Aturan Dan Hukum Berhubungan Intim Di Bulan Ramadhan Pada Malam Hari

Mar 07, 2025 09:00 PM - 1 minggu yang lalu 14195

Jakarta -

Ramadhan adalah bulan yang istimewa, Bunda. Bulan ketika umat muslim memperbanyak ibadah. Salah satunya dengan menunaikan tanggungjawab puasa. Seperti yang Bunda ketahui, saat menjalani puasa, semua hawa nafsu kudu dikendalikan, termasuk berasosiasi intim dengan suami alias istri. Lalu gimana patokan dan norma berasosiasi intim pasangan suami istri di bulan Ramadhan?

Tata langkah berasosiasi intim suami istri saat Ramadhan

Pada dasarnya tata langkah berasosiasi intim suami-istri di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan itu sama.

"Hal yang membedakan adalah di larang dilakukan di siang hari saat puasa di bulan Ramadhan. Jadi antara waktu setelah buka hingga waktu sahur boleh pilih waktu melaksanakannya," ujar Ustazah Nur Hidayani S.H., M.H, dari Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP 'Aisyiyah kepada HaiBunda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Hal yang membatalkan puasa bagi suami istri

Puasa menurut Bahasa Arab disebut as-saum alias as-siyam yang berfaedah menahan diri.

Rasulullah SAW bersabda:


عَنِ ابْنِ عُمَرََقالَ سَمِ ْعتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َيقُوْلُ : اِذَاَاقْبَلَ اللَّيْلُ وََادْبَرَا لنَّ َهارُ َوغَاَب ِت الشَّمْسُ فَقَدْ َافْطَرَ الصَّاِئمُ ( رواه البخارى و مسلم)

Dari Ibnu Umar. Ia Berkata, "Saya telah mendengar Nabi besar SAW bersabda, 'Apabila malam datang, siang lenyap, dan mentari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang berpuasa'." (HR.Bhukori dan Muslim)


Menurut fatwa yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, hubungan suami-istri yang melibatkan hubungan intim di siang hari saat berpuasa Ramadhan dapat mengakibatkan pembatalan puasa.

"Hal ini berasas pada prinsip dasar bahwa puasa adalah tanggungjawab menjauhi makan, minum, dan kegiatan seksual selama periode siang hari. Konsekuensi atas pelanggaran ini adalah adanya tanggungjawab mengganti puasa yang batal di luar bulan Ramadhan," tutur Ustazah Nur Hidayani.

Selain itu, perseorangan yang melakukan pelanggaran tersebut juga dikenai kifarah, yang dapat diwujudkan melalui tiga pilihan. Pertama, memerdekakan seorang budak jika dimungkinkan.

Kedua, jika tidak bisa memerdekakan budak, pelaku diwajibkan untuk berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dan ketiga, jika keduanya tidak dapat dilakukan, maka diharuskan memberi makan 60 orang miskin, dengan setiap orang menerima satu mud makanan pokok.

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW:

"Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) dia berkata: Ketika kami sedang duduk di hadapan Nabi saw, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, lampau berkata: Hai Rasulullah, celakalah aku. Beliau berkata: Apa yang menimpamu? Ia berkata: Aku mengumpuli istriku di bulan Ramadhan sedang saya berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah SAW: Apakah engkau dapat menemukan budak yang engkau merdekakan? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah Anda berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Mampukah engkau memberi makan enam puluh orang miskin? Ia menjawab: Tidak. Abu Hurairah berkata: Orang itu berdiam di hadapan Nabi SAW. Ketika kami dalam situasi yang demikian, ada seseorang yang memberikan sekeranjang kurma (keranjang adalah takaran), Nabi SAW bertanya: Di mana orang yang bertanya tadi? Orang itu menyahut: Aku (di sini). Maka bersabdalah beliau: Ambillah ini dan sedekahkanlah. Ia berkata: Apakah saya sedekahkan kepada orang yang lebih miskin daripada aku, hai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada di antara kedua benteng-kedua bukit hitam kota Madinah ini family yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka tertawalah Rasulullah SAW hingga nampak gigi taringnya, kemudian bersabda: Berikanlah makanan itu kepada keluargamu." [HR. al-Bukhari].

