Australia Bakal Larang Medsos Untuk Anak Di Bawah 16 Tahun

Nov 29, 2024 05:56 PM - 1 minggu yang lalu 9950

KincaiMedia, Jakarta – Pemerintah Australia baru saja meloloskan RUU yang berisi larangan anak-anak di bawah usia 16 tahun menggunakan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, Snapchat, dan X (sebelumnya Twitter).

Langkah ini menciptakan obrolan luas, baik di kalangan pendukung maupun kritikus. Undang-undang tersebut, yang baru bakal bertindak setelah masa transisi 12 bulan, dirancang untuk melindungi generasi muda dari akibat negatif media sosial.

RUU tersebut telah disetujui oleh Senat dengan perolehan bunyi 34 berbanding 19 dan sebelumnya lolos di DPR dengan bunyi kebanyakan 102-13. Setelah amandemen terakhir disetujui, Australia bakal menjadi negara dengan pemisah usia minimum tertinggi untuk akses media sosial, melampaui langkah serupa yang sedang dipertimbangkan oleh negara lain seperti Prancis dan Norwegia.

BACA JUGA:

  • Kanada Minta TikTok Hentikan Operasi Demi Keamanan
  • Turki Blokir Instagram, Diduga Terkait Konten Hamas

Meski patokan ini mencakup media sosial terkenal seperti TikTok, Instagram, dan Snapchat, pemerintah Australia belum memberikan daftar komplit platform mana saja yang bakal terpengaruh. Penentuan platform bakal ditetapkan oleh Komisioner Keamanan Elektronik, dengan konsentrasi pada jasa yang berpotensi membahayakan remaja.

Namun, beberapa jasa seperti aplikasi pendidikan, kesehatan, pengiriman pesan, dan game seperti Roblox dan Fortnite dikecualikan dari larangan ini. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi utama izin adalah platform sosial dengan hubungan publik yang luas.

Perusahaan media sosial yang melanggar patokan baru ini menghadapi denda hingga AUD 49,5 juta (sekitar Rp500 miliar). Salah satu tantangan utama adalah penerapan teknologi verifikasi usia yang efektif. Pemerintah telah menegaskan bahwa platform tidak boleh meminta arsip pribadi, seperti paspor alias SIM, untuk memverifikasi usia pengguna.

Meski demikian, sejumlah pihak meragukan keefektifan sistem verifikasi usia tanpa sistem yang invasif. Ada kekhawatiran bahwa anak-anak mungkin dengan mudah menghindari batas menggunakan teknologi seperti VPN alias akun palsu, yang membikin undang-undang ini susah ditegakkan secara praktis.

Pendukung kebijakan ini menyatakan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk melindungi anak-anak dari konten berbahaya, cyberbullying, dan kecanduan media sosial. Banyak penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang tidak terkendali dapat memengaruhi kesehatan mental anak muda.

Namun, para kritikus menyoroti sisi positif media sosial, terutama untuk anak-anak di daerah pedesaan alias mereka yang mencari support emosional. Platform ini dapat menjadi sarana krusial untuk menjalin hubungan sosial dan menemukan sumber daya yang relevan.

Selain itu, para pengamat juga cemas tentang akibat kebijakan ini terhadap privasi pengguna dan potensi pelanggaran kebebasan berekspresi.

Langkah Australia ini mengikuti tren dunia dalam mengatur akses media sosial untuk anak-anak. Prancis, misalnya, sedang mengusulkan undang-undang yang melarang anak-anak di bawah usia 15 tahun mengakses media sosial tanpa izin orang tua. Di sisi lain, Norwegia dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti Utah, juga sedang mempertimbangkan kebijakan serupa.

Meski demikian, penerapan kebijakan seperti ini sering kali menemui hambatan hukum. Contohnya, di Utah, undang-undang serupa sempat diblokir oleh pengadil sebelum diberlakukan.

Dengan adanya larangan anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial, Australia berupaya menjadi pelopor dalam melindungi generasi muda dari akibat jelek bumi digital. Namun, efektivitas kebijakan ini tetap menjadi tanda tanya besar, terutama dengan tantangan teknis dan sosial yang ada.

BACA JUGA:

  • Kenapa Twitter Tidak Bisa Play Video? Ini Solusinya
  • iBooming: Media Sosial Jadi Platform yang Efektif untuk Promosi

Akankah kebijakan ini sukses menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat, alias justru memicu kontroversi lebih lanjut? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Satu perihal yang pasti, langkah ini bakal menjadi perihal preseden bagi negara lain dalam menghadapi tantangan era digital.

Selengkapnya