9 Kisah Ramadhan Dari Nabi Muhammad Dan Para Sahabatnya Yang Penuh Teladan

Mar 05, 2025 07:00 PM - 2 minggu yang lalu 18615

Sejak pertama kali perintah puasa Ramadhan diturunkan, banyak kisah menarik dari kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Cerita-cerita berasas pengalaman mereka ini mengandung nilai-nilai teladan yang sangat cocok dipelajari anak-anak.

Menceritakan kisah-kisah inspiratif tentang Ramadhan adalah langkah yang baik untuk memancing semangat Si Kecil dalam mengenal kemuliaan ibadah puasa. Dengan mendengarkan cerita-cerita ini, mereka bakal lebih tertarik pada sejarah dan makna di kembali puasa Ramadhan.

Jika Bunda mau membagikan kisah Islami yang menarik tentang sejarah dan pengalaman berpuasa Ramadhan Nabi Muhammad dan para sahabatnya kepada Si Kecil, yuk simak kumpulan ceritanya dari beragam sumber berikut!

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Kisah Nabi Muhammad SAW saat pertama kali menjalankan puasa Ramadhan

Berpuasa adalah tanggungjawab bagi umat Muslim selama bulan Ramadhan. Tapi, tahukah Bunda gimana puasa Ramadhan pertama kali dijalani? Bagaimana Rasulullah SAW menghadapi hari pertamanya berpuasa?

Perintah untuk berpuasa pertama kali dikeluarkan pada tahun kedua Hijriah, sekitar tahun 624 Masehi. Meskipun begitu, puasa bukanlah perihal baru bagi masyarakat Arab sebelum Islam. Mereka sudah sering berpuasa, jadi tidak dianggap sulit.

Ramadhan pertama kali terjadi pada bulan Maret, di tengah musim semi, saat suhu di Semenanjung Arab, termasuk Madinah, cukup sejuk. Perintah berpuasa ini datang setelah turunnya wahyu dalam QS Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas Anda berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum Anda agar Anda bertakwa.” (QS Al-Baqarah:183)

Melansir dari laman TRT World, Profesor Teologi Islam dari Universitas Hitit Turki, Kasif Hamdi Okur, menjelaskan bahwa meskipun puasa bukan perihal baru bagi masyarakat Arab, mereka tetap perlu waktu untuk menyesuaikan diri secara bentuk dan mental untuk menjalani puasa selama 30 hari.

Sementara itu, Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sudah mulai berpuasa sejak bulan Syaban di tahun yang sama.

Meskipun tidak diketahui secara pasti kenapa puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan, kudu ingat bahwa bulan ini sangat istimewa. Sebab Al-Qur'an pertama kali diturunkan pada 17 Ramadhan.

Jadi, kisah Nabi Muhammad SAW saat menjalani puasa Ramadhan pertama kali bukanlah perihal yang mengejutkan. Beliau sudah terbiasa berpuasa sebelumnya. Dari kisah ini, Muslim bisa meneladani konsistensi dan semangat Nabi Muhammad SAW dalam berpuasa, meskipun saat itu puasa belum menjadi kewajiban.

Kisah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di bulan Ramadhan

Rasulullah SAW adalah sosok yang suka merenung dan bermohon kepada Allah. Dari sekian banyaknya angan yang dipanjatkan, Nabi Muhammad sangat cemas dengan kondisi masyarakat Makkah yang sedang mengalami masalah moral.

Suatu hari, saat Rasulullah sedang beragama di Gua Hira pada bulan Ramadhan tahun 610 Masehi, datanglah Malaikat Jibril membawa wahyu pertama, ialah QS. Al-Alaq ayat 1-5.

Aisyah Ummul Mukminin radliyallahu 'anha berkata, "Permulaan wahyu yang diterima oleh Rasulullah adalah mimpi yang baik. Mimpi itu sangat jelas, seperti cuaca pagi. Beliau senang menyendiri di Gua Hira untuk beribadah. Di sana, beliau membawa bekal dan tidak pulang ke rumah istrinya. Suatu malam, saat berada di Gua Hira, datanglah malaikat dan berkata, 'Bacalah!'"

