yuk, simak beragam naskah dengan kisah yang tak terlupakan di bawah ini, Bunda.
4 Contoh naskah drama natal singkat dan menarik tentang kehidupan sehari-hari
Berikut empat contoh naskah drama Natal singkat yang mengangkat tema kehidupan sehari-hari dengan kisah yang berkesan seperti dilansir beragam sumber:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Naskah drama Natal Sekolah Minggu 1
- Judul: Hadiah Terindah
- Jumlah pemain: 8-10 orang
Narasi: Di sebuah rumah mini yang sederhana, tinggallah Riko berbareng kedua orang tuanya. Seperti kebanyakan anak seusianya, Riko sangat menantikan Natal. Namun, bagi Riko, Natal identik dengan bingkisan besar, gemerlap lampu, dan pesta yang meriah.
Adegan 1: Ruang family rumah Riko
(Malam itu, Riko dan kedua orang tuanya duduk berbareng di ruang keluarga. Bocah mini itu menulis daftar keinginannya untuk Natal di meja. Ayah dan Bunda duduk di sofa, memperhatikannya dengan antusias.)
Riko (bersungut-sungut): Kenapa sih aku enggak boleh minta bingkisan robot yang baru? Teman-temanku saja punya bingkisan yang keren. Masa saya kudu dapat bingkisan kitab yang membosankan lagi!
Bunda Riko (dengan intonasi lembut): Riko, Natal bukan tentang apa yang kita dapatkan, tetapi tentang gimana kita bisa memberi dan bersyukur.
Ayah Riko: Benar, nak. Kamu tahu, bingkisan yang paling berbobot itu tidak selalu berbentuk barang. Terkadang, bingkisan terbaik adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.
(Mendengar ucapan kedua orang tuanya, Riko mengernyit tidak mengerti.)
Riko: Tapi teman-temanku bilang Natal itu waktunya dapat bingkisan besar. Makanya saya mau sekali Bunda dan Ayah membelikanku robot satu ini. (menyodorkan selembar iklan mainan)
(Lampu panggung meredup, narasi latar kembali terdengar)
Narasi: Riko belum mengerti makna Natal yang sesungguhnya. Namun, Natal tahun ini bakal memberinya pelajaran baru yang berharga.
Adegan 2: Gereja Sekolah Minggu
Narasi: Keesokan harinya, Riko datang menghadiri Sekolah Minggu. Dia dan teman-temannya berkumpul di aula gereja, mendengarkan Guru Sekolah Minggu memulai sesi cerita.
Guru Sekolah Minggu: Anak-anak, siapa di sini yang tahu kenapa kita merayakan Natal?
(Anak-anak ramai mengangkat tangan untuk menjawab, salah satunya Riko.)
Guru Sekolah Minggu: Ya, Riko. Silakan jawab.
Riko (bersemangat): Karena Yesus lahir, kan? Tapi juga lantaran ada banyak bingkisan Natal!
(Mendengar jawaban Riko, teman-teman yang datang tertawa mini menyetujui celetukan bocah tersebut. Di sisi lain, sang pembimbing terkekeh pelan.)
Guru Sekolah Minggu: Jawabanmu benar, Riko. Tapi tahu enggak? Hadiah Natal yang bagus bukan sekadar barang-barang yang kita impikan, melainkan kasih Tuhan kepada kita. Yesus datang sebagai bingkisan dari surga, untuk menyelamatkan kita.
Guru Sekolah Minggu: Natal adalah tentang bingkisan kasih. Kasih yang datang dari Tuhan yang diwujudkan dalam kelahiran Yesus. Hadiah ini lebih berbobot dari segala baran di bumi.
Narasi: Pesan yang disampaikan sang pembimbing perlahan meresap di hati Riko. Dia bertanya-tanya gimana kasih bisa menjadi 'hadiah'.
Adegan 3: Taman bermain dekat gereja
(Setelah kelas selesai, Riko memandang teman-temannya bermain dengan gembira. Sementara itu, di perspektif taman gereja, dia menyaksikan Dani yang duduk menyendiri sembari memainkan boneka mini usang.)
Riko (keheranan): Dani, kok Anda senang banget bermain dengan boneka itu? Memangnya enggak kepingin beli boneka baru yang lebih bagus?
Dani (tersenyum teduh): Boneka ini bingkisan dari Mama di Natal tahun lalu. Walau menurutmu dia tidak lagi terlihat bagus, Mamaku bilang boneka ini dia buat dengan cinta. Makanya saya sangat senang bermain dengannya.
Narasi: Sementara Riko melangkah pulang, pikirannya tak bisa berakhir memikirkan Dani. Temannya itu tidak punya banyak peralatan mewah, tetapi dia selalu tampak bahagia.
Boneka mini usang yang dimiliki Dani, walaupun sederhana, membawa kebahagiaan lantaran diselimuti kasih sayang ibunya. Dalam hati kecilnya, Riko mulai bertanya-tanya, apakah kebahagiaan sebenarnya terletak pada barang yang dia miliki, alias pada cinta yang menyertainya?
Adegan 4: Malam sebelum Natal di rumah Riko
(Riko duduk di lantai, membuka bingkisan dari orang tuanya. Kotak bingkisan tersebut berisikan syal rajutan tangan.)
Riko (sedikit kecewa): Hanya syal, Bun?
Bunda Riko (memeluk Riko): Bunda merajutnya sendiri, nak. Setiap helai benang itu adalah angan dan cinta kami untukmu.
(Riko terharu, tetapi tidak berbicara apa-apa.)
Ayah Riko: Nak, Natal itu bukan tentang bingkisan besar. Tuhan memberikan Yesus kepada kita sebagai tanda cinta-Nya. Kalau kita bisa saling mengasihi, itu adalah bingkisan terbesar yang kita miliki.
(Riko mulai tersenyum. Ia menyadari sungguh berharganya kasih keluarga.)
Adegan 5: Gereja pada hari Natal
(Ketika pagi Natal tiba, Riko dengan bangga berdiri berbareng teman-temannya di altar gereja menyampaikan pesan Natal.)
Riko (tersenyum): Teman-teman, tahun ini saya belajar sesuatu. Natal itu bukan tentang bingkisan besar, tetapi tentang kasih. Tuhan sudah memberikan bingkisan terbesar melalui kelahiran Yesus. Sekarang, saya mau membagikan kasih itu ke semua orang!
(Anak-anak berteriak-teriak riang. Mereka bersama-sama menyanyikan lagu Malam Kudus.)
Narasi: Dari sebuah syal sederhana, Riko mengerti bahwa bingkisan terbaik tidak selalu dibungkus dengan kertas indah, tetapi dengan cinta yang tulus. Dan di situlah Riko menemukan makna Natal yang sebenarnya, ialah saat kita menerima kasih Tuhan dan membagikannya kepada orang lain.
