Fikih Jual Beli Kredit (bag. 4)

May 04, 2025 11:00 AM - 1 minggu yang lalu 16720

Berbicara tentang fikih tentunya erat kaitannya dengan suatu hukum. Sering kali bicara tentang suatu norma menjadi inti suatu pembahasan. Apakah hukumnya mubah,makruh alias apalagi sampai haram. Pada pembahasan kali ini bakal lebih diperjelas mengenai dengan norma jual beli kredit.

Termasuk juga pada pembahasan ini norma jual beli angsuran yang terdapat dua opsi harga, lebih murah jika dibeli cash dan lebih mahal jika dibeli kredit. Apakah perihal tersebut diperbolehkan?

Hukum jual beli kredit(1)

Tidak ada perselisihan di antara para ustadz bakal bolehnya jual beli angsuran jika dalam keadaan satu harga. Bagaimanapun corak kreditnya pembeli, baik dicicil sampai selesai, dibayar diakhir, alias dibayar secara tunai dalam perihal ini tidak ada perbedaan para ustadz dan norma jual belinya adalah sah.

Adapun jika pada suatu peralatan terdapat dua harga, nilai jika dibeli dengan langkah tunai sekian dan nilai jika dibeli secara angsuran sekian. Di sinilah terjadi perselisihan para ulama, ialah tentang tambahan yang terdapat di antara dua nilai tersebut. Apakah perihal itu termasuk riba?

Perbedaan pendapat tentang angsuran dan tunai dengan dua nilai yang berbeda

Yakni, jika ada dua pilihan antara tunai dengan nilai sekian, dan angsuran dengan nilai yang lebih mahal. Pada perihal ini terjadi dua pendapat di antara para ulama.

Pendapat pertama, bolehnya ada perbedaan nilai antara tunai dan kredit

Pendapat kedua, tidak boleh ada perbedaan nilai antara tunai dan kredit

Berikut ini penjelasan lengkapnya,

Pendapat pertama

Jumhur ustadz dari kalangan madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah beranggapan bakal bolehnya jual beli kredit. Walaupun nilai lebih mahal dibandingkan dengan nilai tunainya.

قال الخطابي رحمه الله وحكي عن طاوس أنه قال: لا بأس أن يقول. له: بعتك هذا الثوب بنقد بعشرة، وإلى أشهر بخمسة عشر، فيذهب به إلى أحدهما. قال الخطابي: “هذا ما لاشك في فساده، أما إذا باته بأحد النقدين في مجلس العقد فهو صحيح لا خلاف فيه وما سواه لغو لاعبرة له”.

Al-Khattabi -rahimahullah- berkata, dan diriwayatkan dari Thawus bahwa dia berkata:
“Tidak kenapa seseorang mengatakan: ‘Aku menjual kepadamu busana ini secara tunai seharga sepuluh, dan dengan tempo (dengan cicilan) seharga lima belas,’ lampau pembeli memilih salah satunya.”
Al-Khattabi berkata:
“Hal Ini (jika tidak ditentukan) tidak diragukan lagi kebatilannya. Namun, jika dia menetapkan salah satu dari dua nilai itu di majelis akad, maka akadnya sah tanpa ada perbedaan pendapat. Adapun selain itu dianggap tidak sah dan tidak dianggap.”

Akad itu sah andaikan kedua belah pihak sepakat pada salah satu dari dua nilai dalam majelis akad. Namun, jika mereka berpisah tanpa menetapkan salah satu dari kedua nilai tersebut, maka janji itu tidak sah lantaran mengandung unsur ketidakjelasan (gharar).

Dalil-dalil mengenai dengan pendapat ini,

  • Dalil dari Al-Qur’an

Para ustadz beralasan dari keumuman firman Allah Ta’ala,

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَاَ حَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)

Nash ini adalah dalil umum yang mencakup segala macam corak jual beli. Karena norma asal pada segala sesuatu adalah mubah, sampai datangnya dalil yang melarangnya. Dan kenyataannya tidak terdapat dalil yang melarang bakal jual beli dengan model seperti ini, ialah nilai lebih murah jika dengan langkah tunai dan lebih mahal jika dengan langkah kredit.

  • Dalil dari As-Sunnah

Para ustadz yang membolehkanpun beralasan dengan riwayat dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash radiyallahu ‘anhuma

أن النبي صلى الله عليه وسلم أمره أن يجهز جيشاً، فكان يأخذ البعير بالبعرين إلى إبل الصدقة

“Bahwa Nabi ﷺ memerintahkannya untuk mempersiapkan pasukan, maka dia pun mengambil unta dengan nilai dua ekor unta (dibayar belakangan alias kredit) dari unta-unta zzakat.”

