Jakarta -
Setiap orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk sampai usia remaja. Namun dalam upaya mencapai perihal tersebut, sering kali orang tua terjebak dalam pola asuh keliru, yang bisa berakibat jelek bagi perkembangan anak. Seperti apa saja ciri-ciri orang tua yang bakal mempunyai hubungan tidak sehat dengan anak remajanya?
Dikutip dari Huffington Post, krusial untuk orang tua pahami tentang istilah gradual release. Menurut Psikolog Meredith Sjoberg, ini adalah frasa yang digunakan para master dan psikolog untuk menggambarkan langkah-langkah mini yang diambil orang tua dalam melepas dan menumbuhkan kemandirian anak-anak remaja.
Namun seringnya yang terjadi justru penerapan helicopter parenting, di mana orang tua terlalu terlibat dalam setiap aspek kehidupan anak, termasuk keputusan-keputusan yang semestinya bisa mereka ambil sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Youth, ditemukan bahwa pola asuh helikopter selama masa remaja dan dewasa awal dapat menghilangkan waktu belajar bagi anak.
"Padahal ini merupakan kesempatan krusial bagi anak-anak untuk terlibat dalam perilaku dan masa transisi menuju kedewasaan," demikian konklusi para peneliti dalam studi tersebut.
Ciri-ciri pola asuh orang tua yang tak sehat pada anak remaja
Lalu seperti apa saja ciri-ciri pola asuh orang tua terhadap anak remaja, yang berpotensi memberikan akibat jelek di kemudian hari? Berikut tanda-tanda seperti dikutip dari beragam sumber:
1. Selalu mengingatkan anak tentang tenggat waktu
Memasuki usia remaja, anak semestinya mulai belajar untuk mengelola waktu dengan baik. Mereka bisa menggunakan perangkat bantu seperti agenda alias aplikasi almanak untuk mengingatkan tentang deadline alias tenggat waktu.
Orang tua yang terlalu sering mengingatkan anak tentang tenggat waktu sebenarnya justru menghalangi mereka untuk merasakan akibat dari kesalahan. Hal ini berujung pada halangan perkembangan kemandirian dan mengelola tanggung jawab.
Meskipun terkadang orang tua merasa kudu membantu, Psikolog Crystal Sandiford mengingatkan bahwa ini tak sepenuhnya diperlukan.
"Anak yang terlihat kesulitan soal mengatur waktu di rumah, sering kali dapat menyelesaikan tugas tepat waktu di sekolah tanpa support orang tua. Ini menunjukkan bahwa orang tua kadang-kadang terlalu terbiasa mengingatkan anak, sehingga menghalangi mereka untuk belajar dari pengalaman dan memperbaiki diri," ungkap Sandiford.
2. Berkomunikasi atas nama anak dengan guru
Biasanya orang tua mau memastikan anak mendapatkan hasil terbaik di sekolah alias dalam hubungan sosial. Namun jika orang tua terlibat secara berlebihan dalam komunikasi dengan pembimbing alias orang dewasa lainnya, ini justru membikin anak jadi ketergantungan dan tidak mandiri.
Hal tersebut juga menunjukkan kurangnya kepercayaan orang tua pada keahlian anak untuk mengambil keputusan sendiri. Anak-anak remaja semestinya mulai belajar untuk mengelola urusan mereka sendiri dengan pengarahan yang minimal dari orang tua.
3. Segera menyelesaikan masalah anak
Ilustrasi/Foto: Getty Images/1shot Production
Orang tua sering kali merasa cemas dan resah saat memandang anak terlibat dalam masalah. Terlebih jika setelah diamati, masalah tersebut bisa dengan mudah diselesaikan oleh orang tua.
Dalam kitab How to Raise an Adult, Julie Lythcott-Haims menceritakan tentang seorang mahasiswa yang menghubungi ibundanya untuk meminta support lantaran tidak tahu gimana langkah membawa kotak-kotak besar ke kamarnya di asrama.
Alih-alih membiarkan anaknya mencari solusi, sang Bunda langsung menghubungi petugas pondok untuk mengurusnya.
Padahal jika ibundanya tersebut memberi kesempatan kepada anaknya untuk mengatasi masalah itu sendiri, dia bakal belajar keahlian komunikasi dan pemecahan masalah yang sangat krusial dalam kehidupan dewasa kelak.
"Membiarkan anak menyelesaikan masalah secara berdikari justru membantu mereka menjadi lebih percaya diri dan siap menghadapi tantangan kehidupan," pesan Psikolog Meredith Sjoberg.
4. Terlalu ikut kombinasi dalam tugas akademik anak
Pada usia yang lebih muda, misalnya di jenjang TK alias SD, wajar jika orang tua terlibat dalam membantu anak-anak dengan pekerjaan rumah alias memandu mereka dalam memilih kegiatan akademik.
Namun saat anak sudah beranjak remaja, orang tua semestinya mulai memberikan mereka lebih banyak kebebasan dalam membikin keputusan mengenai pendidikan.
Bukannya langsung mencarikan solusi tentang topik alias tugas secara detail, orang tua dapat mengarahkan anak untuk mencari support dari teman, guru, alias pusat pengarahan di sekolah.
Terlibat dalam pilihan akademik anak secara berlebihan, baik dalam memilih mata pelajaran alias topik tugas, bisa membikin anak merasa bahwa mereka tidak bisa membikin keputusan sendiri.
5. Kurang mendisiplinkan anak sejak dini
Menurut Psikoterapis Sharron Frederick, anak-anak yang kurang alias tidak dibiasakan untuk disiplin rentan tumbuh dengan tidak memahami batasan.
"Anak-anak memandang dari orang tua untuk menentukan batasan-batasan yang ada dan akibat yang dapat terjadi jika melanggar batasan-batasan tersebut," ungkap Frederick, seperti dikutip dari Healthline.
Meskipun niat orang tua umumnya baik dalam membantu anak, keterlibatan yang berlebihan dapat menghalang perkembangan kemandirian anak.
Dalam jangka panjang, perihal ini apalagi dapat menghalang proses belajar anak untuk jadi perseorangan handal dan siap menghadapi tantangan kehidupan dewasa.
Jadi, pastikan Bunda memberikan ruang bagi anak remaja untuk membikin keputusan, belajar dari kesalahan, dan mengelola tanggung jawab sendiri. Dengan begitu, Bunda dapat menciptakan hubungan yang lebih sehat dan mendukung perkembangan anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang berdikari dan percaya diri.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)