Naskah drama Natal Sekolah Minggu 2
- Judul: Natal di tengah Hujan
- Jumlah pemain: 5 orang
Narasi: Di desa mini di kaki bukit, seremoni Natal disambut dengan hujan yang tak henti-henti. Di dekatnya, terdapat sebuah rumah yang ditinggali family mini Bimo.
Keluarga Bimo bersiap untuk merayakan Natal dengan hati penuh sukacita, meski tanpa gemerlap dan mewahnya bingkisan Natal.
Adegan 1: Di rumah Bimo
(Bimo dan adiknya, Narin, sedang duduk di ruang tamu. Di luar, hujan deras mengguyur lingkungan desa rumahnya. Ibu mereka sedang menyiapkan makan malam di dapur.)
Bimo (menatap getir keluar jendela): Aduh, hujan lagi! Mana bisa kita pergi ke gereja jika begini? Padahal saya mau ikut bermain di drama Natal, Bun!
Narin: Iya, saya juga mau memandang pohon Natal yang besar itu, Hujan bikin Natal tahun ini tidak seru.
Bunda (menghampiri dengan dua gelas teh hangat): Jangan begitu, nak. Natal bukan soal pohon besar alias drama saja. Ingat ya, Natal dirayakan sebagai rasa syukur kita terhadap kasih Tuhan yang selalu ada, apalagi di rintik deras hujan ini.
Bimo (merengut): Tapi, Bun... jika kita di rumah saja, rasanya seperti bukan Natal.
Bunda (tersenyum teduh): Tuhan bekerja dalam segala keadaan, Bimo. Mungkin, hujan ini punya maksudnya sendiri.
Narasi: Hati Bimo dan Narin tetap berat menerima keadaan. Namun, tanpa mereka ketahui, malam ini menjadi momen kejutan yang lebih besar dari pohon Natal.
Adegan 2: Pertemuan dengan Bu Ratna
(Saat hujan mulai mereda, Bunda membujuk Bimo dan Narin berjamu ke rumah tetangga, Bu Ratna. Mereka datang untuk memberi sepiring kue Natal yang tetap hangat lenyap dipanggang.)
Bimo: Bun, kenapa kita ke rumah Bu Ratna? Kan hujannya tetap gerimis.
Bunda: Karena Natal adalah tentang berbagi kasih. Bu Ratna tinggal sendirian dan Bunda percaya beliau bakal senang kali kita mampir.
(Mereka mengetuk pintu rumah Bu Ratna. Seorang wanita tua membuka pintu, wajahnya terlihat lesu.)
Bu Ratna (terkejut): Oh, Bu Bimo! Ada apa malam-malam begini?
Bunda: Ini, Bu Ratna. Kami mau mengucapkan Selamat Natal dan kami juga membawa sedikit kue untuk dicicipi.
Bu Ratna (terharu): Wah... terima kasih banyak, ya. Saya pikir malam Natal ini bakal terasa sepi.
Narin: Tidak apa-apa, Bu Ratna. Natal 'kan tentang kebersamaan.
(Mereka masuk ke rumah dan duduk bersama. Bu Ratna menyambut family itu dengan cerita masa mudanya. Sementara itu, Bimo dan Narin mendengarkan dengan penuh antusias.)
Adegan 3: Kembali ke rumah
(Setelah menghabiskan waktu berbareng Bu Ratna, family Bimo melangkah pulang. Gerimis hujan mulai berakhir dan bintang-bintang mulai terlihat.)
Bimo: Bun, saya senang kita ke rumah Bu Ratna. Tadi dia bercerita tentang Natal pertamanya waktu kecil, dan saya merasa hangat di hati.
Bunda: Itu lantaran Anda berbagi kasih, Bimo. Tuhan mengajarkan kita untuk saling peduli, terutama kepada mereka yang merasa sendiri.
Narin: Berarti Natal tetap indah, meskipun tidak ada pohon besar alias hadiah?
Bunda: Tepat sekali, Narin. Kasih Tuhan adalah bingkisan terbesar yang pernah ada, dan kita dipanggil untuk membagikan itu kepada orang lain.
Narasi: Hujan di malam Natal itu membawa pelajaran yang bagus bagi family mini ini. Kasih tidak perlu dihiasi dengan gemerlap, lantaran kasih yang sejati selalu bisa menerangi hati siapa saja.
(Keluarga Bimo berkumpul di ruang tamu, mereka bermohon berbareng dengan penuh sukacita.)
Narasi: Natal adalah tentang kasih, pengorbanan, dan berbagi. Bahkan di tengah hujan, kasih Tuhan tetap bercahaya terang, memberikan sukacita kepada mereka yang mau membagikannya.
Naskah drama Natal Sekolah Minggu 3
- Judul: Kasih Tanpa Batas di Malam Natal
- Jumlah pemain: 6 orang
Narasi: Di sebuah gereja, anak-anak Sekolah Minggu sedang sibuk mempersiapkan seremoni Natal. Di antara mereka, ada seorang anak berjulukan Lana. Dia adalah sosok yang rajin, tetapi kurang percaya diri. Hal ini membikin dirinya kerap merasa tidak memberikan peran yang berfaedah dalam lingkungannya.
Adegan 1: Persiapan Natal di gereja
(Lana sedang duduk di perspektif gereja, memandangi teman-temannya yang sibuk menghias pohon Natal. Kevin mendekatinya.)
Kevin: Lana, kenapa duduk di sini saja? Ayo bantu kami pasang lampu-lampu.
Lana (menunduk): Aku takut tidak bisa membantu dengan baik. Aku hanya bakal mengganggu.
Kevin: Ah, Anda terlalu serius. Natal itu tentang kebersamaan, bukan tentang sempurna alias tidak.
(Bu Mala datang menghampiri dengan senyuman lembut.)
Bu Mala: Lana, apa yang membuatmu ragu untuk ikut membantu?
Lana: Aku tidak pandai seperti yang lain, Bu. Semua terlihat hebat, sementara aku... hanya biasa saja.
Bu Mala: Nak, kasih Tuhan itu tidak memandang kehebatan kita, tetapi ketulusan hati kita. Apa pun yang Anda lakukan dengan kasih bakal berfaedah besar.
Adegan 2: Pertemuan dengan Pak Santo
(Saat Lana melangkah ke laman gereja untuk mengambil hiasan tambahan, dia memandang Pak Santo sedang merapikan taman sendirian.)
Lana: Pak Santo, kenapa tidak ikut di dalam?
Pak Santo (tersenyum): Saya lebih senang membantu dari sini, Nak. Kalau laman gereja indah, itu juga bagian dari seremoni Natal, kan?
