Anak Di Korea Lebih Tinggi Dibanding Jepang, Ternyata Ini Yang Dilakukan Para Orang Tua Di Sana

May 01, 2025 09:30 AM - 3 minggu yang lalu 28532

Bunda mungkin sering mendengar bahwa aspek genetik sangat mempengaruhi tinggi badan anak. Tapi tak hanya itu, rupanya aspek lingkungan dan pola makan juga punya pengaruh besar, lho. Salah satu contohnya bisa dilihat dari komparasi antara anak-anak di Korea Selatan dan Jepang.

Dulu, anak Jepang dikenal lebih tinggi, tapi sekarang kondisinya justru berbalik.

Kondisi ini menarik perhatian para peneliti, termasuk Hiroshi Mori, seorang food economist dari Jepang, yang berupaya mengetahui penyebab perbedaan ini. Dari hasil penelitiannya, ditemukan bahwa ada beberapa aspek krusial yang mungkin menjadi karena kenapa anak-anak Korea sekarang lebih tinggi dari anak-anak Jepang. Yuk, simak penjelasannya, Bunda!

Remaja Korea awalnya lebih pendek daripada Jepang

Melansir dari The Korea Times, Pada tahun 1960-an, remaja Korea diketahui mempunyai tinggi badan yang lebih pendek dibanding remaja Jepang. Kondisi ini mulai berubah pada tahun 1970-an hingga 1980-an, di mana diketahui tinggi badan kedua golongan remaja ini nyaris sama, Bunda.

Namun sejak awal 1990-an, remaja Korea tumbuh lebih tinggi dan mengalahkan tinggi badan remaja Jepang, lho.

Profesor Hiroshi Mori yang sempat mengajar di Universitas Senshu Jepang, menyatakan bahwa tinggi badan mahasiswa baru di Jepang berakhir bertambah sejak awal 1990-an. Sementara itu, remaja Korea terus mengalami peningkatan tinggi badan hingga pertengahan 2000-an. 

Pada tahun 1990, rata-rata tinggi badan remaja laki-laki Korea tiga sentimeter lebih tinggi daripada remaja laki-laki Jepang. Sedangkan rata-rata tinggi badan remaja wanita Korea 2,5 sentimeter lebih tinggi daripada remaja wanita Jepang. 

Pernyataan itu berasal dari tulisan surat berita yang dibaca Mori tentang perbedaan tinggi remaja Jepang dan Korea. Mori mengatakan bahwa tulisan tersebut menyebut anak laki-laki SMA Korea, berakhir bertambah tinggi rata-rata pada pertengahan tahun 2000-an, ialah 173,7 sentimeter.

Beda dengan anak laki-laki SMA Jepang yang tingginya berakhir bertambah di nomor 170,8 cm di tahun yang sama, dan setelahnya tidak ada kenaikan tinggi badan lagi.

Perbedaan ini dianggap cukup mengejutkan, lantaran pola makan masyarakat Jepang sebenarnya dianggap lebih tinggi dalam konsumsi daging dan susu, yang merupakan dua sumber protein utama untuk pertumbuhan. Sedangkan masyarakat Korea lebih banyak menyantap biji-bijian yang tetap belum ditemukan korelasinya dengan pengaruh tinggi badan.

Buah dan sayur jadi salah satu aspek perbedaan tinggi anak Jepang dan Korea

Salah satu temuan menarik dari penelitian Mori adalah soal konsumsi buah dan sayur antara kedua negara, Bunda. Ia menemukan bahwa Konsumsi buah dan sayur di Jepang telah menurun, sedangkan orang Korea makan lebih banyak buah dan sayur. Hal ini membikin Mori penasaran apakah ada keterkaitannya dengan tinggi badan. 

Melansir The Korea Times, sejak tahun 1980-an, terjadi penurunan konsumsi buah dan sayur secara signifikan di Jepang, terutama di kalangan anak muda. Fenomena ini disebut Mori sebagai kumamono-banare, ialah menjauhnya remaja Jepang dari kebiasaan makan buah.

