Alasan Imam Hanafi Hanya Fokus Menggeluti Ilmu Fikih

Jan 14, 2025 01:31 PM - 2 bulan yang lalu 79040

KincaiMedia, JAKARTA -- Seorang sahabat Imam Hanafi yang berjulukan Abu Yusuf menceritakan, ada seseorang yang bertanya kepada Imam Hanafi. Pertanyaannya adalah kenapa Imam Hanafi memilih bagian pengetahuan fikih?

Imam Hanafi menjawab, "Kuberitahukan padamu, adapun taufik (petunjuk memilih bagian pengetahuan fikih) adalah dari Allah. Bagi-Nya segala pujian dan Dia berkuasa atas itu. Ketika hendak belajar, saya memeriksa seluruh pengetahuan satu persatu. Aku membaca bidang-bidang pengetahuan tersebut. Aku pikirkan hasilnya dan letak manfaatnya. Aku mengkaji pengetahuan kalam. Ternyata hasilnya adalah jelek dan manfaatnya hanya sedikit. Jika orang bicara dengan pengetahuan kalam, dia tidak bisa bicara terang-terangan dan bakal menuduh dengan segala kejahatan. Dia dia dinamakan pengikut hawa nafsu."

Kemudian Imam Hanafi melanjutkan, "Kemudian saya memeriksa pengetahuan etika (sastra) dan nahwu. Ujung-ujungnya kelak saya kudu duduk dengan anak-anak. Mengajari mereka pengetahuan nahwu dan adab. Kemudian saya mengawasi pengetahuan syair. Maka kudapati ujung-ujungnya adalah tentang pujian dan celaan, perkataan bohong dan merusak agama.""

"Kemudian saya memikirkan pengetahuan qiraah. Jika saya menguasainya maka anak-anak muda bakal berkumpul belajar kepadaku. Padahal menerangkan Alquran dan makna-maknanya itu sulit. Kemudian saya katakan, saya kudu belajar pengetahuan hadits. Tapi, untuk mengumpulkan banyak hadits memerlukan umur panjang, sampai orang-orang butuh kepadaku. Dan jika saya sudah dibutuhkan orang, yang datang kepadaku adalah anak-anak muda. Bisa saja mereka menuduhku bohong dan lemah mahfuz sehingga tuduhan itu melekat padaku hinggat hari kiamat."

"Kemudian saya periksa pengetahuan fikih. Setiap kali memeriksanya, saya mendapatinya semakin berkilau dan tak bercela. Oleh karena itu saya memutuskan belajar kepada para ulama, fuqaha, dan masyaikh dan meniru adab mereka. Selain itu saya memandang penyelenggaraan tanggungjawab iqamatuddin dan beragama tidak bakal betul selain dengan memahami pengetahuan fikih. Begitu pula mencari bumi dan akhirat, kudu memahami pengetahuan fikih."

"Orang yang mencari bumi dengan ilmu fikih berarti dia telah mencari perkara yang serius, dan dia bakal mencapai kemuliaannya. Dan bagi siapa saja yang mau beragama dan meninggalkan urusan duniawi, maka tidak ada seorang pun yang bisa mengatakan, 'beribadahlah tanpa ilmu.' Ada yang mengatakan, 'Itulah fikih, dan kebaikan berasas ilmu."

Riwayat di taas menjelaskan bahwa Imam Hanafi telah mengkaji ilmu-ilmu yang berkembang pada zamannya untuk memilih mana yang cocok untuk dirinya dan diambil spesialisasinya. Dengan demikian, tampak Imam Hanafi mempunyai pemahaman dunia pada setiap bagian pengetahuan yang ada pada zamannya. Meskipun akhirnya beliau hanya konsentrasi menggeluti pengetahuan fikih. Pilihan itu beliau jatuhkan setelah menguji ilmu-ilmu lainnya dan memahaminya secara global.

Untuk diketahui, Imam Hanafi lahir pada tahun 80 Hijriyah (H) bertepatan dengan 699 Masehi (M) di sebuah kota berjulukan Kufah. Sejatinya, nama Imam Hanafi adalah Nu'man bin Tsabit bin Marzaban Al-Farisi yang bergelar Al-Imam Al-A'zham.

Saat tetap kecil, Imam Hanafi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutra. Bahkan, dia mempunyai toko untuk berbisnis kain.

Dalam perjalanan waktu, Imam Hanafi yang dikenal sebagai orang yang haus bakal pengetahuan pengetahuan, khususnya dalam pengetahuan agama, menjadi seorang mahir dalam bagian pengetahuan fikih dan menguasai bebagai bagian pengetahuan kepercayaan lain, seperti pengetahuan tauhid, pengetahuan kalam, pengetahuan hadis, serta pengetahuan kesusasteraan dan hikmah. Tak sebatas menguasai banyak ilmu, dia juga dikenal dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial keagamaan yang rumit.

sumber : Syekh Abdul Aziz Asy Syinawi / Biografi Empat Imam Mazhab

Selengkapnya