Lana: Tapi, apa Bapak tidak merasa kesepian?
Pak Santo: Tidak, Nak. Setiap kali saya bekerja, saya merasa Tuhan ada di dekat saya. Melayani itu selalu membawa sukacita.
(Lana mulai berpikir bahwa kasih bisa diwujudkan dalam banyak cara.)
Adegan 3: Pertemuan dengan Sarah
(Saat Lana kembali ke dalam gereja, dia memandang Sarah duduk sendirian sembari melipat kertas hiasan.)
Lana: Sarah, kenapa Anda sendirian di sini?
Sarah: Aku lebih suka di sini. Aku tidak terlalu pandai berbincang dengan orang lain.
Lana (tersenyum): Aku juga begitu. Tapi saya pikir, Natal ini kita kudu belajar untuk berbagi. Maukah kita bekerjasama?
Sarah (ragu): Apa saya bisa?
Lana: Tentu bisa. Aku juga belajar dari Pak Santo tadi, bahwa kasih itu tidak kudu besar, yang krusial tulus.
(Keduanya mulai bekerja bersama, membikin hiasan Natal dengan semangat baru.)
Adegan 4: Perayaan malam Natal
(Saat malam tiba, gereja terlihat bagus dengan hiasan sederhana. Semua anak berkumpul di depan altar. Lana tampil untuk menyampaikan kesannya tentang Natal.)
Lana (berbicara dengan penuh haru): Malam ini, saya belajar bahwa Natal bukan hanya tentang lampu dan pohon indah, tetapi tentang kasih yang kita bagikan. Dari Pak Santo, saya belajar bahwa melayani dengan tulus adalah bagian dari Natal. Dari Sarah, saya belajar bahwa kebersamaan membikin kita lebih kuat. Terima kasih, Tuhan, lantaran Engkau datang dalam setiap perihal mini yang kami lakukan.
(Semua jemaat bertepuk tangan dengan hangat. Bu Mala tersenyum bangga.)
Bu Mala: Lana, Anda telah memahami makna Natal yang sejati.
Adegan 5: Penutup di laman gereja
(Lana, Kevin, dan Sarah duduk di bawah pohon Natal di laman gereja.)
Kevin: Lana, malam ini Anda luar biasa. Lihat, semua orang tersentuh dengan kata-katamu.
Lana (tersenyum): Aku hanya berbincang dari hati, Kevin. Natal ini membuatku sadar bahwa kasih Tuhan datang melalui kita semua.
Sarah: Terima kasih, Lana, sudah membuatku merasa diterima.
Narasi: Malam Natal itu bukan hanya penuh dengan sukacita, tetapi juga menjadi pelajaran berbobot tentang kasih yang tulus. Kasih tanpa pemisah bukan tentang seberapa besar yang kita berikan, tetapi seberapa tulus kita melakukannya.
(Lana memandang bintang di langit malam dengan senyuman.)
Lana: Terima kasih, Tuhan, lantaran Engkau mengajarkan kami untuk berbagi kasih tanpa batas. Malam Natal ini bakal selalu menjadi kenangan indah.
Naskah drama Natal Sekolah Minggu 4
- Judul: Pohon Natal Mini yang Bermakna
- Jumlah pemain: 8-12 orang
Narasi: Mendekati Natal, Caca dan teman-teman Sekolah Minggu bersiap-siap untuk merayakan kebersamaan di gereja. Namun, ada satu perihal yang membikin mereka gelisah. Pohon Natal besar yang biasa menghiasi gereja tidak bisa didirikan tahun ini lantaran keterbatasan biaya.
Adegan 1: Kekhawatiran di ruang Sekolah Minggu
(Anak-anak sedang berkumpul di ruangan Sekolah Minggu, wajah mereka terlihat cemas. Caca duduk di sudut, menggambar sesuatu.)
Didi (mengeluh): Natal tahun ini pasti asing tanpa pohon Natal besar di tengah gereja.
Anak 1: Iya, gimana rasanya Natal tanpa pohon Natal?
Bu Sari (berusaha menenangkan): Anak-anak, Natal itu bukan tentang besar kecilnya pohon Natal, tetapi tentang kasih yang kita bagikan.
Caca (mengangkat tangan dengan ragu) : Bu, mungkin kita bisa membikin pohon Natal mini sendiri?
Didi (mengangkat alis): Pohon Natal kecil? Apa bedanya?
Caca (bersemangat): Kalau kita semua berkontribusi, pohon mini itu bisa punya makna besar.
(Bu Sari tersenyum dan mengangguk.)
Bu Sari: Ide yang menarik, Caca. Bagaimana jika kita coba?
Adegan 2: Pencarian bahan untuk pohon Natal mini
(Anak-anak berkumpul di laman gereja, mengumpulkan bahan-bahan sederhana seperti ranting, kertas warna, dan lampu kecil.)
Pak Herman: Ini ada ranting dari laman gereja. Mungkin bisa kalian pakai. (mendekat sembari membawa ranting-ranting)
Didi (menghela napas): Rasanya asing bikin pohon Natal dari ranting, tapi ya sudahlah.
Caca (tersenyum): Pohon Natal ini bakal spesial, lantaran dibuat dengan tangan dan hati kita sendiri.
(Mereka mulai bekerja bersama. Caca mengarahkan teman-temannya dengan antusias.)
Adegan 3: Keraguan di tengah proses
(Malam tiba, anak-anak tetap bekerja di aula gereja. Beberapa mulai merasa lelah.)
Anak 2: Apa ini bakal terlihat bagus? Rasanya terlalu sederhana.
Didi: Aku juga mulai ragu. Bagaimana jika orang-orang kecewa?
Caca (memandang teman-temannya dengan serius): Kita tidak perlu khawatir. Tuhan tidak memandang seberapa indahnya pohon ini, tapi gimana kita membuatnya dengan kasih.
(Bu Sari masuk membawa kue mini untuk menyemangati mereka.)
Bu Sari: Anak-anak, Tuhan selalu memakai hal-hal sederhana untuk membawa pesan besar. Teruslah bekerja dengan hati penuh sukacita.
Adegan 4: Perayaan malam Natal
(Hari seremoni tiba. Pohon Natal mini berdiri di tengah gereja, dihiasi ornamen sederhana tetapi indah. Jemaat mulai berdatangan, dan anak-anak Sekolah Minggu menampilkan drama mini tentang kasih Natal.)
Caca (berdiri di depan jemaat): Malam ini, kami tidak membawa pohon Natal besar, tetapi pohon Natal mini ini adalah simbol kasih kami.
Didi: Setiap ranting, hiasan, dan lampu di sini adalah hasil kerja keras dan kebersamaan kami.