Rasulullah menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Malaikat itu kemudian memeluknya erat-erat hingga beliau merasa kesulitan. Setelah melepaskannya, malaikat itu berbicara lagi, "Bacalah!" Namun, Rasulullah tetap menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Ini terjadi tiga kali, hingga akhirnya malaikat itu berkata:

ا اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

"(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; (2) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam (pena); (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq, 96:1-5)"

Setelah menerima wahyu itu, Rasulullah pulang ke rumah Khadijah dengan penuh ketakutan. Tubuhnya bergetar, dan dia berkata, "Selimutilah aku!" Khadijah segera menyelimuti Rasulullah hingga rasa takutnya hilang.

Kemudian, Rasulullah menceritakan semua yang dialaminya kepada Khadijah. Ia berkata, "Sesungguhnya saya mencemaskan diriku."

Khadijah menjawab, "Jangan khawatir, Demi Allah, Allah tidak bakal menghina engkau. Engkaulah orang yang selalu menyambung persaudaraan, menolong orang yang kesusahan, dan menghormati tamu."

Khadijah kemudian membujuk Rasulullah menemui Waraqah bin Naufal, anak pamannya yang sudah tua dan buta. Waraqah adalah seorang Nasrani yang mahir dalam Bahasa Ibrani dan menulis kitab-kitab Injil.

Sesampainya di sana, Khadijah berbicara kepada Waraqah, "Wahai anak pamanku, dengarkan cerita anak saudaramu ini." Waraqah pun bertanya kepada Rasulullah, "Wahai anak saudaraku, apa yang kau lihat?"

Rasulullah menceritakan semua yang terjadi di Gua Hira. Waraqah menjawab, "Itulah Jibril yang pernah diutus Allah kepada Musa. Mudah-mudahan saya tetap hidup saat engkau diusir kaummu!"

Rasulullah bertanya, "Apakah mereka bakal mengusirku?" Waraqah menjawab, "Ya, karena setiap orang yang membawa pesan seperti yang engkau bawa pasti dimusuhi. Jika saya tetap hidup, saya bakal menolongmu sekuat tenagaku."

Sayangnya, tidak lama setelah pertemuan itu, Waraqah meninggal dunia. Setelah itu, Nabi Muhammad menerima wahyu secara terus-menerus selama kurang lebih 23 tahun, menandai dimulainya peradaban umat manusia, khususnya Islam.

Kisah Nabi Muhammad memenangkan perang Badar, pertempuran besar di Bulan Ramadhan

Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah. Ini adalah pertempuran terbesar pertama dalam sejarah peradaban Islam, melibatkan kaum Muslimin dan kafir Quraisy.

Pada saat itu, jumlah pasukan kaum Muslimin dan kafir Quraisy tidak seimbang. Kaum Quraisy sering kali berupaya memerangi umat Islam dan menghalangi jalan Allah SWT. Mereka juga membikin beragam kesulitan bagi kaum Muslimin.

Di Perang Badar, pasukan Muslimin hanya berjumlah 313 orang, sedangkan tentara Quraisy mencapai lebih dari 1.000 orang. Perang ini dimulai ketika pasukan Madinah menghadang kafilah jual beli Quraisy yang sedang pulang dari Syam menuju Makkah.

Kafilah jual beli Quraisy itu membawa banyak kekayaan kekayaan, termasuk 1.000 unta yang mengangkut barang-barang berbobot senilai tidak kurang dari 5.000 dinar emas. Ini menjadi kesempatan bagi pasukan Madinah untuk memberikan pukulan yang telak kepada kaum Quraisy. 

Nabi Muhammad SAW mengumumkan kepada kaum Muslimin, "Ini adalah kafilah jual beli Quraisy yang membawa kekayaan barang mereka. Hadanglah kafilah itu, semoga Allah SWT memberikan peralatan rampasan itu kepada kalian."

Akhirnya, Perang Badar pun pecah. Tanpa rasa takut, Nabi Muhammad SAW dan pasukannya berangkat dari Madinah menuju medan pertempuran.

Dengan strategi yang cerdas, Rasulullah SAW dan pasukannya sampai terlebih dulu ke mata air Badar. Strategi ini menguntungkan mereka agar mempunyai persediaan air di tengah gurun.

