11 Faktor Penentu Kesuksesan Anak Menurut Pakar, Bukan Iq Tinggi Bun!

Dec 08, 2024 06:30 AM - 1 bulan yang lalu 59405

Jakarta -

Kebanyakan orang tua mau anak-anak mereka terhindar dari masalah, berprestasi di sekolah, dan menjalani kehidupan yang sukses saat dewasa. Namun, sebenarnya aspek penentu kesuksesan anak bukan melulu soal akademik.

Dikutip dari Business Insider, penelitian ilmu jiwa telah menunjukkan beberapa aspek penentu kesuksesan anak. Dari hasil studi-studi tersebut, sebagian besar berjuntai pada pengasuhan orang tua. 

Menurut sebuah studi di Pew Research, kebanyakan orang tua berambisi anak-anak mereka tumbuh menjadi orang yang berdikari secara finansial dan puas dengan pekerjaan mereka. Ini adalah tujuan yang solid, tetapi itu hanya sebagian mini dari apa artinya menjadi sukses.

"Faktanya, pengukuran untuk kesuksesan tidaklah realistis dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu dengan kekuatan dan kelemahan yang berbeda," ungkap psikolog klinis Child Mind Institute, Lindsey Giller.

11 aspek penentu kesuksesan anak

Berikut beberapa aspek penentu kesuksesan anak yang bisa Bunda coba terapkan:

1. Kebiasaan mengerjakan tugas

Jangan anggap remeh pentingnya membiasakan anak untuk disiplin dan mengerjakan tugas, baik di sekolah maupun tugas di rumah.

"Jika anak-anak tidak mencuci piring, itu berfaedah orang lain yang melakukannya untuk mereka. Dengan menyuruh mereka mengerjakan tugas seperti membuang sampah, mencuci pakaian, mereka menyadari bahwa, 'Saya kudu melakukan pekerjaan hidup agar menjadi bagian dari kehidupan'," kata penulis How to Raise an Adult, Julie Lythcott-Haims.

Lythcott-Haims percaya bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan rutinitas pekerjaan rumah tangga bakal menjadi sosok yang bisa bekerja sama dengan baik dan lebih berempati. Hal ini lantaran tahu secara langsung seperti apa rasanya berjuang dan bisa mengerjakan tugas secara mandiri.

2. Keterampilan sosial

Peneliti dari Pennsylvania State University dan Duke University melacak lebih dari 700 anak di seluruh Amerika Serikat hingga usia 25 tahun. Ditemukan hubungan yang signifikan antara keahlian sosial saat kanak-kanak dan keberhasilan mereka sebagai orang dewasa.

Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang dapat bekerja sama dengan kawan sebayanya, membantu orang lain, memahami emosi mereka, dan menyelesaikan masalah sendiri jauh lebih mungkin untuk mempunyai pekerjaan penuh waktu pada usia 25 tahun, dibandingkan dengan mereka yang mempunyai keahlian sosial terbatas.

3. Memiliki angan yang tinggi

Dengan menggunakan informasi dari survei nasional terhadap 6.600 anak yang lahir pada tahun 2001, peneliti dari University of California, Neal Halfon dan rekan-rekannya menemukan bahwa angan yang dimiliki orang tua terhadap anak-anak mereka mempunyai pengaruh besar pada pencapaian.

"Orang tua yang memandang akademik sebagai masa depan anak tampaknya mengarahkan untuk mencapai tujuan itu terlepas dari pendapatan dan aset lainnya," kata Halfon.

Hal ini sejalan dengan temuan ilmu jiwa lainnya, The Pygmalion, yang menyatakan bahwa apa yang diharapkan seseorang dari orang lain dapat menjadi ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya.

4. Memiliki hubungan family yang sehat 

Menurut tinjauan studi University of Illinois, anak-anak dalam family yang sering berkonflik lebih rentan mempunyai kekhawatiran sosial daripada anak-anak dari orang tua yang akur.

Studi lain dalam tinjauan ini menemukan bahwa orang berumur 20-an yang orang tuanya mengalami perceraian saat mereka tetap anak-anak melaporkan tetap ada tekanan dan trauma hingga 10 tahun kemudian.

5. Perhatian akademik secukupnya

Sebuah studi tahun 2014 dari University of Michigan menemukan bahwa Bunda yang menyelesaikan sekolah menengah alias perguruan tinggi lebih condong membesarkan anak-anak yang melakukan perihal yang sama.

Berdasarkan penelitian yang melibatkan lebih dari 14.000 anak yang masuk taman kanak-kanak dari tahun 1998 hingga 2007, ditenemukan bahwa tingkat pendidikan Bunda yang lebih tinggi memprediksi pencapaian yang lebih tinggi dari taman kanak-kanak hingga jenjang-jenjang selanjutnya.

