Hukum Makan Dulu Baru Bayar, Bolehkah?

Dec 02, 2024 11:05 AM - 1 bulan yang lalu 57213

KincaiMedia– Di era modern ini, bumi kuliner tidak hanya berkembang dari segi rasa dan jenis makanan, tetapi juga dari segi sistem layanan. Salah satu sistem jasa yang sekarang banyak diterapkan di restoran, kafe, dan rumah makan adalah sistem “makan dulu baru bayar”. Dalam sistem ini, pengguna dapat menikmati makanan terlebih dahulu, baru kemudian melakukan pembayaran setelah selesai makan. Walaupun praktis, sistem ini memunculkan pertanyaan: gimana norma transaksi semacam ini?

Dalam konteks “makan dulu baru bayar,” ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, seperti janji yang terjadi antara penjual dan pembeli, kesepakatan yang dibuat, serta potensi akibat yang dapat muncul. tulisan ini bermaksud untuk menguraikan norma makan dulu baru bayar dalam perspektif fikih.

Secara umum, sistem “makan dulu baru bayar” tidak termasuk dalam kategori jual beli konvensional. Sebaliknya, transaksi ini lebih tepat dikategorikan sebagai dhomanul mutlafat (tanggung jawab untuk mengganti peralatan yang rusak). Dalam perihal ini, makanan yang dijual (mabi’) dimanfaatkan terlebih dulu sebelum pembayaran dilakukan.

Pada dasarnya, jika sudah ada kesepakatan antara penjual dan pembeli—bahwa makanan boleh dimakan terlebih dulu dan pembayaran dilakukan kemudian—maka transaksi ini dianggap sah dalam pandangan fikih. Hal ini sejalan dengan penjelasan dalam Kitab Radd al-Mukhtar yang menyatakan:

ما يستجره الإنسان من البياع إذا حاسبه على أثمانها بعد استهلاكها جاز استحسانا

Artinya; “Apa yang dibeli seseorang dari penjual dengan kesepakatan untuk bayar harganya setelah peralatan itu dikonsumsi, diperbolehkan menurut istihsan (pendapat norma yang lebih sesuai dengan kemaslahatan).”

Lebih lanjut, sebagian ustadz mengungkapkan bahwa transaksi ini tidak termasuk jual beli peralatan yang tidak ada (ma‘dum), melainkan lebih pada mengganti peralatan yang telah dimanfaatkan dengan izin pemiliknya, sesuai kebiasaan yang bertindak untuk mempermudah urusan dan menghindari kesulitan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab yang sama:

وقال : بعض الفضلاء : ليس هذا بيع معدوم إنما هو من باب ضمان المتلفات بإذن مالكها عرفا تسهيلا للأمر ودفعا للحرج كما هو العادة

Artinya; “Ini bukanlah jual beli peralatan yang tidak ada, melainkan termasuk dalam kategori mengganti sesuatu yang telah dimanfaatkan dengan izin pemiliknya, berasas kebiasaan, untuk mempermudah urusan dan menghilangkan kesulitan.”

Dalam praktiknya, sistem “makan dulu baru bayar” memberikan kemudahan bagi pelanggan, yang tidak perlu langsung bayar sebelum makan. Namun, sistem ini juga mengandalkan kepercayaan antara penjual dan pembeli. Dalam fikih Islam, kepercayaan ini penting, tetapi tidak boleh disalahgunakan. Oleh lantaran itu, sistem ini sah andaikan kedua belah pihak sepakat dengan jelas dan tidak ada unsur penipuan.

Menurut Ibn al-‘Imad, jika seseorang menerima peralatan alias jasa tanpa kesepakatan sebelumnya mengenai nilai alias pembayaran, maka transaksi tersebut tidak sah. Sebagai contoh, jika seseorang meminta makanan alias peralatan dari seorang penjual tanpa menyebut harga, dan peralatan tersebut diberikan, maka transaksi itu tidak dianggap sah lantaran nilai tidak ditentukan. Namun, jika ada indikasi bahwa peralatan diberikan dengan tujuan untuk dibayar, maka orang yang menerima peralatan tersebut bertanggung jawab untuk bayar tukar rugi. Hal ini dijelaskan dalam Tuhfatul Muhtaj [6/181].