Ketika peperangan dimulai, orang pertama yang menjadi korban adalah Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi. Ia adalah seorang laki-laki yang kasar dan jelek akhlaknya.

Al-Aswad keluar dari barisan dan menakut-nakuti pasukan Muslimin untuk merebut mata air. Namun, kedatangannya langsung disambut oleh Hamzah bin Abdul Muthalib.

Setelah saling berhadapan, Hamzah langsung menebas kaki Al-Aswad hingga putus. Al-Aswad pun terjatuh dan tidak bisa melawan lagi. Hamzah sukses mengalahkannya.

Setelah itu, perang pun pecah, dan kaum Quraisy kehilangan tiga orang penunggang kuda yang merupakan pemimpin pasukan mereka. Hal ini membikin pasukan Quraisy marah dan menyerang pasukan Muslimin dengan sangat ganas.

Di sisi lain, Rasulullah SAW bermohon kepada Allah SWT dan memohon kemenangan. Saat itu, beliau merasa mengantuk. Dalam riwayat Muhammad bin Ishaq, Rasulullah SAW bersabda, "Bergembiralah, wahai Abu Bakar. Telah datang pertolongan Allah SWT kepadamu. Inilah Jibril yang datang sembari memegang tali kekang kuda yang ditungganginya."

Kaum Muslimin pun bertempur dengan support para malaikat. Dalam riwayat Ibnu Sa'd, ada kepala orang musyrik yang terkulai, dan ada pula tangan yang putus, tanpa diketahui siapa yang melakukannya. Akhirnya, pasukan Muslimin pun menang, dan kaum Quraisy mundur dari pertempuran.

Peperangan dahsyat itu berjalan selama dua jam. Pasukan Muslimin sukses menghancurkan pertahanan tentara Quraisy, sehingga mereka mundur secara berurutan.

Perang Badar sangat penting, sehingga Allah SWT menamai hari itu dengan Yaum al-Furqan, yang berfaedah hari perbedaan. Pada hari itu, Allah SWT mau membedakan antara yang betul dan yang salah.

Kisah Nabi Muhammad melakukan pembebasan kota Makkah di bulan Ramadhan

Cerita inspiratif selanjutnya adalah mengenai pembebasan Makkah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW berbareng pasukan Muslim. Peristiwa ini dikenal sebagai Fathu Makkah.

Fathu Makkah merupakan peristiwa saat umat Islam meraih kemenangan besar atas kaum kafir Quraisy. Mereka sukses menguasai kota Makkah dan mengembalikannya menjadi suci dari patung-patung berhala.

Pertempuran ini terjadi di bulan Ramadhan, tepatnya pada hari Jumat, tanggal 20 dan 21 Ramadan di tahun ke-8 Hijriah.

Faktor Fathu Makkah dimulai lantaran adanya pelanggaran dalam Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian ini menyatakan bahwa jika satu pihak diserang, maka penyerangan kudu dilakukan secara menyeluruh.

Saat itu, golongan Bani Khuza’ah yang mendukung Rasulullah diserang oleh Bani Bakar, yang merupakan golongan dari Quraisy. Mendengar berita ini, Rasulullah SAW yang sedang berada di Madinah segera bergegas menuju Makkah berbareng pasukan Muslim lainnya.

Rasulullah membagi pasukan menjadi beberapa golongan untuk memudahkan penyerangan dan mengecoh kaum Quraisy. Salah satu panglima terkenal, Khalid bin Walid, ditunjuk untuk memimpin ribuan pasukan Muslim yang sudah siap dengan senjata lengkap.

Pasukan Rasulullah berlindung di bukit-bukit sekitar Makkah dan membangun pagar untuk melindungi diri dari serangan kaum Quraisy. Mereka juga mengepung kota Makkah dari beragam arah agar kaum Quraisy tidak bisa melarikan diri.

Akhirnya, peristiwa ini menghasilkan kemenangan bagi umat Islam. Panglima Khalid bin Walid dan pasukannya sukses merebut senjata milik kaum Quraisy dan memberikan serangan yang sangat kuat. Meskipun kaum Quraisy melawan, pasukan Muslim tidak mundur.

