Hukum Konsumsi Doping Bagi Atlet

Dec 01, 2024 06:00 PM - 1 bulan yang lalu 60453

KincaiMedia – Olahraga merupakan salah satu perihal yang sangat digemari oleh masyarakat dunia. Ada yang memposisikannya sebagai kebutuhan, ada yang menjadikannya sebagai mata penceharian, ada pula yang menganggapnya sebagai tontonan dan intermezo saja. Terlebih sepakbola, mungkin nyaris tidak ada orang yang tidak menyukainya. Karena itulah, fair play dalam olahraga sangat dijaga.

Persaingan yang positif tanpa adanya niat merugikan pihak lain alias tanpa bertindak curang sangat dijunjung dalam pertandingan olahraga. Termasuk di dalamnya penggunaan doping. Dalam olahraga, doping merujuk pada penggunaan obat penngkat performa oleh para atlet agar dapat meningkatkan performanya. Akibat dari itu, doping dilarang oleh banyak organisasi olahraga di dunia.

Menurut IOC (Komite Olimpiade Internasional) pada tahun 1990, doping adalah upaya meningkatkan prestasi menggunakan unsur alias metode yang dilarang dalam olahraga dan tidak mengenai dengan indikasi medis (Wikipedia). Di Olimpiade Rio de Jeneiro 2016, Rusia kandas mengirimkan 118 atlet dari 389 atlet yang didaftarkan karena terganjal kasus doping. Yang terbaru, Rusia juga dilarang tampil di Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang Korea Selatan 2018 dengan kasus yang sama.

Melihat realita yang sebegitu urgennya, sebenarnya bagaimanakah kacamata fikih memandang perihal tersebut?

Pada dasarnya semua perkara yang suci dan tidak rawan jika dikonsumsi hukumnya adalah halal, seperti yang diungkapkan Syaikh Ibn Hajar dalam Al-Fatawi Al-Kubra (j. 2 h. 232),

وكل طاهر لا ضرر فى أكله يجوز أكله

“Semua perkara yang suci dan tidak membahayakan ketika dimakan, maka boleh dimakan.”

Bahaya di sini bukan ancaman kepada badan saja, namun juga berbahya bagi logika pikiran. Dalam Fath al-Mu’in (j. 2 h. 354) dikatakan:

ويحرم كل جماد مضر لبدن أوعقل كحجر وتراب وسم وإن قل إلا لمن لا يضره ومسكر ككثير أفيون وحشيش وبنج

“Haram mengkonsumsi setiap barang padat yang rawan bagi badan maupun akal, seperti batu, tanah, alias racun meskipun hanya sedikit. Kecuali bagi orang yang rawan jika mengkonsumsinya. Dan juga haram sesuatu yang memabukkan seperti opium dan ganja. ”

Maka, doping jika terbuat dari unsur yang suci dan selama dia tidak rawan bagi badan dan logika pada dasarnya hukumnya legal untuk dikonsumsi.

Namun, jika dikaitkan dengan even- even tertentu, norma mengkonsumsinya bisa berubah.  Dengan menggunakan doping dia membikin orang lain menganggap bahwa dia bisa melakukan suatu perihal yang sebenarnya dia tidak bisa lakukan. Ini termasuk sebuah penipuan. Sedangkan penipuan hukumnya adalah haram. Seperti sabda Nabi:

من غشنا فليس منا

“Siapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.”

Meski konteks sabda ini adalah ketika jual beli, kita bisa mengambil satu ‘illat (alasan) dari sana, yang menyembunyikan sebuah kebenaran alias menipu.

Andaikata dia mendapatkan prestasi dari sebuah perlombaan, maka itu dianggap tidak sah dan bingkisan yang diterimanya juga dihukumi haram. Hal ini dikatakan oleh Syaikh Sulaiman Jamal:

أو أعطى بظن صفة فيه أو في نسبه فلم يكن فيه باطنا لم يحل له قبوله ولم يملكه

“Atau dia memberi sesuatu karena menduga orang yang diberi mempunyai sebuah sifat tertentu alias mempunyai garis keturunan tertentu, namun rupanya salah, maka tidak legal bagi orang yang diberi untuk menerimanya. Dan dia tidak bisa mempunyai pemberian itu.”

Pada kesimpulannya, mengkonsumsi doping pada dasarnya legal jika terbuat dari unsur yang suci dan tidak membahayakan bagi nbadan maupun akal. Namun, jika dalam pengonsumsian doping itu menimbulkan penipuan-penipuan maka hukumnya berubah menjadi haram. Wallahu A’lam

Selengkapnya