Fikih Suami Istri Yang Bekerja

Mar 13, 2025 07:14 AM - 1 minggu yang lalu 14461

KincaiMedia, MEDAN -- Hal terpenting bagi pasangan suami istri adalah mengetahui kewenangan dan tanggungjawab masing-masing. Pembagian peran menjadi prioritas utama untuk didiskusikan berbareng agar bahtera pernikahan berjalan dengan mulus tanpa halangan yang berarti. 

Saat ini, jika diperhatikan peran antara suami dan istri sering timpang. Misalnya tugas di rumah dibebankan seluruhnya kepada istri. Padahal, istri juga bekerja di luar rumah demi bisa menopang kebutuhan sehari-hari. 

Lebih mengherankan lagi adalah suami yang tetap menuntut dihormati oleh istrinya sedangkan dia sendiri pengangguran, hanya ongkang-ongkang kaki. Dengan argumen penghormatan kepada suami adalah perintah agama. Tidak jarang tuntutan penghormatan itu dilegitimasi ayat Alquran "ar-Rijalu Qawwamuna 'alan Nisa."

Dalam Tafsir at-Thabari dijelaskan, argumen laki-laki disebut 'qawwam' (unggul/pemimpin) bagi wanita karena laki-laki memberi mahar, nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga. Kemudian dalam Tafsir al-Qurthubi dinyatakan ketika laki-laki tidak memenuhi tugasnya dalam memenuhi kebutuhan keluarga, laki-laki seperti ini tidak menjadi lebih unggul. (Lihat at-Thabary, Jami' al-Bayan juz 8 hlm 290 dan al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, juz 5 hlm 169). 

Lalu, gimana sebenarnya kewenangan dan tanggungjawab suami istri? Merujuk obrolan dalam kajian fikih, baik suami maupun istri mempunyai kewenangan dan tanggungjawab berbareng dan kewenangan tanggungjawab khusus. (Lihat Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 9, hlm 6842-6859) 

Pemenuhan kewenangan dan tanggungjawab berbareng adalah fondasi rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Di antaranya adalah kewenangan dan tanggungjawab pasangan dalam memenuhi kebutuhan biologis masing-masing.  

Selain itu, baik suami maupun istri sama-sama diperintahkan kepercayaan untuk melakukan baik satu sama lain. Pasangan suami istri adalah mitra sehidup semati. Musyawarah dan obrolan berbareng dalam menentukan setiap keputusan. Argumen siapa yang paling masuk logika kudu didahulukan.

Lalu, kewenangan unik suami yang diperoleh dari istri adalah istri kudu selalu siap memenuhi kebutuhan biologis suami. Akan tetapi, sekali lagi, perihal ini kudu didasarkan pada pemenuhan kewenangan bersama. Suami kudu bijak, jika dirasa istri tidak dalam kondisi fit, sebaiknya kebutuhan biologisnya ditunda terlebih dahulu. 

Lebih jauh, seorang istri kudu menjaga harkat dan martabat suami, menjaga rumah dan anak-anak jika suami sedang tidak di rumah.

Sementara tanggungjawab seorang suami adalah memenuhi kebutuhan istri dari kebutuhan primer sampai tetek bengek kebutuhan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya.

Dalam perihal ini, istri yang dituntut meninjau kewenangan dan tanggungjawab bersama, dalam makna istri kudu bijak dalam menuntut suami sesuai dengan kemampuannya. Tidak elok jika istri menuntut suami memenuhi kebutuhannya di luar kesanggupan suami. 

Terakhir, tanggungjawab istri kepada suami. Menariknya, dalam obrolan fikih, sebenarnya istri tidak mempunyai tanggungjawab melayani suami selain pelayanan kebutuhan biologis. Pelayanan rumah seperti memasak, mencuci baju, menyiapkan ini itu untuk suami bukan merupakan kewajiban.  

Namun, jika istri menghendaki dirinya melayani suami dalam tugas rumah seperti di atas, bakal menjadi kebaikan bagi dirinya. Maka, suami kudu berterima kasih, berbicara syukur, dan lebih menyayangi istri jika semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh istri lantaran itu sebenarnya bukan kewajibannya. Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu  mengatakan:

أما واجب الزوجة: فلا يجب عليها خدمة زوجها في الخبز والطحن والطبخ والغسل وغيرها من الخدمات، وعليه أن يأتيها بطعام مهيأ إن كانت ممن لا تخدم نفسها؛ لأن المعقود عليه من جهتها هو الاستمتاع فلا يلزمها ما سواه، لكن لا يجوز لمن تخدم نفسها وتقدر على الخدمة أخذ الأجرة على عمل البيت، لوجوبه عليها ديانة، حتى ولو كانت شريفة؛ لأنه عليه الصلاة والسلام قسم الأعمال بين علي وفاطمة رضي الله عنهما، فجعل أعمال الخارج على علي، والداخل على فاطمة مع أنها سيدة نساء العالمين

"Kewajiban istri: tidak wajib bagi seorang istri melayani suami dalam perihal memasak dan mencuci dan corak pelayanan lainnya (selain melayani kebutuhan biologis). Justru suami wajib menghidangkan makanan kepada istri jika istri tidak dapat melakukannya sendiri. Karena janji nikah hanya mewajibkan istri melayani kebutuhan biologis suami, maka selain itu tidak ada tanggungjawab pelayanan lain bagi istri."

Tetapi, meski demikian, istri yang dapat mengurus dirinya sendiri dan bisa mengerjakan pekerjaan rumah tidak dibenarkan menuntut bayaran kepada suami atas pekerjaan rumah yang dia lakukan.

Istri kudu melakukannya tulus lantaran Allah. Meskipun wanita tersebut keturunan Rasul (syarifah). Sebab, Nabi sendiri pernah membagi tugas antara 'Ali dan Fatimah. Nabi menyuruh 'Ali konsentrasi bekerja di luar rumah dan Fatimah menangani urusan rumah." (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 9, hlm 6852)

Suami juga semestinya lebih tahu diri jika istri bekerja di luar rumah seperti dirinya. Akan lebih bijak jika tugas rumah dimusyawarahkan, didiskusikan, agar tidak semuanya dibebankan kepada istri. Dalam konteks ini, semestinya minimal separuh dari tugas rumah dikerjakan juga oleh suami.

Namun jika suami yang sepenuhnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dari pagi hingga malam sedang istri hanya menunggu di rumah, bakal lebih elok jika tugas rumah istri yang menangani. Ini pun bukan atas dasar kewajiban, bakal tetapi agar seimbang pembagian peran antara suami dan istri. Seperti Nabi yang membagi tugas 'Ali dan Fatimah. 

Pada hakikatnya rumah tangga lebih dari sekadar kewenangan dan kewajiban. Rumah tangga adalah kesalingan antara suami dan istri. Saling bekerja sama, saling menyayangi dan saling mencintai satu sama lain.

Seorang suami tidak tega memandang istrinya kewalahan mengurus rumah sendiri. Pun istri tidak lezat hati jika semuanya, dari urusan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan urusan rumah semuanya ditangani suami. Kuncinya adalah saling berkomunikasi mengenai pembagian tugas dan peran agar tidak terjadi ketimpangan. 

sumber : Dok Republika

Selengkapnya