Peristiwa Fathu Makkah disebut dalam QS Al-Fath ayat 1, yang berbunyi:

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا

Inna fatahna lakaa fat-ham mubina

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata."

Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Yusak Burhanuddin dan Ahmad Fida’, dijelaskan bahwa kemenangan umat Islam di Fathu Makkah adalah bukti pertolongan dari Allah SWT.

"Seorang Muslim yang beragama dan bertakwa hendaknya selalu meminta pertolongan kepada Allah SWT. Allah adalah satu-satunya tempat bagi manusia untuk memohon perlindungan dan pertolongan. Tanpa pertolongan dari Allah, manusia tidak bakal bisa melakukan apa pun," jelasnya.

Kisah teladan tentang puasa dari Abu Thalhah sahabat Nabi yang jasadnya utuh lantaran giat berpuasa

Di era Nabi Muhammad SAW, ada seorang sahabat yang sangat spesial berjulukan Abu Thalhah. Dia adalah orang yang sangat giat berpuasa. 

Dalam kitab Ensiklopedia Sahabat Rasulullah karya Wulan Pratiwi dkk., diceritakan bahwa Abu Thalhah hanya tidak berpuasa pada hari-hari yang dilarang, seperti hari raya alias saat sakit. Selain itu, dia juga selalu melaksanakan salat malam dan berjuang di jalan Allah.

Abu Thalhah ikut dalam banyak perang, seperti Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Hunain. Di Perang Badar, dia membantu kaum Muslim meraih kemenangan yang besar.

Meskipun sudah tua, semangat Abu Thalhah untuk berjuang tidak pernah pudar. Suatu hari, anak-anaknya berkata, "Ayah, kau sudah tua. Kenapa tidak rehat saja dan biarkan kami melanjutkan perjuanganmu?"

Abu Thalhah menjawab, "Anakku, kita kudu selalu berjuang di jalan Allah. Seperti yang Allah katakan dalam QS. At-Taubah ayat 41:

ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Infirụ khifāfaw wa ṡiqālaw wa jāhidụ bi`amwālikum wa anfusikum fī sabīlillāh, żālikum khairul lakum ing kuntum ta'lamụn

'Berangkatlah Anda baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah Anda dengan kekayaan dan dirimu di jalan Allah.'"

Sayangnya, perjuangan Abu Thalhah kudu terhenti. Dia wafat saat berjuang dan dalam keadaan berpuasa. Ketika pasukan Muslim mencari tempat untuk menguburkannya, mereka tidak menemukan pulau selama tujuh hari.

Ajaibnya, jasad Abu Thalhah tetap utuh dan terlihat seperti orang yang sedang tidur. Semua orang percaya bahwa ini adalah berkah dari kebaikan puasa yang dilakukannya dengan rajin.

Kisah Qais bin Shirmah, sahabat nabi yang pingsan saat puasa Ramadhan pertama kali

Cerita sahabat Nabi Muhammad SAW satu ini cukup menghibur, Bunda. Pasalnya, sahabat yang berjulukan Qais bin Shirmah ini pernah mengalami kejadian yang mengesankan saat dia menjalani puasa Ramadhan untuk pertama kalinya.

Suatu hari, saat bekerja di kebun kurma, Qais jatuh pingsan lantaran tidak sempat makan dan minum saat sahur. Pengalaman ini menjadi salah satu argumen turunnya firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 187, yang mengatur tentang sahur dan puasa.

Pada masa itu, banyak umat Islam yang berpikir bahwa mereka tidak boleh makan setelah salat Isya. Akibatnya, banyak yang memilih tidur dan tidak sempat sahur di awal hari.

Hal ini membikin mereka berpuasa dengan perut kosong keesokan harinya. Qais bin Shirmah, yang berasal dari kaum Anshar, mengalami perihal ini.

Meskipun pekerjaannya sebagai tukang kebun cukup berat, Qais selalu alim beragama dan tidak pernah mengurangi semangatnya untuk bekerja. Saat waktu berbuka tiba, dia pulang ke rumah dan bertanya kepada istrinya tentang makanan.

Namun, sang istri menjawab, "Maafkan aku, suamiku. Hari ini kita tidak punya makanan. Tunggu sebentar, saya bakal mencarikan sesuatu untukmu."

