Ibunda Khadijah Dan Keteladanannya Dalam Membangun Kejayaan Umat

Jan 15, 2025 12:00 PM - 4 minggu yang lalu 36242

Ketika berbincang mengenai peran seorang wanita dalam membangun umat, maka sosok yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam pembahasan ini adalah ibu pertama kaum muslimin, ialah Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha.

Istri pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal bakal kedermawanan, kecerdasan, ketinggian nasab, kehormatan, dan kemuliaannya.

Beliau radhiyallahu ‘anha adalah teladan bagi setiap muslimah untuk menjadi tonggak peradaban, madrasah pertama bagi anak-anak, dan penyejuk hati bagi suami.

Teladan Ibunda Khadijah Sebagai Seorang Istri

Sebagaimana membangun sebuah gedung dimulai dari pondasi, begitu juga dalam membangun umat, pembangunan dimulai dari lingkup terkecil dalam masyarakat, ialah family yang merupakan akar krusial dalam peradaban.

Wanita mempunyai peranan yang penting; dimana dia berkedudukan sebagai seorang istri dan ibu, yang merupakan sandaran, sumber rasa aman, dan ketenteraman dalam keluarga. Allah Ta’ala berfirman:

Donasi Website KincaiMedia

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar Anda condong dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu betul-betul terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Ibunda Khadijah adalah contoh konkret bakal sosok istri yang difirmankan oleh Allah Ta’ala pada ayat di atas. Hal ini dapat kita lihat melalui sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika permulaan diturunkannya wahyu.

Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha dengan sigap menyelimuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika Rasulullah berkata, “Selimuti Aku, selimuti aku.” Disebabkan emosi takut yang dirasakan Nabi setelah berjumpa Jibril untuk pertama kalinya. Khadijah segera menyelimuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa banyak bertanya kepadanya ataupun meminta penjelasan secara rinci.

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa tenang, Nabi memberitahukan masalahnya kepada Khadijah dan berkata, “Aku takut pada diriku.”

Dan kita lihat sungguh cerdasnya jawaban Ibunda Khadijah, beliau meringankan apa yang dipikul Nabi dan menambahkan ketenteraman pada hatinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunda Khadijah berkata: “Demi Allah, Dia tidak bakal menghinakanmu selamanya, lantaran Anda adalah orang yang suka menyambung hubungan silaturahim, membantu orang lain, memberi orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah.”

Ibunda Khadijah pun membawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menemui Waraqah bin Naufal agar mendapatkan penjelasan bakal peristiwa yang dialaminya dan menjadi teranglah persoalan yang Nabi hadapi.

Disini terlihat peranan Ibunda Khadijah yang juga terlibat dalam memikul beban yang dirasakan suaminya dan upaya beliau radhiyallahu ‘anha untuk membantu, bersama-sama dalam mencari jalan keluar.

Baca juga: Kisah Salim Maula Abu Hudzaifah

Teladan Ibunda Khadijah Sebagai Ibu

Anak-anak adalah calon pemimpin di masa depan, penerus generasi dan penerima estafet dakwah kepada Allah pada masa yang bakal datang. Oleh lantaran itu, memberikan mereka pelajaran dan pendidikan yang berbobot sangatlah penting. Hal tersebut dimulai dari peranan seorang Ibu. Dimana seorang Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Di antara keistimewaan Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha adalah hampir-hampir anak keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semuanya berasal dari rahim beliau. Dan kita memandang gimana hasil dari tarbiyah (pendidikan dan pengasuhan) Khadijah kepada anak-anaknya, yang berjuang mempertahankan keagamaan mereka hingga melaksanakan hijrah dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Di antara anak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Ibunda Khadijah adalah seorang putri tercinta, Fathimah radiyallahu ‘anha. Sosok yang melahirkan al-Hasan dan al-Husain, yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang keduanya:

الحَسَن والحُسَيْن سَيِّدا شَباب أهْل الجنة

“Al-Hasan dan al-Husain adalah ketua para pemuda masyarakat surga.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)

