Apakah Tobatnya Pembunuh Diterima Oleh Allah?

Feb 14, 2025 06:00 AM - 1 bulan yang lalu 24209

Pembunuhan adalah salah satu dosa besar dalam Islam yang mempunyai akibat luas, baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat. Syariat Islam telah mengatur balasan yang tegas bagi pelaku pembunuhan, sekaligus memberikan jalan bagi mereka yang mau bertobat. Hal ini menunjukkan keseimbangan antara keadilan dan kasih sayang dalam aliran Islam.

Artikel ini bakal membahas tentang norma tobat bagi pelaku pembunuhan dalam Islam. Mulai dari kedudukan dosa pembunuhan, hak-hak mengenai dengan pembunuhan, dan norma tobat pelakunya, apakah diterima alias tidak. Dengan memahami pembahasan ini, diharapkan kita dapat mengambil pelajaran dan lebih berhati-hati dalam menjaga kewenangan dan nyawa sesama manusia.

Pembunuhan termasuk dosa besar

Pembunuhan merupakan dosa besar, yang pelakunya mendapatkan ancaman yang sangat keras dan peringatan tegas dari Allah Ta’ala. Allah berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam. Ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya balasan yang besar.” (QS. An-Nisa: 93)

Al-Hafidz Ibnu Katsir menyebut tentang tafsir ayat tersebut,

وَهَذَا تَهْدِيدٌ شَدِيدٌ وَوَعِيدٌ أَكِيدٌ لِمَنْ تَعَاطَى هَذَا الذَّنْبَ الْعَظِيمَ

“Ayat ini merupakan ancaman yang sangat keras dan peringatan tegas bagi siapa saja yang melakukan dosa besar ini.”

Kemudian, beliau melanjutkan, “Pembunuhan dalam banyak ayat Al-Qur’an disandingkan dengan kesyirikan kepada Allah, misalnya dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ

‘Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain berbareng Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah, selain dengan argumen yang benar, dan tidak berzina.’ (QS. Al-Furqan: 68)”

Hadis-hadis tentang keharaman pembunuhan juga sangat banyak. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah ﷺ bersabda,

أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ

“Perkara pertama yang bakal diadili di antara manusia pada hari hariakhir adalah mengenai darah (pembunuhan).” (HR. Bukhari no. 6864, Muslim no. 1678)

Dalam sabda lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari ‘Ubadah bin Shamit, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ مُعْنِقًا صَالِحًا مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا، فَإِذَا أَصَابَ دَمًا حَرَامًا بَلَّح

“Seorang mukmin bakal senantiasa berada dalam kelapangan kepercayaan selama dia tidak menumpahkan darah yang haram. Jika dia telah melakukannya, maka dia bakal binasa.” (HR. Abu Dawud no. 4270, disahihkan oleh Al-Albani) [1]

Seorang mukmin bakal senantiasa dalam kelapangan agamanya selama tidak menumpahkan darah yang haram

Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin mengatakan tentang sabda di atas,

“Makna “kelapangan dalam agamanya” adalah seseorang tetap berada dalam keadaan yang baik dalam beragama, mempunyai kesempatan untuk bertobat, serta tidak mengalami kesempitan dan kebinasaan dalam agama. Namun, jika seseorang menumpahkan darah yang haram, maka agamanya menjadi sempit, jiwanya menjadi gelisah, hingga akhirnya dia bisa terlepas dari kepercayaan secara keseluruhan, na’udzu billah min dzalik.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُتَعَمِّداً فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً

“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam. Ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya balasan yang besar.” (QS. An-Nisa: 93)

Dalam ayat ini, terdapat lima balasan yang sangat berat bagi pelaku pembunuhan dengan sengaja: balasannya adalah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, Allah melaknatnya, dan Allah menyiapkan balasan yang besar untuknya. Inilah akibat dari menumpahkan darah seorang mukmin dengan sengaja. Sebab, jika seseorang telah melakukan dosa besar ini, maka agamanya bakal semakin sempit hingga dia bisa terlepas darinya secara total dan menjadi penunggu neraka yang kekal di dalamnya.” [2]

Jika seseorang bertobat dari pembunuhan, apakah tobatnya diterima?

Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin melanjutkan,

“Mayoritas ustadz beranggapan bahwa tobatnya diterima, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً

يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً

وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَاباً

‘Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain berbareng Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah selain dengan argumen yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa melakukan perihal itu, niscaya dia mendapat hukuman. Akan dilipatgandakan azabnya pada hari Kiamat dan dia bakal kekal dalam balasan itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan kebaikan saleh, maka mereka itulah yang Allah terima tobatnya dengan sebenar-benarnya.’ (QS. Al-Furqan: 68-71)

Dalam ayat ini ditegaskan (nash) bahwa siapa saja yang bertobat dari membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, kemudian beragama dan beramal saleh, maka Allah bakal menerima tobatnya.

