Musik Beabadoobee selalu terdengar seperti mesin waktu ke awal tahun 2000an, menggabungkan nostalgia dengan sentuhan modern. Pada album debutnya, “Fake It Flowers”, Bea mengadaptasi daya ala Alanis Morissette, sementara “Beatopia” adalah bumi khayalan yang playful, terinspirasi dari kenangan masa mini Kristi.
Kini pada “This Is How Tomorrow Moves”, Kristi masuk ke ruangan yang lebih individual dalam alunan musik akustik, mengadaptasi folk-pop berbareng Rick Rubin dalam produksi. Tema kali ini menghasilkan album yang lebih lembut dan reflektif. Mengganti euforia semangat muda ala Bea menjadi melodi yang lebih tenang menuju pendewasa.
Ini membuktikan bahwa Beabadoobee terus berkembang sembari mempertahankan pesona khasnya di tengah-tengah kebangkitan soloist wanita di industri musik internasional saat ini.
Jika “Beatopia” adalah sisi kekanakan, “This Is How Tomorrow Moves” adalah sisi wanita dewasa dalam Kristi. Banyak perihal telah terjadi sejak dia mulai merilis musik pada 2017 di usia 17 tahun. Kini sang musisi adalah wanita 24 tahun, perspektifnya telah berubah dan terdengar dalam musiknya.
Telah merilis dua album, tampil di beragam pagelaran dan panggung internasional, bekerja-sama dengan banyak musisi lintas genre, telah memberikan ragam musik dalam tracklist “This Is How Tomorrow Moves”. Lagu-lagu seperti “Take A Bite”, “One Time” dan “Post” tetap memperdengarkan aliran pengganti rock 90an ala Beabadoobee. Namun tracklist album ini lebih beragam tanpa spesifik aliran kental seperti pada kedua album sebelumnya.
Sementara lagu-lagu seperti “Tie My Shoes” dan “Girl Song” dialuni oleh musik akustik gitar dan piano. Memperdengarkan kedalaman dari musik Bea yang rupanya lebih dari sekadar bass dan distorsi gitar. Dalam lagu-lagu ini, kita bakal mendengarkan beragam aplikasi instrument yang tidak kita duga dari Bea, terutama pada “Tie My Shoes” dan “Ever Seen” yang kental dengan nuansa pop-folk.
Gitar akustik menjadi instrumen yang paling menonjol. Bahkan tanpa distorsi, Beabadoobee menunjukan kelihaiannya dalam meracik komposisi gitar yang variative dan melampui steriotipnya selama ini. Pada “This Is How It Went”, petikan gitar akustik ala waltz dilantukan. Sementara dalam “Real Man” nuansa dark jazz, baroque pop yang cukup mengejutkan dalam tracklist.
Best Tracks:
“Take A Bite” menjadi salah satu lagu terbaik dalam album ini lantaran ekspektasi. Terutama bagi fans Beabadoobee, rilisan seperti “Take A Bite” ‘lah yang selalu kita kita rindukan dari sang musisi. Dengan tone-nya yang lebih lembut dan melankolis, juga menjadi lagu yang tetap kohesif sebagai pembuka dari album ini.
Take A Bite” merupakan lagu yang mengungkap style hidup tak sehat dengan merasa nyaman dalam lingkungan familiar, sekalipun penuh kekacauan. Tidak untuk menjustifikasi, namun sebagai medium bagi Kristi untuk menyadari situasinya.
“Real Man” juga menjadi lagu terbaik lantaran komposisinya yang cukup mengejutkan dalam tracklist album ini. Terutama lantaran komponen baroque pop-nya. Lagu ini merupakan kekecewaan Bea pada kekasihnya yang tidak dewasa dan tidak becus. Namun dia menyalahkan kekurangan pada kepribadian yang jauh dari ‘pria sejati’ dengan menyalahkan orang-orang yang tidak membesarkannya dengan becus.
Berbeda dengan “Fake It Flowers” dan “Beatopia” yang sangat konseptual, “This Is How Tomorrow Moves” adalah segala emosi yang mau diungkapkan oleh Kristi. Dalam album ini dia menyelam ke dalam realisasi diri dan perjuangan selama bertumbuh.
Dengan lirik-lirik yang dia tulis pasca putus cinta, mengalami perubahan dalam beragam aspek selagi karir musiknya semakin berkembang, dirinya menjadi sorotan publik. Album ini menjadi medium bagi Kristi untuk memahami pikiran dan perasaannya sendiri.
“This Is How Tomorrow Moves” bisa jadi bukan album paling komersial dan lantang dari Beabadoobee, namun memuat emosi yang individual dan tak hanya kedewasaan secara personal, namun juga dalam menciptakan musik.