Hukum bermesraan dengan pasangan di siang hari saat bulan puasa

Bermesraan dengan suami alias istri di bulan puasa diperbolehkan, Bunda. Dalam perihal ini mencakup perilaku mencium, mencumbu, maupun memeluk.

Majelis Tarjih Muhammadiyah telah membahas norma mencium istri ketika puasa di dalam kitab Tanya Jawab Agama Jilid 1 laman 108 dan kitab Tanya Jawab Agama Jilid 3halaman 150.

Menjawab persoalan ini, Majelis Tarjih Muhammadiyah mengambil sabda yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau mengatakan:


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ


"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium dan mencumbu (istri-istri beliau) padahal beliau sedang berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling bisa mengendalikan nafsunya dibandingkan kalian." (HR Bukhari No. 1927 dan Muslim No. 1106)

Juga berasas sabda dari Ummu Salamah:


عَنْ أُمِّ سَلَمَة : { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم كَانَ يُقَبِّلُها وَهُوَ صَائِمٌ } . متفق عليه

"Dari Ummu Salamah: bahwa Nabi SAW pernah menciumnya, padahal beliau berpuasa" (HR Bukhari dan Muslim).

Atas dasar sabda di atas maka Majelis Tarjih menilai bahwa mencium istri di saat puasa tidak membatalkan puasa.
Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada hadits pertama telah disebutkan pernyataan Aisyah yang seakan menjadi peringatan bagi umat Islam, ialah kalimat 'وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ' (dan beliau adalah orang yang paling bisa mengendalikan nafsunya dibandingkan kalian).

"Seakan-akan Aisyah mau menyampaikan bahwa keahlian Nabi Muhammad SAW dalam mengendalikan nafsunya itulah yang membikin beliau melakukan perihal demikian meskipun di bulan puasa," ungkap Ustazah Nur Hidayani.

Artinya tidak semua orang mempunyai keahlian seperti Nabi Muhammad SAW dalam mengendalikan nafsunya.
Hal ini diperkuat dengan sabda sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan:


أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُبَاشَرَةِ لِلصَّائِمِ فَرَخَّصَ لَهُ وَأَتَاهُ آخَرُ فَسَأَلَهُ فَنَهَاهُ فَإِذَا الَّذِي رَخَّصَ لَهُ شَيْخٌ وَالَّذِي نَهَاهُ شَابٌّ


"Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai cumbuan orang yang berpuasa, lampau beliau memberikan keringanan kepadanya. Dan ada orang lain datang kepada beliau dan bertanya mengenai perihal yang sama, lampau beliau melarangnya. Ternyata orang yang beliau beri keringanan adalah orang yang sudah tua, sedangkan orang yang beliau larang adalah orang yang tetap muda." (HR Abu Daud no. 2387 dan Ahmad no. 24631. Al-Albani berkata, "Hadits hasan shahih.")

Waktu terbaik berasosiasi seks di bulan Ramadhan

Ustazah Nur Hidayani mengungkapkan, melakukan hubungan suami-istri di bulan Ramadhan boleh kapan saja selama di malam hari sejak lenyap buka hingga waktu sahur sebelum azan subuh.

Hukum berasosiasi suami istri pada malam hari di bulan Ramadhan

Lebih lanjut suami istri diperbolehkan berasosiasi pada malam hari di bulan Ramadhan.

Allah SWT berfirman:

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ ۝١٨٧


Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah busana bagimu dan Anda adalah busana bagi mereka. Allah mengetahui bahwa Anda tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, ialah fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika Anda (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah Anda mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa. (QS Al-Baqarah : 187).