(Jemaat bertepuk tangan. Pak Herman terlihat mengusap mata yang berkaca-kaca.)
Pak Herman (berbisik kepada Bu Sari): Luar biasa, Bu. Anak-anak ini mengingatkan kita bahwa kasih Tuhan memang tak perlu megah untuk dirasakan.
Adegan 5: Akhir seremoni Natal di laman Gereja
(Anak-anak berkumpul di laman gereja setelah kegiatan selesai. Mereka memandangi pohon Natal mini yang sekarang diterangi lampu-lampu kecil.)
Didi (tersenyum): Aku akui, Caca, idemu luar biasa. Pohon ini memang kecil, tapi terasa begitu besar di hati.
Caca (tersipu): Ini bukan hanya idenya, tapi kasih dari kita semua.
Bu Sari: (menggenggam tangan Caca dan Didi) Tuhan bekerja melalui kalian malam ini. Pohon ini adalah bukti bahwa kasih Tuhan datang dalam setiap perihal mini yang kita lakukan.
(Anak-anak berdiri melingkar dan menggumamkan lagu Natal. Mereka juga memandang pohon Natal mini tersebut takjub.)
Narasi: Di malam Natal itu, sebuah pohon Natal mini menjadi simbol besar tentang kasih Tuhan. Kasih tidak diukur dari besarnya pemberian, tetapi dari ketulusan hati yang memberinya.
3 Contoh naskah drama natal sekolah minggu beragam tema dari kocak hingga tentang kasih
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/PRImageFactory
Inilah tiga naskah drama Natal untuk anak-anak pentaskan di Sekolah Minggu, alurnya penuh kisah kocak yang mengharukan:
Naskah drama Natal 1
- Judul: Hadiah Misterius dari Dapur
- Jumlah pemain: 6 orang
Narasi: Ruang tamu rumah Fiony sekarang terlihat begitu meriah. Pohon Natal besar berkilau bagus dengan ornamen lampu warna-warni dan tumpukan bingkisan di bawahnya. Fiony beserta dua sepupunya, Alan dan Rere duduk berbareng di lantai menatap kagum hadiah-hadiah tersebut.
Fiony (mengamati bingkisan dengan penuh rasa penasaran):
Wah, sudah nyaris tengah malam, ya! Enggak sabar buka hadiah! Pasti ada bingkisan boneka besar alias mainan yang saya impikan!
Alan (duduk santuy sembari melamun): Aduh, saya agak ngantuk nih... Hadiah sih penting, tapi tidur lebih penting.
Rere (tersenyum penuh semangat): Pokoknya saya mau lihat kalian semua kaget pas buka hadiah! Aku percaya ada bingkisan yang super unik!
Fiony (tertawa): Unik? Apa tuh, Re? Hadiah yang bisa bicara?
Rere (dengan percaya diri): Bisa aja, kan? Siapa tahu ada bingkisan robot yang bisa bantu kita bersih-bersih rumah!
Alan (setengah bercanda): Atau ada bingkisan kucing yang bisa nyanyi lagu Natal!
(Tiba-tiba, Bunda Fiony masuk dengan membawa nampan penuh kue Natal dan cokelat panas.)
Bunda Fiony (tersenyum lebar): Anak-anak, ini kue Natal yang baru dipanggang! Nikmati, ya, sembari nunggu waktu buka hadiah!
Fiony (langsung mengambil kue): Terima kasih, Bun! Kue Natalnya pasti lezat banget!
Rere (sambil mencicipi kue): Enak banget! Tapi, Tante, hadiah-hadiah di bawah pohon itu kapan dibuka?
Bunda Fiony (tertawa): Sabarlah, anak-anak. Semua hadiahnya bakal dibuka bersama, kok.
(Pada saat itu, Kak Dira masuk ke ruang tamu, memegang satu kotak besar yang dibungkus dengan kertas Natal yang sangat berwarna-warni.)
Kak Dira (mengangkat kotak dengan ceria): Adik-adik, saya bawa bingkisan spesial buat kalian! Tapi... tunggu dulu! Hadiah ini baru bakal dibuka setelah kalian menyelesaikan tantangan.
Fiony (penasaran): Tantangan? Tantangan apa, Kak?
Kak Dira: Tantangannya adalah... kalian kudu mencari bahan-bahan yang ada di dapur untuk membikin kue Natal! Tapi hati-hati, lantaran bahan-bahan itu tersembunyi di tempat yang nggak terduga!
Rere (bersemangat): Yesss! Aku suka tantangan! Ini pasti seru!
Alan (merasa bingung): Aduh, saya enggak tahu apa yang kudu dicari... tapi yaudah deh, coba aja.
Fiony : Jadi kita kudu cari bahan-bahan di dapur? Kayaknya seru, nih!
Narasi :Anak-anak mulai berlarian ke dapur untuk mencari bahan-bahan yang diperlukan untuk membikin kue Natal. Mereka kudu mencari bahan yang disembunyikan dengan langkah yang lucu.
Fiony membuka lemari dan menemukan selai kacang, Alan menemukan telur di tempat yang aneh, di dalam toples besar, dan Rere menemukan tepung yang disembunyikan di dalam kotak sepatu.
Rere (tertawa keras): Hahaha! Tepung di dalam kotak sepatu! Ini baru tantangan Natal yang seru!
Fiony (mencari-cari dengan serius): Aha! Ini dia, susu! Aku sudah dapet satu bahan penting
Alan (bingung, akhirnya menemukan gula di dalam bakul sampah yang sudah dicuci): Uh... kenapa gula disembunyikan di sini, ya? Tapi nggak masalah, yang krusial bisa buat kue!
Setelah beberapa menit, mereka sukses mengumpulkan semua bahan yang diperlukan dan kembali ke ruang tamu. Kak Dira tersenyum puas.
Kak Dira (dengan senyum bijak): Bagus! Kalian sukses menemukan semua bahan! Sekarang, waktunya membuka hadiah!
Fiony (dengan penuh semangat): "Hore! Ayo buka hadiah, Kak!"
(Kak Dira membuka bingkisan besar dari dapur yang dia bawa, dan rupanya isinya adalah alat-alat untuk membikin kue adukan siap pakai, cetakan kue Natal, dan pelapis cokelat.)
Alan (terkejut): Hadiah ini... rupanya perangkat buat bikin kue? Jadi kita bisa langsung coba hasil tantangan kita!
Rere (tertawa keras): Hahaha! Kita dapat bingkisan kue, dong! Kue Natal yang bisa kita buat sendiri!
Fiony (dengan mata berbinar): Wah, rupanya bingkisan Natal kita bukan hanya barang, tapi juga pengalaman seru membikin kue bersama! Ini lebih menyenangkan daripada bingkisan apa pun!
