KincaiMedia- Seorang khatib memikul tanggung jawab besar dalam menyampaikan khutbah Jumat. Tidak hanya sebagai syarat sahnya shalat Jumat, khutbah juga menjadi momen untuk menyampaikan pesan moral dan spiritual kepada jamaah. Namun, gimana norma seorang khatib yang menjawab telepon saat khutbah berlangsung?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu ditinjau dari dua aspek utama: norma berbincang di tengah khutbah dan syarat ketersambungan alias muwâlah khutbah.
Hukum Berbicara Saat Khutbah
Menurut Mazhab Syafi’i, norma berbincang di tengah khutbah tidaklah haram, melainkan makruh. Hal ini berasas hadis-hadis shahih yang menunjukkan Nabi Muhammad saw. pernah berbincang alias menjawab pertanyaan di tengah khutbah Jumat. Salah satu hadits yang menjadi rujukan adalah riwayat berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ يَقُولُ: دَخَلَ رَجُلٌ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْمِنْبَرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ؟ فَأَشَارَ إِلَيْهِ النَّاسُ أَنِ اسْكُتْ. فَسَأَلَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، كُلُّ ذَلِكَ يُشِيرُونَ إِلَيْهِ أَنِ اسْكُتْ. فَقَال لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عِنْدَ الثَّالِثَةِ: وَيْحَكَ مَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا. وَذَكَرَ الْحَدِيثَ. رواه البيهقى باسناد صحيح
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata: ‘Ada seorang laki-laki masuk ke masjid sementara Rasulullah saw. sedang berada di mimbar pada hari Jumat. Lelaki itu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, kapan hari hariakhir datang?’ Orang-orang memberi isyarat kepadanya untuk diam. Namun, laki-laki itu mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. Akhirnya, Rasulullah menjawab: ‘Celaka kamu, apa yang telah engkau persiapkan untuknya?’” (HR. al-Baihaqi, sanad shahih).
Dari hadits ini, para ustadz Syafi’iyyah menyimpulkan bahwa berbincang saat khutbah tidak otomatis haram. Nabi tidak melarang secara tegas, sehingga larangan tak bersuara saat khutbah dipahami sebagai sunnah, bukan kewajiban. Dengan demikian, norma berbincang saat khutbah adalah makruh, bukan haram (I’ânatut Thâlibîn II/86; al-Majmû’ IV/525).
Ketersambungan Khutbah (Muwâlah)
Aspek kedua yang kudu diperhatikan adalah syarat ketersambungan alias muwâlah khutbah. Berdasarkan pendapat yang azhar (kuat) dalam Mazhab Syafi’i, khutbah Jumat kudu berjalan tanpa jarak panjang yang memisahkan rukun-rukunnya, alias antara khutbah dengan shalat Jumat. Jeda panjang didefinisikan sebagai waktu yang cukup untuk melaksanakan shalat dua rakaat dengan aktivitas dan referensi wajib saja, sekitar 3-4 menit.
Jika seorang khatib menjawab telepon dan jarak tersebut cukup lama sehingga mengganggu ketersambungan khutbah, maka khotbahnya dianggap tidak sah. Oleh lantaran itu, khutbah kudu diulangi untuk memenuhi syarat sahnya.
Sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj jilid, II, hlm, 457 berikut ini;
قوله (وَالْأَظْهَرُ اشْتِرَاطُ الْمُوَالَاةِ) بَيْنَ أَرْكَانِهِمَا وَبَيْنَهُمَا وَبَيْنَ الصَّلَاةِ بِأَنْ لَا يَفْصِلَ طَوِيلًا عُرْفًا بِمَا لَا تَعَلُّقَ لَهُ بِمَا هُوَ فِيهِ … وَمَرَّ اخْتِلَالُ الْمُوَالَاةِ بَيْنَ الْمَجْمُوعَتَيْنِ بِفِعْلِ رَكْعَتَيْنِ بِأَقَلِّ مُجْزِئٍ فَلَا يَبْعُدُ الضَّبْطُ بِهَذَا هُنَا وَيَكُونُ بَيَانًا لِلْعُرْفِ
Artinya: “Pendapat al-Azhar menyaratkan ketersambungan antara rukun-rukun khutbah dan antara dua khutbah dengan shalat Jumat. Jeda panjang dengan hal-hal yang tidak relevan bakal merusak ketersambungan tersebut. Berhubung ketersambungan (muwalat) antara 2 shalat yang dijamak bisa rusak dengan melaksanakan shalat dua rakaat yang paling ringkas, maka dalam kasus khutbah Jumat ini bisa dibatasi dengan batas tersebut. Artinya jarak yang dapat merusak ketersambungan khutbah itu adalah seukuran shalat dua rakaat yang ringkas.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtâj).
Implikasi dan Etika
Meskipun menjawab telepon tidak secara otomatis membatalkan khutbah, tindakan tersebut sangat tidak dianjurkan. Aktivitas seperti menjawab telepon jelas mengurangi kesakralan khutbah Jumat, yang semestinya menjadi momen intens dan fokus. Bahkan, jika khutbah tetap sah, kualitas khutbah dan pesan yang disampaikan bakal terganggu.
Hadits Nabi juga memperingatkan agar tidak melakukan kegiatan yang mengalihkan perhatian saat khutbah berlangsung:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغِيتَ. متفق عليه
“Jika Anda berbicara ‘diam’ kepada temanmu saat khutbah berlangsung, maka shalat Jumatmu sia-sia.” (HR. Bukhari-Muslim).
Secara hukum, menjawab telepon saat khutbah Jumat tidak haram menurut Mazhab Syafi’i, tetapi makruh. Namun, jika kegiatan tersebut mengganggu ketersambungan khutbah dengan jarak yang lama, khutbahnya menjadi tidak sah. Sebagai seorang khatib, sudah semestinya menjaga konsentrasi dan menghindari segala perihal yang mengurangi kesempurnaan khutbah, termasuk menjawab panggilan telepon.
Khutbah adalah amanah besar, dan kesakralannya perlu dijaga demi menyampaikan pesan-pesan Islam dengan hikmah dan penuh hormat. Semoga para khatib semakin memahami etika dan tanggung jawab mereka, sehingga khutbah Jumat menjadi lebih berarti bagi jamaah.