Kenali Ciri Anak Alami Phonophobia Atau Fobia Suara Yang Keras, Apakah Terkait Autisme?

Jan 02, 2025 08:50 AM - 1 bulan yang lalu 49998

Tahukan Bunda, ada anak-anak yang mengalami ketakutan ketika mendengar bunyi keras. Kondisi ini disebut dengan phonophobia.

Tidak seperti ketidaknyamanan akibat bunyi keras, yang dapat dialami banyak orang dari waktu ke waktu, phonophobia alias fonofobia bisa memicu ketakutan yang intens. Bagaimana karakter anak mengalami phonophobia?

Pada dasarnya, kondisi ini dapat terjadi pada anak-anak, remaja, mau pun orang dewasa. Ada kemungkinan disebabkan oleh masalah kesehatan mendasar lainnya seperti gangguan spektrum autisme (ASD), migrain, dan misofonia.

Jika berprasangka Si Kecil mengalami kondisi ini, jangan ragu untuk segera konsultasi ke master guna mendapatkan penanganan tepat. Dengan demikian, diharapkan perawatan yang tepat bisa membantu anak mengelola kondisi tersebut secara efektif.

Apa itu phonophobia?

Phonophobia yang juga dikenal sebagai sonofobia, ligyrofobia, alias akustikofobia, adalah jenis fobia spesifik yang berasosiasi dengan bunyi keras. Dikutip dari Medical News Today, fobia ini secara spesifik memengaruhi sekitar 27 persen orang berumur 20 hingga 50 tahun.

Kondisi phonophobia biasanya menghasilkan respons seperti ketakutan alias kekhawatiran yang intens terhadap suara-suara tertentu. 

Suara-suara ini tidak kudu berada pada tingkat volume yang ekstrem, apalagi terkadang bunyi sehari-hari seperti pintu dibanting alias tawa tiba-tiba dapat memicu respons.

Dalam kasus yang lebih parah, rasa takut menghadapi bunyi keras dapat menyebabkan perilaku menghindar, seperti tidak menghadiri pertemuan sosial alias lebih memilih tetap di dalam liburan saat ada pesta kembang api.

Penyebab phonofobia

Penyebab pasti phonophobia dapat berkarakter kompleks dan beragam. Beberapa aspek yang berkontribusi mungkin meliputi:

1. Pengalaman traumatis

Peristiwa traumatis yang melibatkan bunyi keras, seperti kecelakaan mobil, ledakan, alias situasi yang penuh kekerasan, dapat menyebabkan kondisi phonophobia.

2. Genetika dan temperamen

Individu dengan riwayat family gangguan kekhawatiran alias kelebihan sensorik juga disebut lebih rentan mengalami phonophobia.

3. Kondisi lain yang terjadi bersamaan

Phonophobia dapat muncul berbarengan dengan kondisi kesehatan lain yang dapat meningkatkan kepekaan terhadap suara, termasuk gangguan spektrum autisme (ASD), migrain, dan misofonia.

4. Meniru perilaku 

Khususnya anak-anak dapat mengembangkan rasa takut terhadap bunyi keras melalui pembelajaran observasional, terutama jika mereka memandang orang lain menunjukkan rasa takut alias tekanan dalam situasi yang sama.

Ciri-ciri anak alami phonofobia, fobia bunyi keras

Dikutip dari Healthline, karakter anak phonophobia dapat membuatnya lebih susah menikmati kegiatan dan kehidupan sehari-hari. Anak dengan kondisi ini juga dapat mengalami gejala-gejala serupa saat mengantisipasi bunyi keras, saat bunyi itu terjadi, alias setelahnya. 

Berikut beberapa karakter anak mengalami phonophobia yang perlu diketahui orang tua:

  • Kecemasan
  • Ketakutan
  • Tiba-tiba banyak berkeringat
  • Sesak napas
  • Jantung berdebar alias debar jantung meningkat
  • Nyeri dada
  • Pusing
  • Mual
  • Pingsan

Jika memandang Si Kecil mempunyai reaksi parah terhadap bunyi keras, ada baiknya untuk segera konsultasi ke master untuk memastikan apakah betul ada tanda phonofobia alias mungkin masalah pendengaran lainnya.

