Ceo Anthropic Peringatkan Risiko Spionase Ai Semakin Berbahaya

Telset.di, Jakarta – Artificial Intelligence (AI) telah menjadi fondasi utama industri teknologi saat ini dan di masa depan. Perkembangan AI yang pesat memungkinkan pencapaian luar biasa dalam waktu singkat, sesuatu yang sebelumnya memerlukan waktu bertahun-tahun dengan metode konvensional.

Namun, kemajuan bakal teknologi AI ini juga dapat memberikan akibat negatif, salah satunya adalah meningkatkan akibat kebocoran info rahasia, terutama dalam konteks persaingan global.

Dario Amodei, CEO Anthropic, mengeluarkan peringatan serius mengenai akibat spionase di industri AI. Ia menyatakan bahwa mata-mata, khususnya dari China, berupaya mencuri rahasia teknologi AI milik Amerika Serikat (AS).

BACA JUGA:

• Dua Satelit Rusia Intai Satelit Mata-mata AS
• Drone “Hantu” untuk Spionase dan Serangan Tempur, Mirip Terminator

Menurutnya, rahasia algoritma AI dapat berbobot ratusan juta dolar, meskipun hanya terdiri dari beberapa baris kode. Jika info ini jatuh ke tangan yang salah, dampaknya bisa signifikan, baik dalam persaingan industri maupun keamanan nasional.

Spionase di Industri Teknologi: Bukan Hal Baru, Tapi Lebih Berbahaya di Era AI
Spionase korporasi bukanlah perihal baru dalam bumi teknologi. Selama beberapa dekade, perusahaan teknologi telah menghadapi beragam corak pencurian informasi. Namun, menurut Amodei, akibat menjadi lebih besar ketika menyangkut pengembangan kepintaran buatan.

Tidak seperti industri lainnya, AI mempunyai aplikasi luas yang mencakup sektor komersial hingga militer. Teknologi AI tidak hanya digunakan dalam asisten virtual alias kajian data, tetapi juga dalam sistem pertahanan, pengawasan, hingga strategi perang siber. Jika rahasia pengembangan AI jatuh ke tangan negara asing, AS bisa kehilangan kelebihan strategisnya.

Saat berbincang di kegiatan Council on Foreign Relations, Amodei menekankan bahwa China mempunyai sejarah panjang dalam melakukan spionase industri berskala besar. Hal ini semakin mengkhawatirkan lantaran AI tidak hanya soal perangkat keras, tetapi juga perangkat lunak berbasis algoritma yang mudah disalin jika kode sumbernya bocor.

“Banyak dari rahasia algoritma ini berbobot ratusan juta dolar, tetapi hanya terdiri dari beberapa baris kode. Saya percaya ada pihak yang berupaya mencurinya, dan mungkin mereka sudah berhasil,” ujar Amodei.

Untuk mengatasi ancaman ini, Amodei mendorong pemerintah AS untuk terlibat lebih aktif dalam melindungi perusahaan AI dari upaya spionase. Ia menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan perusahaan AI guna mengamankan infrastruktur, data, serta teknologi yang sedang dikembangkan.

Sebagai langkah konkret, Anthropic telah mengusulkan serangkaian rekomendasi kepada White House’s Office of Science and Technology Policy (OSTP). Dalam rekomendasi ini, mereka meminta badan intelijen AS untuk membantu perusahaan AI dalam melindungi pengembangan teknologi dari negara asing.

Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa teknologi AI yang dikembangkan di AS dapat dimanfaatkan untuk kepentingan militer oleh negara lain. Jika AI canggih AS jatuh ke tangan China, ada kemungkinan penggunaannya dalam strategi pertahanan dan peperangan berbasis AI.

Meski Amodei menekankan perlunya membatasi akses China terhadap teknologi AI AS, ada pihak yang beranggapan sebaliknya. Beberapa mahir menyarankan agar AS bekerja sama dengan China dalam pengembangan AI alih-alih membatasi.

Pendekatan kolaboratif ini bermaksud untuk menghindari perlombaan AI yang tidak terkendali, yang berisiko meningkatkan ketegangan geopolitik dan mempercepat pengembangan AI yang tidak etis. Di sisi lain, jika AS memilih jalur restriksi, China bisa semakin garang dalam mengembangkan AI secara independen alias melalui cara-cara tidak resmi, seperti spionase teknologi.

Namun, bagi Amodei dan sejumlah pemimpin industri AI lainnya, pembatasan tetap menjadi langkah yang lebih aman. Mereka menilai bahwa mempertahankan kelebihan teknologi AS dan mencegah kebocoran info merupakan prioritas utama, terutama dalam lingkungan dunia yang semakin kompetitif.

BACA JUGA:

• Jadi Korban Deepfake AI, Scarlett Johansson Desak Regulasi AS
• AS Berencana Larang DeepSeek di Perangkat Pemerintah

Persaingan dalam industri AI sekarang bukan hanya sekadar tentang penemuan teknologi, tetapi juga menyangkut keamanan nasional dan geopolitik. Klaim CEO Anthropic bahwa mata-mata China berupaya mencuri rahasia AI AS menambah ketegangan antara kedua negara dalam sektor teknologi.

Meski belum ada bukti konkret yang dipublikasikan, peringatan ini menjadi pengingat bahwa industri AI semakin menjadi sasaran utama dalam persaingan global. Apakah pemerintah AS bakal mengambil langkah yang lebih ketat untuk melindungi pengembangan AI? Ataukah mereka bakal mempertimbangkan pendekatan kolaboratif dengan China?

Satu perihal yang pasti, masa depan industri AI bakal semakin menarik untuk diikuti.