(Bunda dan Ayah Fiony masuk ke ruang tamu dengan membawa minuman hangat.)
Ayah Fiony (bercanda): Anak-anak, semangat ya buat kue Natalnya! Tapi jika kue kalian gagal, kalian tetap bisa makan kue yang ada di meja!
Bunda Fiony (tersenyum): Yang penting, Natal kali ini bukan hanya soal hadiah, tapi tentang kebersamaan dan berbagi keceriaan berbareng teman-teman dan keluarga.
Rere (bersemangat): Benar! Ini Natal paling seru, lantaran kita bisa bikin kue bersama!
Fiony (senang): Selamat Natal! Semoga Natal kita penuh dengan kebahagiaan dan kue yang enak!
Alan (tersenyum malu): Dan semoga kue kita nggak gosong, ya!
(Semua tertawa berbareng sembari memulai membikin kue Natal, diiringi dengan kebahagiaan dan suasana hangat.)
Naskah drama Natal 2
- Judul: Surat untuk Yesus
- Jumlah pemain: 5-8 orang
Narasi: Ruang kelas terlihat cerah dengan hiasan Natal di mana-mana. Dani, Mila, dan Raka sedang duduk di meja mereka.
Di depan kelas, terdapat tulisan di papan tulis ialah "Tugas Natal: Tulis Surat untuk Yesus". Sementara itu, Bu Lisa sedang menyiapkan sesuatu di meja guru.
Dani (mengeluh): Aduh, nulis surat buat Yesus? Gimana caranya? Aku apalagi nggak tahu alamat rumah-Nya!
Raka (tertawa kecil): Alamat-Nya jelas: Surga. Tapi ongkos kirimnya pasti mahal, hahaha!
Mila (memandang keduanya dengan tajam): Kalian ini berbual terus! Ini tugas serius, lho. Kita kudu nulis surat dengan isi yang bermakna!
Dani (menggaruk kepala): Ya, tapi saya bingung mau tulis apa. Kalau surat cinta, sih, gampang. Tapi ini surat buat Yesus!
(Bu Lisa berdiri di depan kelas dan memulai penjelasan.)
Bu Lisa (tersenyum lembut): Anak-anak, surat ini bukan tentang menulis yang sempurna. Ini tentang apa yang ada di hati kalian. Coba pikirkan, jika Yesus membaca suratmu, apa yang mau kalian sampaikan?
Mila (mengangkat tangan): Saya mau bilang terima kasih lantaran sudah datang ke bumi dan menyelamatkan kita!
Dani (mengangkat tangan, tapi sembari bercanda): Saya mau berterima kasih jika Tuhan Yesus mau membantuku mengerjakan PR Matematika yang sulit, Bu.
Raka (tertawa terbahak-bahak): Dani, jika Tuhan Yesus baca suratmu, mungkin Dia malah kasih soal tambahan buatmu!
Bu Lisa (tertawa kecil): Dani, mungkin lebih baik Anda tulis sesuatu yang betul-betul krusial bagimu. Ingat, Yesus selalu mendengarkan angan dan isi hati kita.
(Dani, Mila, dan Raka mulai menulis surat mereka. Dani terlihat kesulitan, sementara Mila menulis dengan cepat. Raka hanya duduk sembari menggambar sesuatu di perspektif suratnya.)
Dani (bergumam sendiri): Hmmm... 'Dear Yesus, tolong kasih saya sepatu baru'... Eh, kok jadi kayak wishlist ke Santa, ya?
Raka (melirik Dani): Dani, jika Anda hanya minta sepatu, Yesus mungkin kirim sandal jepit buat latihan berterima kasih dulu.
Dani (menyengir): Ya ampun, Raka. Kalau kamu? Apa yang Anda tulis?
Raka (santai): Aku nulis, 'Terima kasih, Yesus, lantaran family saya selalu sehat. Tapi jika bisa, tambahin ayam goreng lebih banyak di meja makan.'
Mila (menghela napas panjang): Kalian ini, kok enggak serius sih? Surat ini kan spesial!
(Tak lama kemudian, ketiganya selesai menuliskan surat untuk Yesus. Bu Lisa pun mulai membaca beberapa surat anak-anak di depan kelas. Saat tiba giliran Dani, semua sudah menahan tawa.)
Bu Lisa (membaca surat Dani): Dear Yesus, terima kasih sudah datang ke dunia. Aku mau bertanya, kenapa PR matematika susah banget? Dan tolong kasih saya sepatu baru juga ya, ukurannya 38.' Dani, ini surat alias pesanan, ya?
Dani (tersenyum malu): Tapi itu dari hati, Bu!
Raka: Hati yang kepengen sepatu, hahaha!
(Bu Lisa menggelengkan kepalanya tidak percaya. Lalu giliran Mila, Bu Lisa membacakan suratnya.)
Bu Lisa: 'Dear Yesus, terima kasih sudah memberikan kami kasih dan pengorbanan-Mu. Aku mau belajar lebih baik lagi untuk menjadi anak yang giat dan selalu mengasihi orang lain.' Wah, bagus sekali, Mila.
Dani (berbisik ke Raka): Mila sepertinya mau jadi siswa teladan sepanjang masa.
(Saat giliran Raka, suratnya malah penuh gambar ayam goreng dan es krim.)
Bu Lisa (tercengang): Raka, ini surat alias menu makan siang?
Raka (tersenyum lebar): Keduanya, Bu. Soalnya saya mau Tuhan Yesus tahu saya berterima kasih atas rezeki makanan yang dilimpahkan-Nya. Tapi jika bisa, ya... tambah lagi, gitu.
(Semua anak-anak tertawa lagi.)
Bu Lisa (tersenyum): Anak-anak, terima kasih untuk surat-surat kalian. Yesus pasti senang memandang hati kalian yang penuh rasa syukur dan kemauan untuk berbagi kasih.
Bu Lisa: Surat-surat ini bakal menjadi digantung di pohon Natal kita di gereja. Yang terpenting adalah isi hati kalian yang tulus, lantaran Yesus selalu mendengar angan kalian."
(Anak-anak mengangguk penuh semangat.)
Semua Anak-anak (bersama-sama): Selamat Natal! Terima kasih, Yesus, untuk kasih-Mu yang besar!
Naskah drama Natal 3
- Judul: Tuhan Tidak Tidur
- Jumlah pemain: 4 orang
Narasi: Di ruang keluarga, Daniel sedang duduk di karpet dengan ekspresi serius. Sementara, sang kakak, Marsha sedang membaca kitab di sofa. Pohon Natal mini di pojok ruangan menyala dengan lampu berwarna-warni.
