Di antara tempat yang diklaim bisa memberikan kesehatan dan kesembuhan adalah pemandian umum air panas dan pemandian sauna alias uap. Lalu, gimana hukumnya jika ada wanita yang mau menjalani pengobatan alias terapi di tempat-tempat tersebut yang terbuka dan untuk umum?
Ada banyak nash hadis yang melarang wanita masuk ke dalam tempat pemandian umum (hammaam) secara mutlak, baik memakai sarung (atau kain yang menutupi kaki sampai dada) alias tidak, baik berbareng orang lain alias sendirian. Hal ini berasas sabda yang diriwayatkan oleh ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الحَمَّامُ حَرَامٌ عَلَى نِسَاءِ أُمَّتِي
“Tempat pemandiam umum diharamkan untuk wanita di umatku.”
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلَا يُدْخِلْ حَلِيلَتَهُ الحَمَّامَ
“Barang siapa yang beragama kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia memasukkan istrinya ke dalan tempat pemandian umum.”
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا مِنِ امْرَأَةٍ تَضَعُ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ أَحَدٍ مِنْ أُمَّهَاتِهَا إِلَّا وَهِيَ هَاتِكَةٌ كُلَّ سِتْرٍ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الرَّحْمَنِ
“Demi Dzat Yang jiwaku ada di Tangan-Nya, tidaklah seorang wanita yang menanggalkan pakaiannya di tempat selain rumahnya, melainkan bakal dikoyak tabir antara dirinya dengan Allah Ta’ala.”
Adapun jika tempat mandi tersebut terbukti -dengan izin Allah Ta’ala- berkhasiat untuk mengobati penyakit yang diderita, berasas keterangan dari para mahir kedokteran yang terpercaya, maka jika tidak memungkinkan untuk mandi di rumah dan ia tidak mempunyai langkah mengobatinya selain di pemandian umum, maka perihal itu dibolehkan. Hal ini lantaran adanya hajat (kebutuhan) dan sudah masuk kategori dharurat (mendesak alias terpaksa).
Ada riwayat di dalam Sunan Abu Dawud dengan sanad yang dhaif (lemah) dari Abdullah bin Amr bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّهَا سَتُفْتَحُ لَكُمْ أَرْضُ الْعَجَمِ، وَسَتَجِدُونَ فِيهَا بُيُوتًا يُقَالُ لَهَا: الحَمَّامَاتُ، فَلَا يَدْخُلَنَّهَا الرِّجَالُ إِلَّا بِالأُزُرِ، وَامْنَعُوهَا النِّسَاءَ إِلَّا مَرِيضَةً أَوْ نُفَسَاءَ
“Negeri Persia bakal ditaklukkan untuk kalian, dan di sana Anda bakal menemukan rumah-rumah yang disebut Hammaamaat (tempat-tempat pemandian). Jangan sekali-kali laki-laki memasukinya selain dengan mengenakan sarung, dan laranglah wanita memasukinya selain mereka yang sakit alias sedang melahirkan.”
Dan diriwayatkan oleh Al-Baghawi dari Jubair bin Nudhair, beliau berkata, “Dibacakan kepada kita surat dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu di Syam bahwasanya (isinya) tidak boleh bagi laki-laki masuk ke tempat pemandian umum selain mengenakan sarung, dan tidak boleh bagi wanita masuk ke tempat pemandian umum selain lantaran sakit.”
Dan Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani (sahabat Imam Abu Hanifah rahimahumallah) menyebut bahwa Umar bin Abdul Aziz rahimahullah menulis surat untuk para gubernurnya di daerah-daerah bahwasanya tidak boleh memasuki tempat pemandian umum selain wanita yang sedang melahirkan alias sakit.”
Riwayat-riwayat di atas meski tidak terlepas dari kritik di dalam sanad dan kelemahannya, tetapi maknanya kuat secara teori dan dan kemanfaatannya. Sebab pada asalnya seorang wanita diperintahkan untuk menutup auratnya dan berhati-hati agar tidak terlihat oleh orang lain. Akan tetapi, dibolehkan baginya untuk menampakkan sebagian auratnya pada saat operasi, melahirkan, alias pengobatan secara umum. Maka perihal ini juga diperbolehkan bagi wanita dalam masalah ini, ialah mandi di pemandian umum untuk pengobatan alias pengobatan. Akan tetapi, dengan catatan dia memasuki pemandian umum karena ada kebutuhan dan mendesak.
Dan jika tidak tersedia bilik mandi pribadi, melainkan ada wanita-wanita lain di tempat pemandian umum tersebut, maka dia wajib menundukkan pandangannya, menutup auratnya, dan tidak melakukan hubungan bentuk dengan wanita lain. Berdasarkan hadis,
لا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Janganlah seorang laki-laki memandang kepada aurat laki-laki lain dan janganlah seorang wanita memandang aurat wanita lain.”
Adapun jika tidak ada kebutuhan dan mendesak, alias ada pengobatan dan pengobatan langkah lain selain perihal ini, maka tidak boleh bagi wanita masuk dan mandi di tempat pemandian umum berasas norma fikih:
إِذَا زَالَ الخَطَرُ عَادَ الحَظْرُ
“Apabila telah lenyap bahaya, maka kembali (hukum) larangan.”
Wallahu Ta’ala A’lam. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Hukum Wanita Memandikan Bapaknya yang Sudah Tua Renta
***
Penulis: Junaidi Abu Isa
Artikel KincaiMedia