Di Mana Letak Kecemerlangan Imam Ghazali?

Dec 20, 2024 05:37 PM - 1 bulan yang lalu 42908

KincaiMedia,NEW YORK -- Kecemerlangan Ghazali terletak pada kesederhanaannya. Kesederhanaan inilah yang dia sorong dan mau ditanamkan dalam diri seorang pencari.

Imam Ghazali adalah salah satu tokoh Tasawuf terbesar. Meskipun seorang cendekiawan, beliau adalah segala sesuatu yang kudu dimiliki oleh seorang sufi luhur, penuh makna, dan brilian. Imam Ghazali mempunyai kepribadian yang dinamis. Ia adalah seorang filsuf, cendekiawan, teolog, dan mistikus. 

Secara umum, semua peran ini memerlukan jenis pola berpikir yang rumit dan kompleks yang tidak terlalu umum. Sifat-sifat ini sangat dihargai dalam diri seorang filsuf. Namun, justru sebaliknya, kecemerlangan Imam Ghazali tidak terletak pada karya ilmiah yang rumit, tetapi pada pendekatannya yang sederhana terhadap Makrifat (Gnosis), filsafat, dan ekspresi mistik.

Demikian dijelaskan Dr. Taimur Shamil pada laman The National, penulis bergelar PhD di bagian Hubungan Internasional yang mempunyai minat unik pada keilmuan Hadis dan Tasawuf.

Dr. Taimur Shamil mengungkapkan, pencarian bakal kesederhanaan inilah yang mendorong Imam Ghazali untuk menyendiri selama 10 tahun, setelah dia memimpin Universitas Nizamiyah di Baghdad pada abad ke-12 Masehi. Kesendirian dan fokusnya membawa karya-karya besar Tasawuf (Sufisme) kepada bumi Muslim, dan bumi pada umumnya. Selama berabad-abad, karya-karyanya telah terbukti menjadi pedoman yang konsisten bagi para pencari ilmu.

Imam Ghazali menerima inisiasi spiritualnya dari Hazrat Abu Ali Farmadi, yang merupakan salah satu sufi terbesar di zamannya. Farmadi menerima Faiz (berkah) dari Abul Qasim Gurgani yang kemudian menerima Faiz dari Hazrat Abul Hassan Kharqani. Para bangsawan ini adalah para Sufi dengan tingkat tertinggi. 

Sufi Chishti yang terkenal, Hazrat Syed Banda Nawaz Gaisoo Daraaz dari Gulbarga Sharif, yang sekarang berada di India, telah menyebut Hazrat Abul Qasim Gurgani di dalam buku-buku kecilnya dengan langkah yang sangat indah. “Yaz deh Rasaael” (sebelas kitab kecil) karya beliau adalah referensi Sufi yang penting.

Selain itu, Hazrat Ali Hajveri yang juga dikenal sebagai Daata Ganj Baksh dari Lahore telah menulis tentang pertemuannya dengan Abul Qasim Gurgani dan Hazrat Farmadi dalam bukunya yang terkenal, Kashf-ul-Mahjoob. Penting untuk menyebut para sufi ini untuk lebih memahami silsilah spiritual dan asal-usul intelektual Imam Ghazali. Mereka yang tertarik untuk mengetahui akar spiritual Imam Ghazali kudu mengeksplorasi kehidupan dan aliran para sufi seperti Hazrat Abu Ai Farmadi, Hazrat Gurgani, Hazrat Abul Hassan Kharqani, Hazrat Bayezid Bistami, dan seterusnya hingga Syedna Muhammad Mustafa.

Kepribadian Imam Ghazali sangat unik dalam banyak hal, apalagi di antara para sufi. Kepribadiannya termanifestasi dalam tulisan-tulisannya. Ambil contoh karya agungnya, Ihya Ulumuddin. Orang bakal menyadari karakter keilmuannya, pemahaman mendalam tentang Deen dengan mudah. Siapapun yang pernah membaca karya-karya sufi klasik, bakal menyadari bukan hanya metode pengajarannya yang unik dalam tulisannya, tetapi juga dalam pendekatannya secara umum terhadap Tasawuf dan spiritualitas secara keseluruhan. Lebih tepatnya, beliau adalah seorang yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam training keagamaan. Menguasai seni berpidato dan menaklukkan perdebatan filosofis pada masanya. Sebagai seorang yang mempunyai otoritas dalam norma Islam, dia menyadari bahwa untuk keselamatan dan 'kesuksesan' seseorang di bumi dan akhirat, memerlukan kemurnian hati dan batin.

Tidak ada gunanya memenangkan perdebatan dan menonjolkan ego dengan mencari tepuk tangan dari publik, apalagi dengan mengajarkan budaya istiadat Islam, jika hati seseorang tidak murni. Beliau menyadari bahwa dedikasi yang teguh terhadap Faraaiz Islam dan komitmen terhadap Deen dengan pemahaman dan kemurnian hati, adalah yang dibutuhkan. Inilah kontribusi krusial beliau. Beliau membawa poin ini ke inti perdebatan di zamannya dan era yang bakal datang.

Perdebatan dan obrolan pada umumnya menyantap waktu. Terutama, dalam obrolan teologis dan teoritis, satu poin mengarah ke poin lain yang kompleks. Hal ini, sering kali, hanya menjadi permainan sulap dan tipu muslihat ketika tujuan akhirnya bukan untuk memahami Deen, melainkan untuk memenangkan perdebatan alias menjatuhkan orang lain. Imam Ghazali membenci perihal ini.

Imam Ghazali dibaca di seluruh bumi Muslim saat ini. Pengamatannya yang tajam, dedikasi spiritual dan fokusnya untuk menjadi berarti dan murni adalah konsentrasi nyata dari karyanya. Di era modern ini ketika bumi terlalu berkomitmen untuk menjadi khayalan, pamer, dan licik, membaca Imam Ghazali dan memahaminya dapat membawa kita kembali ke kemurnian hati. Jika seseorang secara umum mengawasi sekitar, apalagi di kalangan spiritual, orang bakal memandang bahwa para sufi yang memproklamirkan diri terlalu konsentrasi untuk merancang dan membikin diri mereka sebagai seorang sufi; terlalu konsentrasi untuk mengenakan busana dan topi warna-warni yang lebih mirip karikatur seorang sufi daripada menjadi seorang sufi yang sebenarnya. Imam Ghazali bakal membenci cara-cara seperti ini, di mana konsentrasi seorang pencari Tuhan bergeser dari 'substansi' ke 'bentuk' yang hampa.

Kecemerlangan Imam Ghazali terletak pada kesederhanaannya. Kesederhanaan dalam keberadaan itulah yang dia sorong dan mau ditanamkan dalam diri seorang pencari. Jika tidak, 'mencari jalan' itu sendiri hanyalah sebuah perjalanan ego untuk membuktikan diri. Dalam Tasawuf tidak ada yang perlu 'dibuktikan', dan tidak ada yang perlu 'dicapai' juga (dalam makna duniawi). Ini adalah jalan menuju realisasi dan pengalaman.

Selengkapnya