KincaiMedia, JAKARTA -- Abu Zaid al-Balkhi (850-934 M) merupakan salah satu tokoh dalam sejarah psikologi. Pemilik nama original Ahmad bin Sahl itu sesungguhnya adalah seorang master multidisiplin pengetahuan pengetahuan (polymath). Bagaimanapun, jasanya dalam bagian ilmu jiwa begitu signifikan. Dialah yang disebut-sebut sebagai perintis ilmu jiwa Islam.
Cendekiawan Persia itu menulis banyak karya, di antaranya adalah Masalih al-Abdan wa al-Anfus. Di dalamnya, dia memperkenalkan istilah terapi kesehatan jiwa (thibb ar-ruhani). Menurutnya, pengobatan yang hanya berfokus pada kondisi bentuk tidaklah cukup. Seorang master alias mahir medis juga perlu memperhatikan aspek mental alias psikologis pasien.
Dalam masa sekarang, topik yang diusung sang cendekiawan Muslim itu kerap disebut sebagai psikosomatis. Ini merupakan kondisi ketika suatu penyakit bentuk yang muncul diduga disebabkan alias diperparah oleh kondisi mental seseorang. Di antara gejala-gejala psikosomatis adalah jantung yang berdebar-debar, sesak napas, dan nyeri pada seluruh tubuh.
Rihlah yang dijalani al-Balkhi hingga menjadi ahli pengetahuan jiwa bermula sejak dini. Seperti tampak dari namanya, laki-laki ini lahir di daerah Balkh—kini termasuk Afghanistan. Ayahnya merupakan seorang guru. Demi mendukung kesuksesan anaknya, sang bapak pun mengirimkannya ke pelbagai syekh untuk menimba ilmu.
Hingga akhirnya, al-Balkhi merantau ke Baghdad. Selama delapan tahun, dirinya belajar dan bekerja di pusat Negeri Abbasiyah tersebut. Waktu itu, Abbasiyah sedang mengalami kekacauan politik dan sosial. Bahkan, daerah kekhalifahan ini menyusut hingga menyisakan Baghdad dan sekitarnya.
Bagaimanapun, al-Balkhi tidak begitu terpengaruh oleh kondisi negara yang carut-marut. Dirinya tetap dengan tekun menuntut ilmu, melanjutkan tradisi intelektual Islam.
Melalui Masalih, dia mengkritik bumi kedokteran di masanya yang condong memusatkan perhatian pada penyakit bentuk pasien. Padahal, menurutnya, banyak orang yang dirawat di rumah sakit pun mengalami gangguan kejiwaan.
Malahan, dia mengusulkan hipotesis, penyakit bentuk patut diduga mempengaruhi kondisi kognitif dan psikologis si pasien. Pun bertindak sebaliknya: keadaan psikis seseorang yang terganggu bia menyebabkannya rentan terserang penyakit (fisik).