KincaiMedia, JAKARTA -- Alquran menyebut bahwa ada empat bulan haram alias suci, Allah SWT memerintahkan agar di empat bulan suci itu tidak melakukan perbuatan dosa dan menganiaya diri sendiri. Prof KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bulan apa saja yang dimaksud empat bulan suci dalam Alquran itu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya terdapat empat bulan haram. Itulah kepercayaan yang lurus, maka janganlah Anda menganiaya diri Anda di dalamnya dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi Anda semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah berbareng orang-orang yang bertakwa." (QS At-Taubah Ayat 36)
Inna ‘iddatasy-syuhūri ‘indallāhiṡnā ‘asyara syahran fī kitābillāhi yauma khalaqas-samāwāti wal-arḍa minhā arba‘atun ḥurum(un), żālikad-dīnul-qayyim(u), falā taẓlimū fīhinna anfusakum wa qātilul-musyrikīna kāffatan kamā yuqātilūnakum kāffah(tan), wa‘lamū annallāha ma‘al-muttaqīn(a).
Mengutip penjelasan Prof KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, dijelaskan bahwa nyaris seluruh masyarakat Arab sebelum Islam mengakui dan mengagungkan empat bulan dalam setahun. Sedemikian besar pengagungan mereka, sehingga jika seseorang menemukan pembunuh ayah, anak alias saudaranya pada salah satu dari empat bulan itu, dia tidak bakal mencederai musuhnya selain setelah berlalu bulan haram itu.
Tiga bulan di antara keempat bulan haram itu mereka sepakati, ialah Dzul Qa'idah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan yang keempat ialah Rajab, maka ini dianut keharamannya oleh kebanyakan suku-suku masyarakat Arab. Akan tetapi, suku Rabi'ah menganggap bulan haram yang keempat adalah Ramadhan.
Islam melalui Rasulullah SAW menegaskan keempat bulan haram sesuai dengan anutan kebanyakan masyarakat Arab itu, walaupun dalam saat yang sama mengakui bahwa bulan Ramadhan mempunyai kedudukan yang sangat istimewa, apalagi salah satu malam Ramadhan, nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Kalimat "Itulah kepercayaan yang lurus" pada Ayat 36 Surat At-Taubah, mengandung makna bahwa bilangan 12 dalam setahun dan empat di antaranya adalah bulan-bulan haram, adalah bilangan berdasar sistem yang ditetapkan dan menjadi hukum kepercayaan Allah. Melalui pernyataan ini, Alquran membatalkan anutan orang-orang Yahudi yang menjadikan seremoni keagamaan mereka berdasar kalkulasi Syamsiyah. Dalam Islam hari raya keagamaan hanya dua kali, ialah Hari Raya Idul Adha yang bertepatan dengan tanggal 10 Dzul Hijjah dan Hari Raya Idul Fithri setelah usai puasa Ramadhan yang jatuh pada tanggal 1 Syawwal.
Larangan menganiaya alias melakukan dosa pada keempat bulan itu, bukan berfaedah pada bulan-bulan sisanya dosa dapat dilakukan. Yang dimaksud adalah penekanan unik pada keempat bulan itu, lantaran dia merupakan bulan-bulan ibadah dan agung di sisi Allah SWT. Karena itu pula maka beragama pada masa-masa tersebut berakibat positif dan mengundang banyak pahala, demikian pula sebaliknya berdosa mengakibatkan murka yang besar.
Larangan menganiaya dan berdosa itu tentu termasuk di dalamnya menganiaya pihak lain. Bahwa ayat ini menggunakan kata "anfusakum" untuk mengisyaratkan kesatuan kemanusiaan, ialah menganiaya orang lain sama dengan dengan menganiaya diri sendiri.
Ayat ini menetapkan bahwa Allah menjadikan empat bulan dalam setahun sebagai bulan-bulan haram. Kehormatan dan keagungan yang disandang oleh waktu dan tempat pada dasarnya serupa dengan kehormatan dan keagungan yang disandang manusia. Kalau manusia menyandang kehormatan lantaran banyaknya kebaikan yang lahir darinya seperti keagamaan yang tulus, dan budi pekerti yang luhur, maka tempat dan waktu juga mendapat keagungan dan kehormatan lantaran di tempat alias waktunya itu, dapat lahir kebaikan yang banyak serta ganjaran yang melimpah.
Pada waktu dan tempat itu Allah membuka kesempatan besar untuk memperoleh anugerah-Nya serta melipatgandakan ganjarannya. Shalat di Masjid al- Haram misalnya, memperoleh ganjaran 100.000 kali dibanding dengan tempat yang lain. Sedang di Masjid Nabawi ganjarannya hanya 10.000 kali, alias seribu kali dalam riwayat yang lain.
Ada satu malam pada bulan Ramadhan, ialah Lailatul Qadar yang ganjaran kebaikan kebaikan serupa dengan ganjaran yang diterima umat-umat yang lampau selama seribu bulan. Demikian seterusnya. Itu semua berdasar ketetapan dan kehendak Allah, tidak jauh berbeda dengan ketetapan pemilik perusahaan yang menentukan hari alias bulan tertentu untuk melakukan sale (penurunan nilai barang-barang yang dijualnya). Tidak seorang pembeli pun yang dapat mengubah kehendak pemilik perusahaan jika dia telah menetapkan hari dan tanggal penjualan obral itu.
Demikian juga dengan Allah SWT yang telah menetapkan empat bulan tertentu sebagai bulan-bulan agung. Ia tidak boleh diubah oleh siapapun, tidak boleh juga mengganti tanggal dan bulannya alias mengundurkan dan memajukan dari waktu yang telah ditetapkan-Nya. Dari sinilah kaum musyrikin dikecam lantaran mengubah-ubahnya.