Doa berasosiasi intim dalam Islam

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berbicara bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


« لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ فَقَالَ بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا . فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا

"Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) mau berasosiasi intim dengan istrinya, lampau dia membaca do'a: [Bismillah Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa], "Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami", kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak bakal bisa mencelakakan anak tersebut selamanya" (HR. Bukhari no. 6388 dan Muslim no. 1434).

Tips berasosiasi intim suami-istri saat bulan Puasa Ramadhan

Berhubungan intim suami-istri di siang bulan Ramadhan memang dilarang lantaran membatalkan puasa. 

"Adapun Allah Maha Bijaksana dan memahami gejolak nafsu hambaNya maka di malam hari diperbolehkan melakukannya," tutur Ustazah Nur Hidayani. 

Waktu mandi junub setelah berasosiasi seks di bulan Ramadhan

Di antara Hadits-hadits Rasulullah saw adalah:


قَدْ كانَ رَسولُ اللهِ ﷺ يُدْرِكُهُ الفَجْرُ في رَمَضانَ وهو جُنُبٌ، مِن غيرِ حُلُمٍ، فَيَغْتَسِلُ ويَصُومُ


Artinya: "Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW pernah memasuki waktu fajar, padahal dia dalam keadaan junub lantaran berbaur dengan istrinya, kemudian dia mandi (mandi janabah) dan melanjutkan puasa." (HR. Al-Bukhari dari 'Aisyah).

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari 'Aisyah istri Rasulullah SAW. Hadits ini menegaskan bahwa pada suatu ketika di bulan Ramadhan Rasulullah saw pernah junub sampai melewati terbit, ialah sampai masuk waktu puasa dan setelah terbit fajar itu barulah Rasulullah saw mandi janabah. Menurut Hadits ini mandi janabah (mandi wajib) boleh dilakukan setelah terbit fajar dan puasanya tetap sah.

Hadits yang mengandung pengertian yang sama, namun dengan redaksi yang sedikit berbeda diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Siti 'Aisyah r.a. mengatakan.

أنّ رسولَ اللهِ ﷺ كان يُدرِكُه الفجرُ وهو جُنبٌ مِن أهلِه ثمَّ يغتسِلُ ويصومُ

Artinya: "Sungguh Rasulullah saw pernah memasuki waktu fajar di bulan Ramadhan sedang dia dalam keadaan junub bukan lantaran mimpi, maka mandilah dia dan kemudian berpuasa (melanjutkan puasanya)." (HR. Muslim dan 'Aisyah).

"Jelaslah, bahwa penyelenggaraan mandi wajib (mandi janabah) bagi orang yang bakal menunaikan ibadah puasa boleh dilakukan setelah masuk waktu puasa alias setelah terbit fajar dan puasanya tetap sah," kata Ustazah Nur Hidayani

Lebih lanjut dia mengungkapkan, isihadits ini pun sesuai dengan pengertian yang diperoleh dari ayat al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 187, secara isyarah (isyarah an-nashsh):

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤئِكُمْ

Artinya: "Dihalalkan bagi Anda pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu...." (QS. al-Baqarah 2: 187)

"Kalau dipahami ibaratnya ('ibarah an-nashsh) ayat ini memberi pengertian tentang kebolehan kita mencampuri istri di malam hari, ialah sejak terbenam mentari hingga terbit fajar. Sedang jika dipahami isyaratnya (isyarahan-nashsh), ayat ini memberikan petunjuk kepada kita tentang kebolehan sampai pagi dalam keadaan junub," ujar Ustazah Nur Hidayani. 

Menurutnya, perihal ini mudah dipahami karena jika mencampuri istri boleh sampai terbit fajar, maka sudah tentu bagus memasuki waktu fajar kita tetap dalam keadaan junub dan barulah setelah itu kita bersuci dengan mandi janabah.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(som/som)

Selengkapnya