Candaan Yang Melampaui Batas Syariat

Feb 03, 2025 12:00 PM - 2 minggu yang lalu 16488

Tanpa disadari, lisan yang tidak terjaga sering kali menjadi perangkat untuk merendahkan martabat sesama. Mengolok-olok dapat merusak ukhuwah Islamiyah yang menjadi fondasi masyarakat Islam.

Namun, sungguh seringnya kita mengabaikan nilai-nilai ini dengan argumen bercanda. Padahal, candaan yang melukai hati orang lain tidak hanya meruntuhkan kehormatan dirinya, tetapi juga mencerminkan adab jelek pelakunya. Inilah saatnya kita mengevaluasi diri: sudahkah kita menggunakan lisan untuk kebaikan, alias justru sebaliknya?

Larangan mengolok-olok

Allah Ta’ala berfirman,

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)…” (QS. Al-Hujurat: 11).

Donasi Website KincaiMedia

Kadangkala, kita menganggap remeh dosa tertentu, seperti berbual dengan langkah merendahkan orang lain. Alasannya sering kali sederhana: untuk memancing tawa alias menghidupkan suasana. Namun, berbual yang mencederai nilai diri orang lain tidak pernah dibenarkan dalam Islam, apalagi jika dilakukan di hadapan banyak orang. Candaan semacam ini, meski tidak termasuk dosa besar, tetap merupakan pelanggaran serius terhadap aliran agama.

Merendahkan martabat orang lain, baik melalui olokan, celaan, maupun gelar buruk, adalah gambaran adab yang tercela. Apapun niat alias motifnya, tindakan ini bertentangan dengan prinsip kasih sayang yang diajarkan Islam. Sungguh, Islam sangat menghargai kehormatan individu, hingga menjadikan larangan ini sebagai bagian dari hukum yang tidak boleh diabaikan.

Sebagai seorang muslim, menjaga lisan adalah tanggung jawab besar. Lebih dari itu, perilaku kita adalah gambaran keelokan Islam. Maka, jauhilah candaan yang menyakiti hati orang lain, dan gantilah dengan kata-kata yang membawa kebaikan serta mendekatkan hati kepada Allah

Baca juga: Mengucapkan Cerai Kepada Istri Dengan Maksud Bercanda

Bagaimanakah Rasulullah bercanda?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barangsiapa yang beragama kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbicara baik alias hendaklah dia diam.” (HR. Bukhari no. 6018; Muslim no.47)

Perkataan yang tidak membawa faedah alias apalagi menyakiti orang lain sebaiknya ditahan, lantaran setiap kata yang terucap bakal dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Akhlak mulia dalam berbincang adalah gambaran keagamaan yang kokoh.

Anas radhiyallahu ‘anhu menceritakan salah satu corak banyolan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbicara kepadanya,

!يَا ذَا الأُذُنَيْنِ 

“Wahai, pemilik dua telinga!” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi).

Candaan ini sederhana, ringan, dan tidak menyinggung perasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa berbual bisa menjadi sarana mendekatkan hati tanpa perlu melukai alias meremehkan.

Riwayat-riwayat lain juga menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menjaga kehormatan orang yang diajak bercanda. Beliau berbual dengan penuh kelembutan, tanpa kebohongan, dan tetap menjaga etika serta martabat musuh bicaranya. Hal ini menjadi teladan bagi umat Islam untuk tidak melampaui pemisah dalam berbual sebagai corak ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Candaan yang melecehkan alias merendahkan hanya bakal melukai hati orang lain dan mencoreng gambaran Islam. Oleh lantaran itu, mari berhati-hati dalam berbicara dan menjadikan adab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai standar dalam berinteraksi dengan sesama

Akibat dari mengolok-olok orang lain

Mengolok-olok dapat menyebabkan kerusakan hubungan sosial dan spiritual. Setiap muslim mempunyai tanggung jawab moral untuk menjaga kehormatan satu sama lain, bukan justru mencederainya melalui kata-kata alias tindakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ

“Seorang muslim adalah kerabat untuk muslim lainnya. Karenanya, dia tidak boleh melakukan zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain.” (HR. Muslim no. 2564)

Perbuatan mengolok-olok adalah corak penghinaan yang bisa memicu kebencian dan permusuhan di tengah masyarakat. Orang yang menjadi korban olok-olok mungkin merasa direndahkan, kehilangan nilai diri, apalagi terasing dari lingkungannya. Tindakan ini juga rawan bagi pelakunya, lantaran mencerminkan kurangnya kesadaran bakal prinsip persaudaraan Islam.

Mengolok-olok berfaedah menyalahi prinsip dasar ukhuwah Islamiyah, yang semestinya mengajarkan kasih sayang dan saling menghormati. Orang yang terus memupuk kebiasaan jelek ini, dikhawatirkan bisa terjerumus dalam sifat zalim, apalagi tanpa disadarinya.

Oleh karenanya, saudaraku, pahamilah bahwa setiap kata yang keluar dari lisan kita mempunyai dampak. Daripada mengolok-olok yang merusak hubungan dan mendatangkan murka Allah, lebih baik kita menggunakan lisan untuk mendoakan, memotivasi, alias memberikan nasihat yang membangun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan dalam menunjukkan kasih sayang kepada sesama, dan kita dituntut untuk meniru beliau agar hubungan sosial dan spiritual kita tetap harmonis.

Wallahu a’lam.

Baca juga: Bercanda yang Berpahala

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel KincaiMedia

Selengkapnya