Sang istri pun pergi mencari makanan, sementara Qais yang kelelahan jatuh tertidur dengan perut kosong. Ketika sang istri kembali dengan makanan, dia memandang suaminya sudah tertidur dan tidak mau membangunkannya. Keesokan harinya, Qais pergi bekerja lagi tanpa sempat makan.

Saat dia sedang bekerja, tiba-tiba Qais jatuh pingsan. Para sahabat Nabi yang memandang kejadian itu segera memberitahukan kepada Rasulullah SAW.

Dari sinilah Allah menurunkan ayat 187 dari QS Al-Baqarah yang mengajarkan kita tentang pentingnya sahur dan memberikan kemudahan dalam berpuasa. Berikut bunyi ayatnya:

“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah busana bagimu dan Anda adalah busana bagi mereka. Allah mengetahui bahwa Anda tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan mengampuni kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, ialah fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan Anda campuri mereka ketika Anda beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah Anda mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia agar mereka bertakwa.”

Kisah mahir puasa yang wajahnya menghitam lantaran mengakhiri berbuka puasa

Rasulullah SAW mengajarkan kita bahwa saat berpuasa, kita kudu segera berbuka ketika adzan Maghrib berkumandang. Namun, ada kisah seorang laki-laki yang lebih suka menunda waktu berbukanya, dan itu sangat berbeda dengan rekomendasi Nabi.

Kisah ini diceritakan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Al-Ruh dari Al-Qairuwani. Ia mendengar cerita dari seorang Syeikh yang mempunyai banyak keutamaan.

Syeikh itu bercerita tentang seorang laki-laki yang selalu berpuasa, apalagi terus-menerus tanpa henti. Namun, dia selalu menunda waktu berbuka.

Di sebuah desa, hiduplah seorang laki-laki yang dikenal sebagai mahir puasa. Ia sangat giat berpuasa dan melakukan banyak ibadah, tetapi sayangnya, dia suka mengakhirkan waktu berbuka puasanya.

Suatu malam, saat dia tidur, laki-laki itu bermimpi memandang dua sosok hitam yang seolah menariknya dan membawanya ke perapian yang menyala merah.

Ia pun bertanya, "Mengapa kalian melakukan ini?"

Kedua sosok itu menjawab, "Karena engkau melanggar sunnah Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan kita untuk segera berbuka puasa, tetapi engkau justru mengakhirinya."

Keesokan paginya, setelah bangun dari tidur, laki-laki itu merasa sangat ketakutan. Ia menyadari bahwa mimpinya adalah peringatan. Wajahnya terlihat hitam seolah terbakar api, dan dia merasa malu. Ia pun menutupi wajahnya dari orang-orang di sekelilingnya.

Dari kisah ini, Bunda diingatkan bakal sungguh pentingnya mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan tidak menunda-nunda waktu berbuka puasa.

Kisah Ramadhan haru dari Abid yang sahur di dunia, buka puasa di surga

Melansir dari detikcom, terdapat sebuah kisah tentang seorang mahir ibadah yang sahur di bumi dan berbuka puasa di surga. Dia merupakan seorang laki-laki yang begitu dinantikan oleh bidadari surga.

Namanya adalah Sa'id bin al-Harits. Dia adalah seorang pejuang Muslim yang berjuang melawan Kekaisaran Romawi pada tahun 38 H, dalam pertempuran Perang Yarmuk.

Kisah Sa'id bin al-Harits diceritakan oleh Hisyam bin Yahya al-Kinani dalam buku Qiyam Al-Lail wa Al-Munajat 'inda Al-Sahr. Kisah ini juga ditulis oleh beberapa penulis lainnya.

Hisyam bin Yahya al-Kinani berbicara kepada temannya, Rafi' bin Ubaidilah, "Aku mau menceritakan sebuah peristiwa yang saya saksikan sendiri. Semoga cerita ini berfaedah untuk kita semua." Rafi' pun meminta Hisyam untuk melanjutkan ceritanya.

Hisyam menceritakan bahwa dia dan rombongannya sedang bertempur di negeri Romawi. Mereka dipimpin oleh Maslamah bin Abdul Malik dan berkawan dengan masyarakat Basrah.