Daniel (bergumam): Kira-kira Tuhan itu tidur enggak, ya?
Marsha (mendongak dari bukunya): Apa sih, Niel? Tuhan tidak tidur, lah. Masa Tuhan tidur? Siapa yang jagain kita jika begitu?
Daniel (mengangguk-angguk sembari berpikir): Iya, sih. Tapi jika Tuhan tidak tidur, kapan Dia istirahat? Enggak capek, apa?
Marsha (menghela napas): Sudah, jangan tanya yang aneh-aneh. Fokus aja bantuin Mama beresin rumah buat Natal besok.
Daniel (tersenyum licik): Kalau Tuhan enggak tidur, berfaedah Dia tahu saya lupa beresin kamarku kemarin?
Marsha (menutup bukunya, menatap tajam): Bukan hanya tahu, Niel. Dia pasti juga tahu Anda ngumpetin keripik di bawah bantal!
Daniel (melongo): Lho, kok Anda tahu?!
Marsha (tersenyum menang): Karena saya yang makan keripiknya, hahaha!
(Mama masuk ke ruang family sembari membawa kotak hiasan Natal.)
Mama: Anak-anak, mari bantu Mama pasang hiasan di pohon Natal. Marsha, ambilkan pita di meja. Daniel, Anda gantungkan loncengnya.
Daniel (mengambil lonceng): Ma, saya tadi tanya sama Kak Marsha. Tuhan itu tidur enggak, sih?
Mama (tersenyum lembut): Tidak, sayang. Tuhan selalu berjaga. Dia menjaga kita siang dan malam.
Daniel (mengangguk): Kalau begitu, Tuhan pasti tahu saya sering makan cokelat diam-diam, ya?
Marsha (menyela): Pasti tahu, Niel. Makanya gigi Anda ompong, tuh!
Mama (tertawa kecil): Tuhan tahu segalanya, tapi Dia juga pengasih. Kalau kita melakukan salah, Dia bakal mengampuni jika kita minta maaf dan berubah.
(Daniel merenung sejenak lampau mengambil kotak cokelat dari belakang sofa dan menyerahkannya ke Mama.)
Daniel: Ma, ini cokelat terakhir yang saya sembunyikan. Aku janji enggak makan diam-diam lagi.
Mama (tersenyum): Bagus, Daniel. Itulah Natal, mengingatkan kita untuk jadi lebih baik.
(Tiba-tiba, terdengar bunyi ketukan pintu.)
Kak Hani (dari luar): Halo, ada orang di rumah?
Daniel (berbisik ke Marsha): Waduh, Kak Hani lagi, nih. Pasti mau pinjam gula.
Marsha: Atau mau pinjam sendok. Minggu lampau dia pinjam sendok garpu, belum balikin!
Mama membuka pintu dan Kak Hani masuk dengan wajah cemas, membawa bungkusan bingkisan kecil.
Kak Hani, Bu, maaf ganggu. Ini saya mau tanya sesuatu. Anak-anak, Tuhan itu betul-betul enggak tidur, ya?
Daniel (dengan yakin): Iya, Kak. Tuhan enggak pernah tidur. Kenapa tanya begitu?
Kak Hani (berbisik pelan): Soalnya tadi malam saya jatuh waktu masang lampu Natal di pohon, terus saya ngomel-ngomel. Kalau Tuhan dengar, apa Dia marah?
Mama (tersenyum): Hani, Tuhan tidak marah. Tapi Dia pasti mau kita lebih sabar. Natal ini waktu yang tepat untuk mengingat kasih Tuhan.
Kak Hani (mengangguk-angguk): Betul juga. Jadi jika begitu, Tuhan juga tahu saya lupa balikin sendok garpu, ya?
Marsha (tertawa kecil): Betul, Kak. Mungkin Tuhan juga tahu sendoknya dipakai buat makan mie instan, ya?
(Semua tertawa.)
Kak Hani: Wah, maaf ya. Kalau gitu saya bantu pasangkan hiasan pohon Natalnya, boleh? Hitung-hitung sebagai permintaan maaf saya.
(Mereka pun bersama-sama memasang hiasan pohon Natal di ruang family rumah Daniel.)
Daniel: Kak Hani, terima kasih ya sudah membantu. Sekarang, saya jadi percaya jika Tuhan enggak pernah tidur, karena Dia selalu siap membantu kita kapan saja. Contohnya dengan kehadiran Kak Hani saat ini.
Marsha: Dan Dia juga selalu mengingatkan kita untuk melakukan baik, seperti balikin sendok garpu.
Kak Hani (tertawa): Baiklah, baiklah. Besok saya balikin semuanya. Saya juga mau minta maaf jika selama ini suka ngerepotin.
Mama: Hani, Natal adalah waktu untuk berbagi. Jangan sungkan jika butuh bantuan.
(Tiba-tiba, Daniel mengangkat tangan dengan semangat.)
Daniel: Aku punya ide! Gimana jika kita kasih bingkisan untuk Tuhan?
Marsha (heran): Kado untuk Tuhan? Gimana caranya?
Daniel: Kita lakukan hal-hal baik untuk orang lain, itu pasti bikin Tuhan senang!
(Semua tersenyum setuju. Mereka menyusun rencana untuk berbagi dengan tetangga yang membutuhkan.)
Mama: Anak-anak, ingatlah bahwa Tuhan tidak tidur. Dia selalu menjaga kita, dan melalui kita, Dia bisa menunjukkan kasih-Nya kepada orang lain.
(Lampu Natal di ruang family berkilau cerah. Semua duduk bersama, berbagi cerita dan tawa.)
Semua (bersama-sama): Selamat Natal! Tuhan tidak tidur, Dia selalu mengasihi kita!
3 Contoh naskah drama natal yang mengharukan dan bisa membikin penonton menangis
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Buntiam
Berikut contoh naskah drama seremoni Natal di Sekolah Minggu yang cocok dibawakan anak-anak. Ceritanya bikin penonton terharu hingga menangis, Bun.
Naskah drama Natal anak Sekolah Minggu 1
- Judul: Bintang yang Tak Pernah Hilang
- Jumlah pemain: 6-12 orang
Narasi: Di bilik rumah sakit, Thea sedang duduk di ranjangnya dengan piyama bergambar bintang. Di tangannya, dia memegang boneka kecil. Mama duduk di sebelahnya, membacakan kitab cerita tentang kelahiran Yesus.
Mama (membaca): Lalu malaikat berbicara kepada para gembala, ‘Jangan takut, lantaran saya membawa berita baik. Hari ini telah lahir Juruselamat di kota Daud.’
Thea (tersenyum): Jadi bintang itu yang menunjukkan jalan ke tempat Yesus lahir, ya, Ma?
