Ilmu Syar’i (ilmu Agama): Nutrisi Utama Bagi Hati

Dec 02, 2024 12:00 PM - 1 bulan yang lalu 60194

Manusia sebagai makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh memerlukan pemeliharaan yang menyeluruh. Jasad memerlukan makanan dan minuman untuk memperkuat hidup, sementara hati memerlukan pengetahuan dan hikmah agar tetap hidup dan berfaedah dengan baik. Ketika seseorang terhalang dari pengetahuan dan hikmah, maka keadaan hatinya serupa dengan orang yang sakit yang terhalang dari makanan, minuman, dan obat.

Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Qayyim rahimahullah dalam pernyataan yang sangat menggugah. Beliau mengatakan,

قَالَ بَعْضُ الْعَارِفِينَ: أَلَيْسَ الْمَرِيضُ إِذَا مُنِعَ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَالدَّوَاءَ يَمُوتُ؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: فَهَكَذَا الْقَلْبُ إِذَا مُنِعَ عَنْهُ الْعِلْمَ وَالْحِكْمَةَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ يَمُوتُ

“Sebagian orang bijak mengatakan, ‘Bukankah jika orang sakit dihalangi dari makan, minum, dan diberi obat, dia bakal mati?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Lalu beliau berkata, ‘Begitu pula dengan hati, jika dihalangi dari pengetahuan dan hikmah selama tiga hari, dia bakal mati.'” (Miftah Daris-Sa’adah, 1: 123)

Pernyataan ini mengingatkan kita tentang pentingnya pengetahuan dan hikmah bagi kehidupan hati seorang mukmin. Sebagaimana jasad bakal melemah tanpa asupan makanan dan minuman, hati bakal menjadi lemah, mati, dan mengeras jika terhalang dari pengetahuan yang bermanfaat.

Donasi Website KincaiMedia

Ilmu kepercayaan sebagai nutrisi utama bagi hati

Ilmu kepercayaan adalah sinar yang menyinari hati seorang mukmin, menjaganya dari kegelapan kebodohan, serta memandunya ke arah yang benar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah bakal mengartikan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Agama adalah salah satu corak kebaikan terbesar yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Ilmu kepercayaan adalah fondasi utama yang menjaga hati tetap hidup. Ketika hati dipenuhi dengan ilmu, maka dia bisa membedakan antara yang betul dan yang salah. Sebaliknya, hati yang terhalang dari pengetahuan bakal tertutup dari kebenaran dan mudah terjerumus ke dalam kesesatan.

Allah Ta’ala berfirman,

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا

“Apakah orang yang meninggal kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya sinar yang terang, yang dengan sinar itu dia dapat melangkah di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang berada dalam kegelapan yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?” (QS. Al-An’am: 122)

Kondisi hati yang hidup dengan pengetahuan adalah umpama orang yang melangkah dengan cahaya, sementara hati yang meninggal digambarkan sebagai orang yang terjebak dalam kegelapan yang pekat. Kehidupan hati hanya bisa terjaga dengan pengetahuan yang berasal dari wahyu Allah, lantaran itu adalah sinar yang bakal menuntun seorang mukmin dalam menjalani hidupnya.

Ilmu sebagai penawar penyakit hati

Ilmu kepercayaan berfaedah sebagai penawar dari beragam penyakit hati, seperti syirik, kufur, kemunafikan, serta beragam sifat tercela lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an bukan hanya sebagai petunjuk, tetapi juga sebagai obat bagi penyakit yang ada dalam hati manusia.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)

Ilmu yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah penawar bagi penyakit yang menggerogoti hati, seperti keraguan, kebodohan, dan kesesatan. Sebagaimana obat yang menyembuhkan tubuh dari penyakit, pengetahuan kepercayaan adalah penawar yang menyembuhkan hati dari beragam penyakit batin. Namun, ketika hati dibiarkan tanpa asupan ilmu, dia bakal melemah dan akhirnya mati.

Hati yang kosong dari ilmu

Ketika hati kosong dari pengetahuan dan hikmah, dia bakal mengalami kematian spiritual. Meski jasad seseorang tampak hidup, namun hatinya bisa saja meninggal jika tidak diberikan asupan pengetahuan yang berasal dari wahyu Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

“Perumpamaan orang yang berzikir kepada Allah dan orang yang tidak berzikir kepada-Nya, seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” (HR. Bukhari no. 6407)

Zikir dan pengetahuan adalah salah satu tanda kehidupan hati. Tanpa keduanya, hati bakal mengeras dan mati. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

إِنَّ الْقَلْبَ لَا يَصْلُحُ وَلَا يَفْلَحُ وَلَا يَتَلَذَّذُ وَلَا يَسُرُّ وَلَا يَطِيبُ وَلَا يَسْكُنُ وَلَا يَطْمَئِنُّ إِلَّا بِعِبَادَةِ رَبِّهِ وَحُبِّهِ وَالْإِنَابَةِ إِلَيْهِ

“Hati tidak bakal menjadi baik, tidak bakal berhasil, tidak bakal merasakan kenikmatan, tidak bakal merasa gembira, tidak bakal menjadi nyaman, tidak bakal tenang, dan tidak bakal merasa tenteram selain dengan ibadah kepada Tuhannya, mencintai-Nya, dan kembali kepada-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 10: 194)

Pernyataan ini menegaskan bahwa kehidupan hati sangat berjuntai pada ilmu. Sebagaimana tubuh memerlukan makanan untuk memperkuat hidup, hati pun memerlukan pengetahuan kepercayaan agar tetap hidup dan bersih dari penyakit.

Kewajiban menuntut pengetahuan dan menjaga kehidupan hati

Karena pentingnya pengetahuan bagi kehidupan hati, menuntut pengetahuan adalah tanggungjawab bagi setiap Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut pengetahuan adalah tanggungjawab bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224)

Kewajiban ini mencakup setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Ilmu adalah fondasi yang menopang setiap kebaikan ibadah kita. Amal tanpa pengetahuan bakal kehilangan arah dan berpotensi tidak diterima oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang berkuasa disembah selain Allah, dan mohonlah pembebasan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)

Maka dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk berilmu sebelum beramal sebagai corak bakal pentingnya pengetahuan sebagai dasar setiap kebaikan ibadah.

Ilmu sebagai jalan hidup

Ilmu dan hikmah adalah makanan bagi hati seorang mukmin. Tanpa asupan pengetahuan agama, hati bakal menjadi kering, lemah, dan akhirnya mati. Sebagaimana jasad memerlukan makanan dan minuman untuk memperkuat hidup, hati pun memerlukan pengetahuan yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah agar tetap hidup dan berfaedah dengan baik. Ketika seseorang terhalang dari ilmu, hatinya bakal mengalami kematian spiritual, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim rahimahullah di atas.

Oleh karenanya, menuntut pengetahuan kepercayaan bukan hanya kewajiban, tetapi juga kebutuhan bagi setiap muslim. Dengan ilmu, kita bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil, serta mempunyai bekal untuk menghadapi beragam tuduhan yang datang. Ilmu adalah sinar yang membimbing kita menuju kehidupan yang diridai Allah serta menjauhkan kita dari kesesatan.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk menuntut pengetahuan yang bermanfaat, serta menjaga hati kita agar tetap hidup dengan sinar pengetahuan dan hikmah. Aamiin. Wallahu a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel KincaiMedia

Selengkapnya