Sejak Perang Dunia II, konsumsi sayuran per kapita di Jepang tetap berada di nomor 120 kilogram per tahun. Sedangkan konsumsi buah dan sayur di Korea terus meningkat.

Pada tahun 1965, konsumsi rata-rata buah dan sayur mereka sebanyak 82,3 kilogram. Pada tahun 1980, konsumsi buah dan sayur di Korea bertambah lagi menjadi 197,9 kilogram hingga pada tahun 2000, bertambah lagi menjadi 235,7 kilogram.

Melihat kejadian tersebut, Mori tetap mengatakan, “Saya tidak beranggapan bahwa buah dan sayur kudu menjadi penentu utama tinggi badan anak. Namun, saya menduga konsumsi buah dan sayur remaja Jepang yang jauh lebih rendah mungkin berakibat negatif pada akumulasi mineral tulang.”

Namun, pernyataan ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Tree Science Institute of Japan bekerja sama dengan Hamanatsu University School of Medicine pada masyarakat Shizuoka, Jepang, yang merupakan penghasil jeruk mandarin terbaik. Tim peneliti menemukan asupan buah yang tinggi, terutama jeruk mandarin, berasosiasi positif dengan akumulasi dan kepadatan mineral tulang pada wanita pasca menopause, Bunda.

Nutrisi dan gizi ikut berkedudukan pada tinggi badan

Faktor gizi memang sangat menentukan tumbuh kembang anak. Menurut mahir biologi molekuler Chao Qiang Lai dari Universitas Tufts, 60–80 persen tinggi badan ditentukan oleh genetik, sementara 20–40 persen ditentukan oleh aspek lingkungan, termasuk nutrisi. 

Profesor Lee Byung-oh dari Universitas Gangwon menambahkan bahwa gizi memang berkedudukan besar dalam menentukan tinggi badan. Ia mengungkapkan bahwa ketika dibandingkan dengan Korea Utara yang asupan makanannya terbatas, masyarakat Korea Selatan condong lebih tinggi lantaran mempunyai akses makanan yang lebih baik.

Ia mengakui bahwa aspek genetik tetap berperan, namun style hidup dan pola makan sehat tetap menjadi dasar yang kuat untuk mendukung pertumbuhan anak.

Namun, meskipun begitu, tetap ada tantangan ketika membandingkan konsumsi makanan antara Jepang dan Korea yang membikin penelitian Mori tetap memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Hal ini disebabkan perbedaan informasi yang tersedia.

Jepang mempunyai informasi konsumsi sayur, buah, susu, dan daging per kapita untuk remaja, sedangkan Korea hanya mempunyai informasi campuran untuk semua golongan umur. “Hal ini mempersulit komparasi konsumsi buah dan sayur antara remaja Korea dan Jepang," kata Lee.

Berat badan lahir rendah berpengaruh dalam penentuan tinggi badan

Menurut Japan's National Center for Global Health and Medicine dilansir dari The Korea Times, aspek lain yang dapat menjelaskan kenapa pertumbuhan tinggi badan remaja Jepang berakhir sejak 1990-an adalah meningkatnya jumlah bayi dengan berat lahir rendah. 

Berdasarkan WHO, bayi dengan berat badan lahir rendah digolongkan dari 2,5 kilogram alias di bawahnya. Menurut informasi Kementerian Kesehatan Jepang, proporsi bayi dengan berat lahir di bawah 2,5 kg meningkat dari 5,1 persen pada 1975 menjadi 9,6 persen pada 2013. Berat lahir yang rendah diketahui berisiko menghalang pertumbuhan anak di masa remaja.

Bunda, demikianlah tulisan mengenai perbedaan tinggi antara anak Jepang dan Korea. Yuk, mulai biasakan pola makan sehat di rumah. Sajikan sayur dan buah setiap hari, penuhi kebutuhan protein, dan jangan lupa ajak anak rutin bergerak aktif untuk memaksimalkan tinggi badan anak!

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi Kincai Media Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Selengkapnya