Berdakwah Di 'kampung Maling'

Mar 26, 2025 02:01 PM - 3 minggu yang lalu 30707

KincaiMedia, JAKARTA -- KH Raden Syamsul Arifin merupakan seorang ustadz besar dalam sejarah Indonesia. Khususnya bagi penduduk Nahdliyin, dia dikenang sebagai pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, Jawa Timur. Kelak, putranya yang berjulukan Raden As'ad menjadi salah satu wasilah pendirian jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU).

Lahir dengan nama Ibrahim pada tahun 1841 M, secara nasab KH R Syamsul Arifin masih keturunan Wali Songo. Seperti dijelaskan dalam kitab KHR As’ad Syamsul Arifin: Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Ibrahim namalain Raden Syamsul Arifin tumbuh besar dalam lingkungan santri, khususnya di Pesantren Kembang Kuning di Desa Lancar, Pamekasan, Madura.

Saat berumur 12 tahun, Syamsul Arifin belajar di Ponpes Sidogiri, Jawa Timur. Di sana, kecerdasannya tampak menonjol. Bahkan, dalam beberapa bulan dia sudah diizinkan untuk menjadi asisten ustaz.

Dari Sidogiri, Syamsul Arifin meneruskan pendidikan ke Ponpes Langitan, Tuban. Setelah itu, dia kembali ke Madura untuk menuntut pengetahuan pada Kiai Kholil di Bangkalan. Seiring waktu, dia kian dekat dengan ustadz karismatik berjulukan "syaikona" itu.

Berdakwah di sarang maksiat

Setelah menjadi santri Syaikhona Kholil Bangkalan, Kiai Syamsul Arifin pulang ke kampung halaman. Ia telah meneguhkan tekad untuk menekuni jalan dakwah Islam.

Sampailah dia di sebuah daerah di Madura. Kiai Syamsul Arifin mendapati kondisi masyarakat setempat yang berprasangka terhadap pesantren.

Bahkan, masyarakat lokal lebih berkawan pada perbuatan-perbuatan maksiat, alih-alih dakwah kepercayaan Islam. Mereka banget permisif pada beragam penyakit sosial, seperti perjudian, sabung ayam, dan mabuk-mabukan. Konon, itulah yang menyebabkan desa ini masyhur dijuluki sebagai "kampung maling."

Sebagai seorang dai, Kiai Syamsul Arifin merasa terbebani dosa jika dia ikut membiarkan maksiat merajalela. Akhirnya, alumnus Pesantren Bangkalan ini pun terjun langsung ke tengah masyarakat desa itu untuk berdakwah.

Selengkapnya