Mama (mengangguk, menutup buku): Iya, sayang. Bintang itu menjadi tanda kasih Tuhan untuk semua orang.
Thea (melihat ke luar jendela): Tapi kenapa di sini saya nggak pernah lihat bintang, Ma? Langitnya selalu gelap.
(Mama terdiam, mencoba menyembunyikan air matanya.)
(Tak lama berselang, Papa masuk ke bilik membawa sebungkus makanan dan mencoba tersenyum.)
Papa: Thea, lihat, Papa bawa sup ayam favoritmu!
Thea (tersenyum lemah): Makasih, Pa. Tapi saya nggak terlalu lapar.
(Papa meletakkan bungkusan di meja, lampau duduk di sebelah Thea.)
Papa (berusaha ceria): Nanti malam kita pasang hiasan baru di pohon Natal, ya? Supaya lebih meriah!
Thea (tersenyum tipis): Boleh, Pa. Tapi pohon Natalnya mini banget. Apa Yesus bisa lihat dari Surga?
Papa (tertawa kecil, mencoba menahan sedih): Tentu bisa, Thea. Yesus selalu memandang hati kita, bukan ukuran pohonnya.
(Beberapa saat kemudian, Suster Eva masuk membawa setangkai kembang kecil.)
Suster Eva: Thea, ini ada kembang dari temanmu, Lala. Katanya dia mau Anda sigap sembuh.
Thea: Makasih, Suster. Lala di mana? Aku mau ketemu dia.
Suster Eva (tersenyum): Nanti jika Lala sudah selesai terapi, dia pasti mampir ke sini.
(Di malam hari, Thea terbangun lantaran mendengar bunyi lirih dari bilik sebelah. Mama dan Papa tertidur di bangku dekat ranjang.)
Thea (berbisik): Apa itu Lala?
(Thea turun dari ranjang perlahan, membuka pintu, dan melangkah ke bilik sebelah. Di sana, dia memandang Lala sedang duduk di ranjangnya, menatap pohon Natal mini tanpa lampu.)
Thea: Lala, kenapa Anda belum tidur?
Lala (tersenyum lemah): Aku nggak bisa tidur, Thea. Aku kangen rumah dan saya mau lihat bintang lagi.
Thea (duduk di samping Lala): Kita tidak perlu lihat bintang di langit, Lala. Bintang itu ada di hati kita. Kata Mama, Yesus lahir agar kita tahu bahwa Tuhan selalu menjaga kita.
Lala: Tapi jika saya nggak pernah sembuh, apa Tuhan tetap sayang sama aku?
Thea (menggenggam tangan Lala): Tentu saja, Lala. Tuhan sayang sama kita, meskipun kita sakit. Bintang itu tidak pernah hilang, kita hanya kudu percaya.
(Keesokan paginya, Suster Eva dan Dokter Andi menghias bilik Thea dan Lala dengan lampu Natal kecil. Thea dan Lala duduk berbareng di ranjang Thea sembari tersenyum memandang dekorasi.)
Suster Eva: Sekarang pohon Natalnya lebih bersinar, kan, Thea?
Thea: Iya, Suster. Ini pasti bisa dilihat Yesus dari Surga.
Dokter Andi: Kalian tahu? Natal bukan hanya tentang pohon alias bintang di langit, tapi tentang kasih dan harapan. Itu yang membikin bintang di hati kita tetap bersinar.
Lala (tersenyum kecil): Jadi, meskipun kita di rumah sakit, kita tetap punya Natal, ya?
Thea (mengangguk): Betul, Lala. Tuhan tidak bakal meninggalkan kita.
(Malam Natal tiba. Thea, Lala, Mama, Papa, dan beberapa pasien lainnya berkumpul di aula mini rumah sakit. Mereka menyalakan lilin sembari menyanyikan lagu Malam Kudus.)
Narasi: Di tengah rasa sakit dan kerinduan, Thea dan Lala menemukan bintang di hati mereka. Natal mengajarkan bahwa angan dan kasih Tuhan tidak pernah hilang, apalagi di tempat yang paling gelap sekalipun.
(Saat lagu selesai, Thea memandang ke langit melalui jendela. Sebuah bintang mini bercahaya terang di langit malam.)
Thea (berbisik): Lihat, Ma, Tuhan tahu. Bintangnya tidak pernah hilang.
Mama (tersenyum sembari memeluk Thea): Iya, sayang. Bintang itu selalu ada, seperti kasih Tuhan untuk kita.
(Lampu-lampu mini di aula berkilau, melambangkan angan yang tak pernah padam.)
Naskah drama Natal anak Sekolah Minggu 2
- Judul: Sepatu untuk Si Kumal
- Jumlah pemain: 7-15 orang
Narasi: Di sebuah kelas, anak-anak sedang sibuk menghias ruangan untuk seremoni Natal di sekolah. Sean membantu memasang lampu Natal, sementara Vito duduk di pojok ruangan, memperbaiki tali sepatunya yang putus.
Bu Winda (berdiri di depan kelas): Anak-anak, jangan lupa! Besok kita bakal mengadakan pagelaran Natal. Pastikan kalian membawa yang terbaik untuk berbagi dengan teman-teman, ya!
Sean (berseru): Bu, boleh tidak kita juga bawa sesuatu untuk kawan yang membutuhkan?
Bu Winda (tersenyum): Itu buahpikiran bagus, Sean. Natal adalah waktu untuk berbagi.”
(Semua anak mengangguk, selain Vito yang tetap tak bersuara di tempatnya.)
(Setelah kelas selesai, Sean menghampiri Vito yang sedang bersiap untuk pulang. Sepatu Vito terlihat robek, dan kaus kakinya berlubang.)
Sean: Vito, kenapa enggak ikut bantu menghias tadi?
Vito (tersenyum kecil): Enggak apa-apa, saya tidak mau merusak hiasan kalian.
Sean: Kamu enggak merusak apa-apa, kok. Kamu bagian dari kelas ini juga!
Vito (menunduk): Kadang saya merasa tidak pantas, Sean. Lihat sepatuku, sudah kayak mau minta pensiun.
(Sean terdiam, matanya memandang sepatu Vito yang sudah terlalu mini untuk kakinya.)
(Di rumah, Sean menceritakan apa yang terjadi kepada ibunya.)
Sean: Bu, saya iba sama Vito. Dia selalu pakai sepatu yang jelek, dan teman-teman sering mengejeknya. Aku mau kasih dia sesuatu untuk Natal.
Ibu Sean (tersenyum lembut): Itu buahpikiran yang indah, nak. Tapi apa yang mau Anda berikan?
Sean (berpikir): Sepatu baru! Tapi duit tabunganku nggak cukup.