Gejala kedua kondisi ini mungkin tampak serupa pada anak-anak. Mereka mungkin menjadi sangat tertekan oleh bunyi yang menurut Bunda tidak terlalu keras. Jika diperhatikan, anak juga lebih mungkin menutup telinga, menjadi takut, alias mencoba menjauh dari bunyi tersebut.

Apakah phonophobia berhubungan dengan autisme?

Orang dengan gangguan spektrum autisme alias autism spectrum disorder (ASD) terkadang mungkin takut dengan bunyi keras. Reaksi ini dapat disebabkan oleh beberapa aspek yang mendasarinya, termasuk kekhawatiran yang meningkat, sensitivitas sensorik, alias keduanya.

Anak-anak dengan ASD mungkin mengalami ketakutan saat mengantisipasi bunyi keras yang mereka kaitkan dengan kejadian yang tidak menyenangkan.

Selain itu, anak dengan masalah sensorik juga mungkin mempunyai hipersensitivitas terhadap suara, yang menyebabkan mereka mendengar sesuatu jauh lebih keras daripada yang sebenarnya. 

Diagnosis phonofobia

Profesional perawatan kesehatan seperti psikiater, psikolog, alias mahir saraf bakal melakukan penilaian medis untuk mendiagnosis phonofobia. Selama proses evaluasi, tes dapat mencakup:

Riwayat pasien

Ini untuk mengetahui kapan rasa takut terhadap bunyi keras dimulai dan trauma terkait.

Wawancara klinis

Tes melibatkan pertanyaan terperinci tentang suara-suara tertentu yang memicu rasa takut, reaksi emosional dan bentuk terhadap suara-suara tersebut, indikasi apa pun yang memengaruhi kehidupan sehari-hari, dan apakah ada perilaku penghindaran.

Penilaian psikologis

Dalam beberapa kasus, psikolog dapat melakukan tes umum alias kuesioner untuk mengevaluasi tingkat kekhawatiran alias reaksi fobia.

Penilaian medis

Karena phonofobia dapat dikaitkan dengan kondisi lain, master dapat melakukan pemeriksaan riwayat medis komplit dan tes lain untuk menentukan penyebab yang mendasarinya.

Dokter juga mungkin bakal menggunakan kriteria diagnostik yang ditetapkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5-TR) untuk menentukan apakah respons seseorang terhadap bunyi keras merupakan fobia spesifik.

Cara mengatasi phonophobia

Pengobatan untuk phonofobia sering kali melibatkan kombinasi pendekatan terapeutik, perubahan style hidup, dan intervensi medis jika diperlukan. Pengobatan dapat meliputi:

Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif alias Cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan pengobatan yang efektif untuk gangguan kecemasan. 

Namun untuk fobia tertentu, umumnya terbatas pada terapi pemaparan. Pemaparan berjenjang terhadap bunyi yang ditakuti dalam lingkungan yang terkendali dapat membantu mengurangi kekhawatiran dari waktu ke waktu. Metode ini memungkinkan perseorangan untuk mengurangi kepekaan terhadap pemicu secara bertahap.

Obat

Dalam beberapa kasus, master mungkin meresepkan obat anti-kecemasan, seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), untuk mengelola indikasi kekhawatiran yang parah.

Teknik relaksasi

Praktik seperti latihan pernapasan, meditasi, dan relaksasi otot progresif dapat membantu perseorangan mengelola kekhawatiran saat berhadapan dengan bunyi keras.

Modifikasi lingkungan

Bagi sebagian orang, penyesuaian sederhana seperti mengenakan penyumbat telinga alias headphone di lingkungan yang bising, dapat menjadi langkah praktis untuk mengelola kondisi tersebut.

Kesimpulannya, phonophobia adalah fobia spesifik yang menyebabkan rasa takut yang kuat terhadap bunyi keras alias tiba-tiba. Kondisi ini dapat mengganggu kehidupan sehari-hari secara signifikan, tetapi dapat diobati melalui beragam pendekatan, termasuk terapi perilaku, terapi paparan, dan pengobatan medis.

Segera lakukan pemeriksaan ke master jika memandang ada ketakutan pada anak saat mendengar bunyi keras ya, Bunda. Dokter nantinya dapat memastikan apakah ada fobia yang melatarbelakangi alias mungkin kondisi medis lainnya. Semoga bermanfaat!

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

Selengkapnya