Hal ini menunjukkan pentingnya kejelasan dalam setiap transaksi dalam Islam. Meskipun sistem “makan dulu baru bayar” memberikan kebebasan kepada pengguna untuk menikmati makanan terlebih dahulu, kesepakatan nilai yang jelas kudu tetap ada sebelum transaksi berlangsung. Ini memastikan bahwa kewenangan dan tanggungjawab masing-masing pihak terlindungi, dan tidak ada pihak yang dirugikan.

Klarifikasi tentang Jual Beli Mu’athah

Beberapa pihak menganggap bahwa sistem “makan dulu baru bayar” termasuk dalam kategori jual beli mu’athah, ialah jual beli tanpa adanya ijab dan qabul yang jelas. Pandangan ini tidak tepat. Sebab, mu’athah adalah transaksi jual-beli sebagaimana jual beli biasa (bayar dulu baru memanfaatkan barang), hanya bedanya tidak ada ijab-qobul.

Itu kenapa Imam Nawawi menjelaskan perihal ini dengan tegas:

فَأَمَّا إذَا أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا وَلَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا وَلَمْ يَتَلَفَّظَا بِبَيْعٍ بَلْ نَوَيَا أَخْذَهُ بِثَمَنِهِ الْمُعْتَادِ كَمَا يَفْعَلُهُ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَهَذَا بَاطِلٌ بِلا خِلافٍ لانَّهُ لَيْسَ بِبَيْعٍ لَفْظِيٍّ وَلا مُعَاطَاةٍ وَلا يُعَدُّ بَيْعًا فَهُوَ بَاطِلٌ وَلْنَعْلَمْ هَذَا وَلْنَحْتَرِزْ مِنْهُ وَلا نَغْتَرُّ بِكَثْرَةِ مَنْ يَفْعَلُهُ فَإِنَّ كَثِيرًا مِنْ النَّاسِ يَأْخُذُ الْحَوَائِجَ مِنْ الْبَيَّاعِ مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ مِنْ غَيْرِ مُبَايَعَةٍ وَلا مُعَاطَاةٍ ثُمَّ بَعْدَ مُدَّةٍ يُحَاسِبُهُ وَيُعْطِيهِ الْعِوَضَ وَهَذَا بَاطِلٌ بِلا خِلافٍ لِمَا ذَكَرْنَاهُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

“Jika seseorang mengambil peralatan tanpa bayar dan tanpa ada janji jual beli, baik lisan maupun tindakan (mu’athah), meskipun dengan niat bayar nilai yang wajar, maka transaksi tersebut batal menurut ijma’, lantaran tidak memenuhi syarat sah jual beli. Kita perlu memahami dan berhati-hati terhadap perihal ini, serta tidak terpengaruh oleh banyaknya orang yang melakukannya. Banyak orang mengambil peralatan dari penjual berulang kali tanpa adanya janji jual beli alias tindakan (mu’athah), dan kemudian, setelah beberapa waktu, mereka menghitung dan memberikan pembayaran. Praktik semacam ini batal menurut ijma’.”

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem “makan dulu baru bayar” dalam restoran modern sah menurut norma fikih Islam dan termasuk kategori dhomanul mutlafat (tanggung jawab untuk mengganti peralatan yang rusak). Dengan catatan ada kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak—penjual dan pembeli. Selain itu, pemilik makanan kudu dengan sukarela memberikan izin agar makanannya dimakan terlebih dulu sebelum pembayaran dilakukan. Oleh lantaran itu, selama transaksi dilakukan dengan transparansi dan tanpa unsur penipuan, maka sistem ini diperbolehkan.

Meskipun sistem ini diperbolehkan, krusial bagi pelaku upaya untuk memastikan bahwa transaksi melangkah dengan setara dan transparan. Kejujuran dan kepercayaan adalah prinsip yang mendasar dalam setiap transaksi. Oleh lantaran itu, restoran alias rumah makan yang menerapkan sistem “makan dulu baru bayar” hendaknya memastikan bahwa info mengenai nilai dan langkah pembayaran disampaikan dengan jelas kepada pelanggan. Dengan demikian, kedua belah pihak dapat melakukan transaksi secara jujur, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Fikih.

Selengkapnya