Selama di sana, mereka saling bergantian menjaga dan menyiapkan makanan. Di antara mereka ada Sa'id bin al-Harits, yang dikenal sangat giat beribadah. Ia sering berpuasa di siang hari dan salat di malam hari.

"Kami mau membantunya saat dia mendapat giliran tugas, tetapi dia menolak. Ia tetap menjalankan tugasnya tanpa mengurangi ibadahnya sedikit pun," kata Hisyam.

Dia memandang Sa'id sangat sabar dalam beribadah. Di luar waktu salat alias saat perjalanan, dia tidak pernah berakhir berzikir dan membaca Al-Qur'an.

Hisyam berbicara kepada Sa'id, "Semoga Allah merahmatimu. Ingat, matamu juga mempunyai kewenangan yang kudu engkau penuhi. Rasulullah SAW pernah bersabda, 'Lakukanlah pekerjaan sesuai kemampuanmu.'"

Namun, Sa'id menjawab, "Saudaraku, napas kita terbatas, umur kita ada batasnya, dan hari-hari pun bakal berakhir. Aku sedang menunggu kematian, dan tak lama lagi nyawaku bakal dicabut."

Jawaban itu membikin Hisyam menangis. Ia segera bermohon kepada Allah SWT agar memberikan pertolongan kepada Sa'id. Hisyam juga meminta Sa'id untuk beristirahat di dalam tenda.

Selama Sa'id terlelap dalam tidurnya, Hisyam mendengar dia berbincang dan tertawa dengan mata terpejam.

Sa'id bergumam, "Aku tidak mau kembali," sembari mengulurkan tangan seolah-olah mengambil sesuatu.

Ia menarik kembali tangannya dengan pelan sembari tertawa. Ia berkata, "Malam ini saja!"

Tak lama kemudian, Sa'id terbangun dengan tubuh gemetar. Ia menengok ke kanan dan kiri, lampau tak bersuara sejenak hingga kesadarannya pulih. Setelah itu, Sa'id segera bertahlil, bertakbir, dan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT.

Melihat sikap temannya, Hisyam merasa heran dan bertanya, "Saudaraku, apa yang terjadi padamu?"

"Aku baik-baik saja, wahai Abu al-Walid!" balas Sa'id, berupaya menyembunyikan apa yang baru saja terjadi.

Hisyam tidak percaya dan terus memaksa Sa'id untuk menceritakan mimpinya. Sa'id pun bercerita bahwa dia didatangi oleh dua orang laki-laki tampan.

Mereka berkata, "Bangunlah agar kami bisa menunjukkan nikmat yang Allah sediakan untukmu."

Ia memandang istana yang megah dan bidadari-bidadari yang elok di sekitarnya. Sa'id berjalan-jalan di dalam istana itu hingga menemukan sebuah kasur yang di atasnya terdapat seorang bidadari yang sangat cantik.

Bidadari itu berkata, "Sudah lama saya menantimu."

Sa'id bertanya, "Siapa kamu?"

"Aku adalah istrimu yang abadi," jawab bidadari tersebut.

Sa'id mau mengulurkan tangan kepadanya, tetapi bidadari itu menolaknya dengan lembut, "Bukan sekarang. Engkau tetap kudu kembali ke dunia."

"Aku tidak mau kembali," tukas Sa'id.

"Engkau kudu kembali. Engkau tetap tinggal di bumi selama tiga hari. Pada malam ketiga, engkau bakal berbuka puasa berbareng kami. Insya Allah."

Sa'id menolak, "Malam ini saja!" Namun, bidadari itu menjawab, "Perkara ini telah ditetapkan."

Pada pagi harinya, Sa'id berjuang melawan musuh dengan sangat berani meski dalam keadaan berpuasa. Ia mencari kematian di jalan Allah SWT.

Setelah waktu sore tiba, dia berbuka puasa. Hari berikutnya, dia melakukan perihal yang sama hingga tibalah hari ketiga.

Ketika mentari nyaris terbenam, seorang prajurit Romawi melemparkan anak panah dan mengenai Sa'id. Ia pun tersungkur.

