KincaiMedia – Sampai saat ini, anak hasil zina tetap condong direndahkan martabat kemanusiaannya oleh sebagian masyarakat. Ia dihukum atas perbuatan dosa yang tidak pernah dilakukan oleh dirinya sendiri. Ia condong dikucilkan dari pergaulan lingkungan sosial dan masyarakat, apalagi terkadang dari lingkungan keagamaan. Misalnya, seperti dianggap tidak layak menjadi muazin dan imam. Sebenarnya, gimana norma anak zina menjadi pemimpin salat dalam Islam?
Menurut kebanyakan ulama, anak hasil zina hukumnya boleh menjadi pemimpin salat, tidak makruh apalagi haram. Jika dia bisa untuk menjadi imam, seperti suaranya bagus dan mengerti mengenai hukum-hukum salat, maka boleh memimpin salat. Di antara ustadz yang mengatakan dengan tegas kebolehan anak hasil zina menjadi pemimpin adalah Sayidah Aisyah, Atha’, Hasan Al-Bashri, Imam Azzuhri, dan lainnya.
Hal ini sebagaimana telah disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu berikut;
وقال الجمهور : لا بأس به ، ممن قال به عائشة أم المؤمنين وعطاء والحسن والزهري والنخعي وعمرو بن دينار وسليمان بن موسى والثوري والأوزاعي وأحمد وإسحاق وداود وابن المنذر
“Kebanyakan ustadz berpendapat, ‘Tidak masalah anak hasil zina menjadi imam. Di antara yang mengatakan demikian adalah Ummul Mukminin Sayidah Aisyah, Atha’, Hasan Albashri, Azzuhri Annakha’i, Amr bin Dinar, Sulaiman bin Musa, Atstsauri, Alauza’i, Imam Ahmad, Daud Dzahiri dan Ibnul Mundzir.”
Sebagian ustadz lain beranggapan bahwa hukumnya makruh anak hasil zina menjadi imam. Di antara ustadz yang beranggapan demikian adalah Imam Mujahid, Umar bin Abdul Aziz dan Abu Hanifah. Sementara Imam Malik dan Allaits menghukumi makruh jika anak hasil zina menjadi pemimpin tetap dalam salat fardu.
Dalam kitab Al Majmu, Imam Nawawi tidak setuju dengan pendapat yang terakhir. Menurut beliau, tidak boleh dihukumi makruh terhadap anak hasil zina yang menjadi imam. Dia boleh menjadi pemimpin salat, meski yang lain lebih utama menjadi pemimpin adalah yang bukan hasil zina. Beliau berkata;
قال المصنف والأصحاب : غير ولد الزنا أولى بالإمامة منه ولا يقال : إنه مكروه .
“Pengarang kitab Muhazzab (Imam Syairazi) dan ustadz Syafiiyah mengatakan bahwa yang bukan anak hasil zina lebih utama menjadi pemimpin dibanding anak hasil zina. Namun demikian, anak hasil zina menjadi pemimpin tidak boleh dihukumi makruh.”