Pernahkah Anda membayangkan bumi di mana mesin mengambil alih produktivitas manusia? James Cameron, sutradara legendaris di kembali film-film seperti The Terminator dan Avatar, justru memandang potensi besar dalam kepintaran buatan (AI) untuk menyelamatkan industri film—tanpa kudu menggantikan peran manusia sepenuhnya. Dalam wawancara eksklusif di podcast Boz to the Future, Cameron membongkar visinya tentang gimana AI bisa menjadi solusi, bukan ancaman.
Sebagai seorang yang pernah memperingatkan ancaman AI melalui movie The Terminator, langkah Cameron berasosiasi dengan majelis dewan Stability AI mungkin terlihat kontradiktif. Namun, dia menjelaskan bahwa tujuannya bukan untuk menciptakan mesin penghancur lapangan kerja, melainkan untuk memahami dan mengintegrasikan teknologi ini ke dalam alur kerja pengaruh visual (VFX). “Saya mau memastikan AI digunakan untuk mempercepat proses, bukan memotong pekerja,” tegasnya.
Industri movie saat ini menghadapi tantangan besar: biaya produksi yang melambung tinggi, terutama untuk film-film dengan pengaruh visual rumit seperti Dune alias Avatar. Cameron percaya AI bisa memotong biaya tersebut hingga separuh—bukan dengan memecat karyawan, melainkan dengan membikin proses pengerjaan lebih efisien. “Ini tentang menggandakan kecepatan penyelesaian sebuah adegan, sehingga seniman bisa beranjak ke proyek lain lebih cepat,” ujarnya.
AI di Mata Cameron: Alat, Bukan Pengganti Kreativitas
Meski mendukung pemanfaatan AI, Cameron tegas menolak pendapat bahwa teknologi ini bisa menggantikan seni bercerita. Baginya, AI hanyalah alat—seperti kuas bagi pelukis alias kamera bagi fotografer. “AI tidak bakal pernah bisa menciptakan kisah yang menyentuh hati penonton. Itu hanya bisa dilakukan oleh manusia yang memahami kompleksitas kehidupan,” tegasnya.
Kekhawatiran terbesarnya justru pada penyalahgunaan AI, seperti trailer movie tiruan alias gambar yang menjiplak style Studio Ghibli. “Itu membikin saya tidak nyaman,” akunya. Bagi Cameron, AI semestinya menjadi sarana untuk memperkuat visi sutradara, bukan meniru style orang lain secara membabi buta.
Masa Depan Film dengan AI: Efisiensi Tanpa Kehilangan Jiwa
Cameron menggambarkan masa depan di mana AI membantu proses teknis—seperti rendering segmen alias penyuntingan warna—sehingga para pembuat bisa konsentrasi pada aspek naratif. “Bayangkan jika kita bisa menyelesaikan pengaruh visual Avatar 3 dalam waktu separuh dari biasanya. Itu artinya lebih banyak waktu untuk menyempurnakan cerita,” paparnya.
Ia juga menekankan pentingnya kerjasama antara manusia dan mesin. “Saya berasosiasi dengan Stability AI untuk memastikan developer memahami kebutuhan industri film. Kita butuh solusi yang tepat guna, bukan sekadar teknologi canggih,” tambahnya.
Lantas, gimana dengan ancaman AI terhadap pekerja kreatif? Cameron optimistis: “Selama kita menggunakan AI sebagai asisten, bukan bos, industri movie justru bakal semakin berkembang.” Visinya jelas: AI kudu memberdayakan, bukan menggeser.
Di tengah hiruk-pikuk perkembangan teknologi, pesan Cameron terasa menyejukkan. AI mungkin bisa mengubah langkah kita membikin film, tapi jiwa produktivitas manusia tetap tak tergantikan. Bagaimana pendapat Anda? Akankah AI menjadi sekutu alias musuh bagi bumi seni?