Hisyam berlari mendekatinya dan berkata, "Selamat berbahagia! Engkau bakal berbuka di istana pada malam ini. Aduhai, umpama saja saya bisa ikut bersamamu."

Mendengar itu, Sa'id tertawa dan berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kita."

Sa'id pun syahid dalam keadaan tetap berpuasa. Hisyam segera mengumpulkan orang-orang dan menceritakan kisah Sa'id, lampau bersiap untuk menyalatkannya.

Kabar itu sampai ke Maslamah bin Abdul Malik, yang meminta orang yang mengetahui tentang Sa'id untuk menjadi pemimpin salat jenazahnya.

"Aku pun memimpin salat jenazahnya," ujar Hisyam.

Petang itu, Sa'id berbuka berbareng bidadari di surga, meninggalkan para temannya yang tetap perlu berjuang daam peperangan.

Cerita malaikat penjaga surga yang bawakan Hasan dan Husein baju lebaran

Idul Fitri adalah hari kemenangan yang dirayakan oleh semua umat Islam, termasuk Hasan dan Husein, cucu Rasulullah SAW. Kisah mereka tertulis dalam buku Jangan Terlalu Berlebihan dalam Beribadah hingga Melupakan Hak-hak Tubuh karya Nur Hasan.

Meskipun sangat antusias menyambut hari raya, Hasan dan Husein merasa sedih lantaran mereka tidak mempunyai busana baru untuk dipakai.

"Ibu, semua anak di Madinah sudah memakai busana lebaran yang indah, tapi kami belum. Mengapa ibu tidak menghiasi kami?" tanya Hasan dan Husein kepada ibu mereka, Sayyidah Fatimah, dikutip dari laman detikcom.

Sayyidah Fatimah menjawab, "Baju kalian tetap di tukang jahit." Jawaban itu selalu dia berikan setiap kali mereka bertanya.

Pada malam hari raya, busana baru itu tetap belum datang. Hasan dan Husein kembali bertanya kepada ibu mereka. Sayyidah Fatimah merasa sedih lantaran tidak mempunyai duit untuk membeli baju baru untuk kedua putranya.

Keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah tidak sekuat sahabat-sahabat Nabi lainnya, meskipun mereka adalah family Rasulullah SAW.

Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu. Sayyidah Fatimah segera menghampiri dan bertanya, "Siapa di sana?"

"Wahai putri Rasulullah SAW, saya adalah tukang jahit. Saya datang membawa bingkisan busana untuk kedua putramu," jawab bunyi dari luar.

Fatimah membuka pintu dan memandang seorang tukang jahit membawa bingkisan. Ketika dibuka, di dalamnya terdapat dua gamis, dua celana, dua mantel, dua sorban, dan dua pasang sepatu hitam yang sangat indah.

Fatimah segera memanggil Hasan dan Husein untuk memandang bingkisan itu. Mereka sangat bahagia. Namun, Fatimah tetap bingung siapa tukang jahit yang datang membawa bingkisan tersebut.

Tak lama kemudian, Rasulullah datang dan memandang kedua cucunya mengenakan busana baru yang indah. Beliau sangat senang dan menggendong Hasan dan Husein sembari menciumi mereka dengan penuh kasih sayang.

Rasulullah bertanya kepada Fatimah, "Apakah engkau memandang tukang jahit itu?"

"Iya, saya melihatnya," jawab Fatimah.

"Putriku, dia bukan tukang jahit. Dia adalah malaikat Ridwan, penjaga surga," kata Rasulullah menjelaskan.

Bingkisan yang berisi busana baru untuk Hasan dan Husein adalah busana surga yang dikirim langsung oleh malaikat Ridwan. Fatimah tentu sangat terkejut dan terus mengucap syukur kepada Allah SWT.

Di malam hari raya itu, family Rasulullah SAW dipenuhi kebahagiaan. Pakaian baru untuk kedua cucunya sudah siap dipakai untuk Idul Fitri keesokan harinya.

Itulah kumpulan kisah teladan Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya di bulan suci Ramadhan. Semoga cerita-cerita Islami yang inspiratif ini dapat menghibur dan memberikan pengetahuan tentang sejarah Ramadhan untuk Si Kecil, ya, Bunda!

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Selengkapnya