Ibunda al-Hasan dan al-Husain adalah hasil didikan dari Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha yang juga merupakan sosok wanita panutan lagi mulia. Ketika tetap belia, Fathimah lah yang membersihkan kotoran unta dari punggung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang merupakan perbuatan kaum kafir Quraisy pada awal-awal kenabian Rasulullah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai keistimewaan Khadijah dan putrinya Fathimah:

سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ بَعْدَ مَرْيَمَ: فَاطِمَةُ، وَخدِيْجَةُ، وَامْرَأَةُ فِرْعَوْنَ آسية

“Pemimpin wanita penunggu surga setelah Maryam adalah Fathimah, Khadijah, dan istri Fir’aun, Asiyah.” (Ringkasan Siyar A’lam an-Nubala’)

Teladan Ibunda Khadijah dalam Dakwah kepada Allah

Ibunda Khadijah merupakan manusia pertama yang beragama kepada risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau radhiyallahu ‘anha senantiasa membersamai dan memihak Rasulullah dengan kekayaan dan jiwanya hingga ajal menjemput.

Karena jasa yang besar inilah, Rasulullah senantiasa mengingat beliau radhiyallahu ‘anha hingga sepeninggalnya. Rasulullah senantiasa melakukan baik kepada karib kerabat serta teman-teman Ibunda Khadijah dan senantiasa mengirimkan makanan kepada mereka. Sampai-sampai Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dibuat berprasangka karenanya.

Ibunda ‘Aisyah berkata, “Aku tidak pernah berprasangka terhadap istri-istri Nabi, selain dengan Khadijah. Walaupun saya belum pernah berjumpa dengannya. Jikalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memotong kambing, beliau selalu berkata, ‘Berikan sebagian kepada teman-teman Khadijah’. Suatu hari saya membikin beliau marah lantaran saya berkata, ‘Khadijah?’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku telah dikaruniai kecintaan kepadanya.’” (HR. Muslim, no. 2435)

Diriwayatkan dari ‘Abdullah al-Bahi, dia berkata: ‘Aisyah berkata, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang Khadijah, beliau tidak pernah jenuh memujinya dan memintakan pembebasan untuknya. Pada suatu hari, beliau bercerita tentang Khadijah hingga saya dibuatnya cemburu, saya berkata, ‘Allah telah memberikan pengganti orang tua itu dengan yang lebih muda.’ Seketika itu beliau terlihat marah besar, hingga menusuk hatiku, sampai-sampai saya berbicara dalam hatiku, ‘Ya Allah, seandainya Engkau dapat mengenyahkan kemarahan Rasulullah terhadapku, maka saya tidak bakal membikin diri beliau tersinggung lagi.’ Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui perkataanku, beliau bersabda, ‘Apa katamu? Dia selalu percaya kepadaku ketika semua orang tidak mempercayai diriku, dia menerimaku ketika semua orang menolakku, dan dia memberiku anak keturunan sedangkan kalian tidak.’ Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi dan menghindari diriku selama satu bulan.” (Ringkasan Siyar A’lam an-Nubala’)

Demikianlah, sekelumit kisah bakal keteladanan dari pribadi Ibunda Khadijah radhiyallahu ‘anha. Seorang wanita yang turut menjadi karena kesuksesan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kejayaan yang diraih umat Islam. Seorang wanita yang mendapatkan salam dari Allah Ta’ala dan Jibril ‘alaihissalam, serta buletin ceria bakal istana di surga yang terbuat dari mutiara, emas, dan perak serta dihiasi dengan permadani yang luas, yang di dalamnya tidak terdapat kegaduhan dan kelelahan.

Semoga Allah memudahkan kita untuk meniti jejak beliau radhiyallahu ‘anha dan mengumpulkan kita berbareng beliau di surga-Nya yang mulia.

Baca juga: Mengenal Pribadi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam

Penulis: Annisa Auraliansa

Artikel KincaiMedia

Referensi:

  • Bin Utsman Adz-Dzahabi, Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. 2008. Ringkasan Siyar A’lam An-Nubala’. Jakarta: Pustaka Azzam
  • Zaid, Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim. 2019. Fikih Sirah Nabawiyah. Jakarta: Darus Sunnah
Selengkapnya