Hikmah Di Balik Dibolehkannya Wanita Tidak Berpuasa Karena Haid, Nifas, Hamil, Dan Menyusui

Mar 09, 2025 12:00 PM - 2 minggu yang lalu 25281

Jika kita sudah memasuki bulan Ramadan, maka wajib atas setiap muslim dan muslimah yang sudah balig, sehat, mukim (tidak safar) untuk berpuasa. Bagi yang sedang mengalami sakit alias safar saat bulan Ramadan, maka dia boleh tidak berpuasa dan meng-qadha-nya sesuai dengan hari dia tidak berpuasa di hari-hari yang lainnya di selain bulan Ramadan.

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡیَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِیضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرࣲ فَعِدَّةࣱ مِّنۡ أَیَّامٍ أُخَرَۗ

“Oleh karena itu, barangsiapa di antara Anda ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa yang sakit alias dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah: 185)

Begitu pula ketika ada seseorang yang sudah tua renta dan tidak bisa berpuasa, alias seseorang yang sakit menahun yang sudah tidak ada angan kesembuhan baginya di waktu tersebut, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan, maka dia boleh tidak berpuasa dan memberikan makan kepada orang miskin tiap harinya separuh sha’ dengan makan pokok di negeri tersebut.

Donasi Muslimahorid

Allah Ta’ala berfirman,

وَعَلَى ٱلَّذِینَ یُطِیقُونَهُۥ فِدۡیَةࣱ طَعَامُ مِسۡكِین

 “Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib bayar fidyah, ialah memberi makan seorang miskin. (QS. Al-Baqarah: 184)

‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Yaitu orang tua renta yang sudah tidak ada angan kesembuhan baginya.” (HR. Bukhari)

Dan orang sakit yang tidak ada angan kesembuhan baginya, maka hukumnya seperti orang yang sudah tua renta. Tidak ada qadha puasa atas mereka, lantaran perihal tersebut  tidak memungkinkan dan makna dari (یُطِیقُونَهُۥ) adalah mereka yang menanggung.

Dan dikhususkan bagi wanita dengan beberapa udzur untuk diperbolehkan baginya tidak berpuasa di bulan Ramadan dengan meng-qadha hari-hari yang dia tidak berpuasa di dalamnya di hari-hari yang lain di luar bulan Ramadan lantaran udzur ini.

Haid dan nifas

Wanita yang menstruasi dan nifas diharamkan bagi mereka berpuasa dan wajib meng-qadha-nya di hari-hari yang lain di luar bulan Ramadan. Hal ini berasas apa yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam Ash-Shahihain, beliau mengatakan,

كنا نؤمر بقضاء الصوم، ولا نؤمر بقضاء الصلاة

“Dahulu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, tetapi kami tidak diperintahkan untuk mengqadha salat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, ketika ada seorang wanita bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apa yang menyebabkan wanita menstruasi meng-qadha puasa, sedangkan dia tidak meng-qadha salat?” Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Sesungguhnya ini termasuk perkara tauqifiyyah yang dilandaskan dalil nash.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di dalam Majmu’ al-Fatawa (25: 251) menjelaskan hikmah dari kisah ini, “Pada wanita yang haid, maka dia sedang mengeluarkan darah. Wanita menstruasi bisa berpuasa di selain waktu darahnya tidak keluar, dan dia bisa melaksanakan puasa sebagaimana mestinya setelah darahnya selesai keluar. Hal itu lantaran ketika darahnya tidak keluar, maka fisiknya bakal lebih kuat. Ketika wanita menstruasi tetap melakukan puasa, maka ketika darahnya sedang keluar, perihal tersebut dapat membikin badannya sangat lemah, dan dia tidak bisa melaksanakan puasanya sebagaimana orang normal. Maka dari itu, wanita yang sedang menstruasi diperintahkan untuk berpuasa di waktu yang lain di luar masa haidnya.”

Wanita mengandung dan menyusui

Jika wanita mengandung dan menyusui tersebut memaksakan dirinya untuk berpuasa, dan dengan itu bakal membahayakan dirinya alias anaknya, alias ibu dan anaknya secara bersamaan, maka dia boleh tidak berpuasa pada kondisi tersebut. Jika wanita mengandung dan menyusui tetap berpuasa dan membahayakan anaknya saja, maka ibu meng-qadha dan memberi makan orang miskin setiap hari saat dia berbuka. Jika ancaman hanya menimpa ibu saja, maka cukup meng-qadha. Wanita mengandung dan menyusui masuk pada keumuman ayat,

وَعَلَى ٱلَّذِینَ یُطِیقُونَهُۥ فِدۡیَةࣱ طَعَامُ مِسۡكِین

“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib bayar fidyah, ialah memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya (1: 379), “… Dan termasuk di dalam ayat ini adalah wanita mengandung dan menyusui jika keduanya cemas terdapat ancaman menimpa dirinya alias anaknya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, “Jika wanita mengandung cemas bakal janinnya, maka dia berbuka dan meng-qadha setiap hari puasa yang dia lewatkan, dan dia juga memberikan setiap hari tersebut seorang miskin satu liter gandum.” (25: 318)

***

Penulis: Triani Pradinaputri

Artikel KincaiMedia

Referensi:

Fauzan, Shalih bin Fauzan. 1422 H. Tanbihat ‘ala Ahkamin Takhtashshu biha al-Mukminat (hlm. 62-64).

Selengkapnya