Penelitian lain dari Bowling Green State University menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua saat anak berumur 8 tahun secara signifikan 'memprediksi' tingkat pendidikan dan pekerjaan anak tersebut 4 dasawarsa kemudian.

6. Belajar matematika sejak dini

Ilustrasi operasi matematika dengan angkaIlustrasi matematika/Foto: Vecteezy/manassanant pamai

Sebuah meta-analisis terhadap 35 ribu anak prasekolah di seluruh AS, Kanada, dan Inggris menemukan bahwa mengembangkan keahlian matematika sejak awal dapat memberi faedah positif.

"Pentingnya keahlian matematika sejak dini, memulai sekolah dengan pengetahuan tentang angka, urutan angka, dan konsep matematika dasar lainnya adalah salah satu teka-teki yang muncul dari penelitian tersebut," kata rekan penulis Northwestern University, Greg Duncan. 

Menurut Duncan, penguasaan keahlian matematika sejak awal tidak hanya memprediksi pencapaian matematika di masa mendatang, tetapi juga memprediksi pencapaian membaca di masa mendatang.

7. Bonding orang tua dan anak yang dekat

Sebuah studi tahun 2014 terhadap 243 responden menemukan bahwa anak yang menerima pengasuhan positif dalam tiga tahun pertama, memperoleh hasil yang lebih baik dalam ujian akademis di masa kanak-kanak dibandingkan mereka yang tidak menerima style pengasuhan yang sama.

Anak-anak tersebut juga mempunyai hubungan yang lebih sehat dan prestasi akademis yang lebih tinggi.

"Hal ini menunjukkan bahwa investasi dalam hubungan orang tua dan anak di masa awal dapat menghasilkan untung jangka panjang yang terakumulasi sepanjang hidup individu," ungkap psikolog University of Minnesota, Lee Raby.

8. Memuji tindakan, bukan karakter

Dikutip dari Fortune, ketika anak melakukan sesuatu dengan baik, wajar jika orang tua memberikan umpan kembali yang baik. Namun, terapis Aja Chavez berpesan agar orang tua memberikan umpan kembali yang konkret.

Alih-alih menggunakan pujian yang mencerminkan siapa mereka sebagai pribadi dan identitas mereka, gunakan pujian yang menyebut perilaku yang diamati dan gimana perihal itu memengaruhi.

9. Mau mengasah hatikecil anak

Saat anak datang dengan suatu masalah, misalnya pertengkaran dengan teman, berhentilah sejenak dan beri mereka kesempatan untuk menggunakan intuisi mereka sendiri alih-alih menawarkan solusi.

Dengan mengarahkan kembali indra anak ke bunyi hatinya, Bunda sudah membantu mereka.

10. Tidak ragu meminta support anak

Meminta support dan memberi tugas pada anak tidak hanya membantu orang tua, tetapi juga berfaedah bagi kesejahteraan mereka. Faktanya, sebuah studi longitudinal selama 75 tahun di Harvard menemukan bahwa anak-anak yang mengerjakan tugas lebih sukses saat dewasa.

Ukuran keberhasilan itu mencakup nilai tinggi dalam kompetensi diri, perilaku prososial, dan efikasi diri.

Tunjukkan kepada mereka langkah mengerjakan tugas, praktikkan bersama, lampau tetapkan agenda yang realistis kapan mereka bakal mengerjakannya sendiri. Seiring bertambahnya usia anak, perihal ini dapat mencakup tanggung jawab seperti menjadwalkan pangkas rambut.

11. Ukur anak dengan diri mereka sendiri

Wajar jika Bunda menilai pencapaian dan tonggak anak lain saat menilai kemajuan anak sendiri. Namun, tidak ada dua anak yang mempunyai skala keberhasilan yang sama, jadi semakin Bunda dapat berfokus pada batu loncatan yang unik bagi Si Kecil, maka semakin baik pula hasilnya.

"Bagi anak yang mengalami kecemasan, sekadar berdiri di depan kelas untuk memberikan presentasi mungkin merupakan momen keberhasilan. Jadi di rumah, orang tua dapat mengembangkan bahasa dengan berfokus pada di mana anak mereka berada dan menganggap perihal lainnya sebagai perihal yang tidak penting," pesan Giller.

Demikian ulasan tentang macam-macam aspek penentu kesuksesan anak. Jadi, tak melulu semua hanya berasas keahlian alias dorongan akademik ya, Bunda. Jangan lupa untuk membujuk anak berbincang secara rutin juga.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fir/fir)

Selengkapnya