Allah juga berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

‘Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui pemisah terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53) [3]

Tiga kewenangan mengenai dengan pembunuhan

Ada tiga kewenangan yang berangkaian dengan pembunuhan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

أنّ القتل يتعلق به ثلاث حقوق: حقّ لله، وحقّ للمقتول، وحقّ للولي

“Pembunuhan berangkaian dengan tiga hak: kewenangan Allah, kewenangan korban, dan kewenangan wali korban.” [4]

Hak Allah

Adapun kewenangan Allah, maka jika seseorang bertobat dengan tulus, Allah bakal menerima tobatnya tanpa keraguan. Allah berfirman,

إِلَاّ مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِل عَمَلاً صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّل اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan kebaikan saleh, maka mereka itulah yang Allah tukar keburukan mereka dengan kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70)

Hak korban

Sedangkan kewenangan korban, maka haknya tetap ada di sisinya. Karena korban telah terbunuh, tidak mungkin haknya dikembalikan di dunia. Pertanyaannya, apakah tobat seorang pembunuh berfaedah Allah bakal menanggung kewenangan korban dan membebaskan pelakunya dari tuntutan di akhirat?

Para ustadz berbeda pendapat dalam perihal ini. Sebagian mengatakan bahwa kewenangan korban tidak gugur dengan tobat lantaran salah satu syarat tobat adalah mengembalikan kewenangan kepada pemiliknya, sedangkan kewenangan korban tidak dapat dikembalikan lantaran dia telah terbunuh. Oleh lantaran itu, kudu ada pembalasan di akhirat.

Namun, sebagian lain beranggapan bahwa berasas ayat dalam Surah Al-Furqan, jika seseorang bertobat dengan tulus, maka Allah bakal menerima tobatnya sepenuhnya. Dari kemurahan dan keadilan-Nya, jika Allah mengetahui ketulusan tobat hamba-Nya, maka Dia bakal menanggung kewenangan korban dan menyelesaikannya dengan keadilan-Nya pada hari kiamat.

Hak family korban

Hak ketiga adalah kewenangan family korban, dan ini kudu diselesaikan lantaran tetap bisa dituntaskan di dunia. Cara menyelesaikannya adalah dengan menyerahkan diri kepada family korban dan berkata, “Aku telah membunuh kerabat kalian, maka lakukanlah apa yang kalian kehendaki.”

Dalam perihal ini, family korban mempunyai empat pilihan:

Pertama: Memaafkan tanpa kompensasi.

Kedua: Menuntut qishash (hukuman setimpal).

Ketiga: Menerima diyat (ganti rugi yang ditetapkan syariat).

Keempat: Berdamai dengan jumlah yang lebih rendah alias setara dengan diyat. [5]

Ringkasan

Tobat seorang pembunuh yang disengaja tetap diterima, berasas ayat dalam Surah Al-Furqan yang secara unik membahas tentang pembunuhan, serta ayat umum dalam Surah Az-Zumar,

إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً

“Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa.” (QS. Az-Zumar: 53)

Berkaitan dengan kewenangan korban, maka Allah Ta’ala yang bakal menanggung kewenangan tersebut, dan menyelesaikannya pada hari kiamat. Wallaahu a’lam.

***

Rumdin PPIA Sragen, 20 Rajab 1446 H

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel: KincaiMedia

Referensi:

Al-Mawsūʿah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaytiyyah. Diterbitkan oleh Dar Al-Safwah Press, Mesir; cet. 2 (jilid 39–45). Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (8 Zulhijah 1431 H), sesuai nomor cetakan.

Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Syarh Riyadhus Shalihin. Riyadh: Darul Wathan, 1426 H. Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (8 Zulhijah 1431 H), sesuai nomor cetakan.

Catatan kaki:

[1] Diringkas dari Tafsir Ibnu Katsir, 2: 376.

[2] Diringkas dari Syarh Riyadhus Shalihin, 2: 534-535.

[3] Syarh Riyadhus Shalihin, 2: 535, lihat juga Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 41: 30-31.

[4] Ad-Da’ wa Ad-Dawa’, hal. 334.

[5] Lihat Syarh Riyadhus Shalihin, 2: 536-527.

Selengkapnya