Doa yang diajarkan Nabi untuk menghilangkan kesedihan dan kecemasan
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sering berdoa,
اللَّهمَّ إنِّي أعوذُ بِكَ منَ الهمِّ والحزنِ والعَجزِ والكَسلِ والبُخلِ والْجُبْنِ وضَلَعِ الدَّينِ وغلبةِ الرِّجال
ِ“Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung kepada-Mu dari hamm (kecemasan), hazn (kesedihan), ketidakberdayaan, kemalasan, pelit, ketakutan, hutang yang tak bisa terbayarkan, dan ditindas oleh orang.” (HR. Bukhari no. 2893)
Memperbanyak membaca Al-Qur`an sebagai penenang jiwa
Kecemasan, kegalauan, dan kesedihan merupakan penyakit yang membikin jiwa tidak tenang. Ketika keadaan hati sedang tidak baik-baik saja, sebaiknya seorang hamba yang beragama berupaya memulai untuk memperbanyak membaca Al-Qur`an. Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب
ُ“(Yaitu) orang-orang yang beragama dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah, hati menjadi tenteram.“ (QS. Ar-Ra’du: 28)
Tingkatkan keagamaan dengan banyak belajar agama
Ketika kita mempunyai banyak persoalan dalam hidup yang membikin kita sedih maupun cemas, maka kita perlu banyak belajar tentang agama. Belajar tentang mengesakan Allah, mengenal nama dan sifat-Nya yang mulia. Dengan itu, hati bakal menjadi tenang. Ketika kita bersedih, kita percaya bahwa Allah berbareng orang-orang yang sabar dan beriman. Kita percaya bahwa Allah bakal menggugurkan dosa kita, kita percaya bahwa Allah bakal memberi pahala yang banyak atas kesabaran kita di bumi dan disambut oleh malaikat di surga atas kesabaran kita. Dan kita bakal meyakini bahwa kesudahan yang baik hanyalah untuk orang-orang yang bertakwa. Dan berasas studi yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa seseorang yang punya tingkat keagamaan yang tinggi, mereka mempunyai lebih sedikit indikasi depresi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَن يُرِدِ اللَّهُ به خَيْرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّين
ِ“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, maka Ia bakal memahamkannya agama.” (HR. Bukhari no. 3116)
Menjauhi sifat hasad
Seorang yang hasad bakal selalu dihantui dengan kesedihan dan kecemasan. Dia bakal selalu dongkol setiap memandang kenikmatan yang Allah berikan kepada orang lain. Orang yang hasad bakal tersiksa disebabkan hasadnya tersebut, dan dia senantiasa menjadi seseorang yang berduka dan cemas. Syaikh Musthafa al-‘Adawi rahimahullah di dalam Fiqhul Hasad menyebutkan kiat-kiat untuk terhindar dari hasad:
1) Tawakal kepada Allah dan mengucapkan ‘Hasbunallah wa ni’mal wakil’
2) Bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
3) Meminta pertolongan kepada Allah dari keburukan hasad dan pelakunya
4) Tidak mengabarkan kepada orang yang hasad tentang nikmat yang Allah berikan kepadanya
5) Menyibukkan hati agar lalai dengan hasad
6) Menerima Allah dan tulus kepada-Nya
7) Bersabar atas orang yang hasad
8) Berbuat baik kepada orang yang hasad
9) Memperbanyak tobat dari dosa-dosa yang itu bakal membikin musuh berkuasa atas kita
10) Orang yang dihasadi mandi dari air jejak wudhu alias jejak mandi orang yang hasad padanya
11) Ruqyah
12) Memperbaiki tauhid
Memperbanyak tobat dan memohon maaf kepada Allah
Terdapat studi literatur yang menunjukkan relevansi tobat dan kesehatan mental. Dalam Islam, sehatnya mental adalah hasil dari proses penyucian jiwa. Seseorang yang mentalnya sehat adalah mereka yang jiwanya bersih. Dalam Islam, hubungan kesehatan mental dengan tobat tidak bisa dipisahkan, karena langkah-langkah untuk mencapai kesehatan mental bisa dihasilkan melalui bertobat. Tobat dan kesehatan mental berasal dari aliran agama. Jika keduanya dipadukan dengan baik, maka dapat membentuk jiwa yang sempurna, dengan kata lain bisa melahirkan manusia-manusia insan kamil. (Husniati dkk, 2023)
Seseorang yang tetap ada ketaatan dalam hatinya, ketika dia melakukan dosa, maka dia bakal diliputi dengan kekhawatiran dan kegundahan. Diriwayatkan dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يا وابصةُ ! أُخبرُك ما جئتَ تسألُ عنه ؟ قلتُ : يا رسولَ اللهِ ! أَخبِرني. قال : جئتَ تسألُ عن البِرِّ والإثمِ. قلتُ : نعم. فجمع أصابعَه الثَّلاثَ، فجعل ينكُتُ بها في صدري ويقولُ : يا وابصةُ ! استَفْتِ قلبَك، البِرُّ ما اطمأنَّت إليه النفسُ، واطمأنَّ إليه القلبُ، والإثمُ ما حاك في القلبِ، وتردَّد في الصدرِ وإن أفتاك الناسُ وأفتَوْك.
“Wahai Wabishah! Maukah Engkau kuberi tahu apa yang mau Engkau tanyakan?” Aku berkata, ’Wahai Rasulullah! Beri tahu saya!’ Beliau berkata, “Kau datang untuk bertanya tentang kebenaran dan dosa.” Aku berkata, ‘Ya.’ Lalu beliau menyatukan ketiga jarinya dan mulai menusuk dadaku dengan jari-jarinya dan berkata, “Wahai Wabishah! Mintalah fatwa pada hatimu, kebaikan itulah yang membikin jiwa menjadi tenang dan hati menjadi tenteram, dan dosalah yang menjadikan hati resah dan bimbang dalam dada, sekalipun orang-orang mengeluarkan fatwa kepadamu dan memberimu fatwa.” (Terdapat dalam Shahih at-Targhib oleh al-Albani no. 1734, derajat sabda hasan lighairihi)
[Selesai]
Kembali ke bagian 1
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel KincaiMedia
Referensi:
Al-‘Adawi, Musthafa. 1415 H. Fiqh al-Hasad. Darus Sunnah.
Husniati, Reva dkk. 2023. Relevansi Taubat dengan Kesehatan Mental dalam Islam. Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin. Vol. 3 No. 1 (Januari 2023): 93-119.