Ini merupakan dalil yang jelas bakal bolehnya tambahan dalam nilai suatu peralatan ketika dalam corak kredit.

  • Dalil dari Atsar

Terdapat atsar dari Tabi’in tentang perihal tersebut. Dari Az-Zuhri, Thowus, dan Ibnul Musayyab, mereka berkata;

“Tidak kenapa seseorang mengatakan, ‘Aku menjual baju ini seharga sepuluh dengan angsuran selama sebulan, dan seharga dua puluh dengan angsuran selama dua bulan, kemudian nilai tersebut dipilih sebelum berpisah.”

Pendapat Kedua

Pendapat yang tidak memperbolehkan jual beli dengan langkah nilai yang berbeda. Berikut ini adalah pendapat dari sebagian madzhab Hanafiyah, begitupun pendapat yang dipilih oleh madzhab Imamiyah (salah satu sekte syi’ah yang meyakini adanya dua belas imam), dan pendapat ini adalah pendapat yang dinukilkan dari Zainal ‘Abidin bin Ali bin Al-Husain rahimahullah.

Dalil-dalil mengenai dengan pendapat ini,

  • Dalil dari Al-Qur’an

Mereka beralasan dengan ayat yang sama dengan yang memperbolehkannya, ialah firman Allah Ta’ala,

وَاَ حَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)

Namun terdapat perbedaan dalam memahami ayat di atas, adapun pendapat ini memahami bahwa riba yang dimaksud adalah tambahan yang tidak ada timbal baliknya.

Oleh lantaran itu, tambahan nilai ketika angsuran dari nilai tunai adalah riba. Mengingat tambahan tersebut adalah tambahan yang tidak ada imbalannya. Dalam janji mu’awadhoh (jual beli) wajib hukumnya sama alias seimbang antara nilai yang dibayarkan dengan peralatan yang ditransaksikan. Dan nilai tunai kudu seimbang dengan nominal peralatan tersebut, jika ada tambahan maka tidak ada timbal baliknya, dan inilah riba.

  • Dalil dari As-Sunnah

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: “نهى النبي ﷺ عن صفقتين في صفقة”.

Dari Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه, dia berkata: “Nabi ﷺ melarang dua transaksi dalam satu transaksi.”

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: “نهى النبي ﷺ عن بيعتين في بيعة”.

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dia berkata: “Nabi ﷺ melarang dua jual beli dalam satu jual beli.”

Dan dalam satu riwayat: “Barang siapa melakukan dua jual beli dalam satu jual beli, maka dia mendapatkan nilai yang paling rendah alias terjerumus dalam riba.”

Di antara kedua pendapat di atas, pendapat yang kuat wallahu ‘alam adalah pendapat yang membolehkan jual beli dengan nilai yang berbeda antara tunai dan kredit. Dikarenakan,

  • Hukum asal pada masalah muamalah kekayaan adalah mubah hukumnya. Kaidah ini adalah norma yang sangat kuat dalam masalah muamalah. Selama tidak ada dalil yang mengharamkannya maka hukumnya adalah mubah.
  • Bentuk jual beli angsuran merealisasikan kemaslahatan untuk masyarakat. Mengingat pada perihal tersebut mempermudah masyarakat untuk jual beli dan membawa pergerakan ekonomi. Sehingga masyarakat pun bisa saling melakukan transaksi tanpa melakukan pelanggaran syari’at.

Oleh lantaran itu banyak dari para ustadz di era ini memfatwakan bakal bolehnya. Namun tentunya terdapat beberapa ketentuan yang kudu diperhatikan bakal perbedaan nilai tersebut. Di antaranya,

  • Tambahan yang ada tidak boleh dalam corak yang menzalimi. Misal seperti memperdaya pembeli dikarenakan pembeli sangat butuh terhadap peralatan itu akhirnya nilai angsuran pun ditinggikan.
  • Tidak ada syarat yang mengikat berupa denda tambahan jika pembeli tidak dapat membayarnya. Karena perihal tersebut termasuk riba yang diharamkan.

Semoga bermanfaat

Wallahu’alam.

Kembali ke bagian 3

***

Depok, 29 Syawwal 1446H / 27 April 2025

Penulis: Zia Abdurrofi

Artikel Kincai Media

Referensi:

Secara umum pembahasan ini diringkas dari kitab Al-Bay’u bit Taqsith Ahkaamuhu wa Atsaaruhu fil Fiqhil Islamiy karya Dr. Abdunnur Farih Ali.

Dan beberapa referensi lainnya

Catatan kaki:

(1) Al-Bay’u bit Taqsith Ahkaamuhu wa Atsaaruhu fil Fiqhil Islamiy 85

Selengkapnya