Ibu Sean: Bagaimana jika kita tambahkan sedikit dari Ibu? Ini untuk kebaikan, dan saya bangga Anda mau berbagi.
Sean (tersenyum lebar): Makasih, Bu! Vito pasti suka!
(Keesokan harinya, di kelas, anak-anak berkumpul untuk seremoni Natal. Vito duduk di belakang, memperhatikan teman-temannya membuka bingkisan yang mereka bawa.)
Bu Winda: Baiklah, sekarang giliran Sean. Apa yang Anda bawa untuk berbagi?
(Sean maju ke depan dengan sebuah kotak yang dibungkus kertas merah. Ia menatap Vito dan tersenyum.)
Sean: Kado ini untuk Vito.
Vito (terkejut): Untuk... aku?
(Sean mengangguk dan menyerahkan kotak itu. Vito membuka bingkisan itu perlahan. Di dalamnya, ada sepasang sepatu baru yang sederhana namun bersih.)
Vito (dengan mata berkaca-kaca): Sean, ini... ini untuk aku? Kenapa?
Sean: Karena Anda temanku. Natal adalah waktu untuk berbagi, dan saya mau Anda merasa bahagia.
(Suasana kelas hening. Beberapa anak mulai merasa tersentuh.)
Bu Winda: Itulah makna Natal yang sesungguhnya, anak-anak. Berbagi dengan tulus tanpa mengharapkan balasan.
(Vito berdiri dan memeluk Sean dengan mata yang penuh air mata.)
Vito: Terima kasih, Sean. Aku tidak tahu kudu bilang apa...
Sean: Kamu tidak perlu bilang apa-apa, Vito. Kita teman, kan?
(Anak-anak di kelas mulai bersorak, beberapa apalagi bertepuk tangan. Pohon Natal mini di perspektif kelas terlihat lebih bersinar.)
Narasi: Di tengah keceriaan Natal, Sean mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati datang dari berbagi dengan orang lain. Sepatu baru itu mungkin kecil, tapi bagi Vito, itu adalah bintang terang yang menyinari harinya.
(Lampu-lampu Natal di kelas perlahan meredup, mengakhiri seremoni dengan suasana penuh haru dan kehangatan.)
Naskah drama Natal anak Sekolah Minggu 3
- Judul: Kado Natal untuk Ayah
- Jumlah pemain: 5 orang
Narasi: Dion dan ibunya sedang memanen sayuran di kebun mini mereka. Ayah Dion duduk di bangku kayu di bawah pohon, terlihat lemah. Di kejauhan, bunyi burung dan angin terdengar lembut.
Ibu: Dion, hati-hati cabut wortelnya, jangan sampai akarnya patah.
Dion (mengusap keringat): Iya, Bu. Kalau panennya banyak, saya bisa beli sesuatu untuk Ayah di Natal nanti.
Ibu (tersenyum tipis): Ayahmu tidak butuh apa-apa selain kita tetap bersama.
Dion: Tapi Ayah sudah bekerja keras untuk kita. Aku mau kasih dia hadiah, Bu.
(Ibu terdiam, lampau mengelus kepala Dion dengan penuh kasih.)
(Keesokan harinya, Dion pergi ke kebun lebih pagi dari biasanya. Ia membawa sebuah keranjang mini dan menggali tanah dengan penuh semangat. Gilang, temannya, datang mendekat.)
Gilang: Dion, Anda ada apa datang ke kebun pagi-pagi begini?
Dion: Aku mau kumpulin hasil panen yang terbaik. Aku mau jual di pasar biar bisa beli bingkisan untuk Ayah.
Gilang (mengangkat alis): Kado apa? Kan Ayahmu jarang keluar rumah.
Dion: Aku mau beliin topi jerami baru. Topi Ayah udah sobek-sobek. Kalau Ayah sembuh nanti, dia bisa pakai pas kerja di kebun lagi.
(Gilang tersenyum dan mulai membantu Dion memanen.)
Gilang: Kalau gitu, saya bantu. Biar sigap terkumpul.
(Di pasar, Dion menjual hasil panennya dengan semangat. Pak Andi, tetangganya, memperhatikan dari jauh.)
Pak Andi: Dion, Anda ini giat sekali. Untuk apa hasil panenmu ini?
Dion: Untuk beli bingkisan Natal, Pak. Untuk Ayah.
Pak Andi (tersenyum): Kamu anak yang baik. Kalau Anda butuh bantuan, bilang sama Pak Andi, ya.
(Pada malam Natal, Dion kembali ke kebun membawa sebuah kotak kecil. Ia menyembunyikan kotak itu di dekat gubuk.)
Dion: Besok pagi, saya bakal kasih ini ke Ayah. Dia pasti suka.
(Namun malam itu, hujan deras turun. Dion berlari ke kebun untuk memeriksa bingkisan yang dia sembunyikan.)
Ibu (berteriak dari dalam rumah): Dion, mau ke mana? Hujan deras begini!
Dion (berteriak balik): Kadonya, Bu! Aku kudu ambil kadonya!
(Dion basah kuyup saat menemukan kotaknya yang mulai basah. Ia memeluk kotak itu erat-erat.)
(Keesokan paginya, cuaca cerah. Dion membawa kotak itu ke Ayah yang sedang duduk di bangku kayu.)
Dion: Ayah, ini untuk Ayah. Selamat Natal!
(Ayah membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya ada topi jerami baru dengan pita mini berwarna merah.)
Ayah (terharu, suaranya bergetar): Dion... Anda rela hujan-hujanan untuk ini?
Dion: Ayah selalu bekerja keras untuk kami. Aku mau Ayah punya sesuatu yang baru. Supaya Ayah tahu jika kami sayang sama Ayah.
(Air mata Ayah jatuh, dan dia memeluk Dion erat-erat.)
Ayah: Kado ini lebih dari cukup, Dion. Tapi tahu tidak? Kado terindah buat Ayah adalah Anda dan Ibumu yang selalu ada di sini.
(Di kebun, family mini itu berkumpul di bawah pohon Natal sederhana yang terbuat dari ranting dan dihiasi kertas warna-warni. Pak Andi datang membawa kue kecil, dan Gilang ikut bergabung.)
Narasi: Di kebun sederhana itu, Natal menjadi istimewa. Bukan lantaran hiasan alias bingkisan mewah, tetapi lantaran kasih yang tulus dan pengorbanan yang penuh cinta. Dion mengajarkan bahwa bingkisan terbaik adalah hati yang penuh kasih.
Itulah kumpulan inspirasi naskah drama natal anak di Sekolah Minggu yang bertemakan imajinatif dan berkesan. Semoga ide-ide naskah ini dapat menjadi persembahan spesial di Natal 2024 esok, ya. Selamat merayakan Natal.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)