Kentut Di Masjid, Bagaimana Hukumnya?

Dec 04, 2024 11:56 AM - 1 bulan yang lalu 63033

KincaiMedia- Kentut merupakan proses alamiah tubuh manusia berupa keluarnya gas di dalam lambung melalui lubang dubur. Rasa mau kentut tidak bisa kita prediksi kapan bakal muncul. Artinya, kemauan untuk kentut bisa muncul kapan saja; ketika sedang sendirian di ruang pribadi alias berbareng orang lain di ruang publik. Nah, gimana jika kemauan tersebut muncul di tempat sakral seperti masjid? Bolehkah kita mengeluarkan kentut di masjid?

Hukum kentut dalam masjid terjadi perbedaan pendapat di antara para ustadz mengenai persoalan ini. Pertama, menurut ustadz kalangan Syafi’iyah, norma kentut di dalam masjid adalah menyalahi yang lebih utama (khilaf al-aula). Artinya, perbuatan yang lebih utama adalah menjauhi buang angin di dalam masjid. 

Hal ini sebagaimana dikatakan Imam Nawawi (w. 676) di dalam kitab Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 2, laman 172, berkata:

لا يحرم ‌إخراج ‌الريح من الدبر في المسجد لكن الأولى اجتنابه

Artinya; “Tidak haram membuang angin (kentut) dari dubur di dalam masjid. Akan tetapi, yang lebih utama menjauhinya.”

Kedua, ulama dari ajaran Malikiyah memberikan putusan yang memerinci norma kentut dalam masjid berasas aspek kesengajaan dan ketidaksengajaan. Jika kentutnya sengaja, maka haram. Jika tidak sengaja, maka tidak haram. 

Syekh Muhammad bin Muhammad al-Syinqitiy di dalam kitab Lawami’ al-Durar, juz 11, laman 346, menulis:

قال الخرشي: والمعنى أنه لا يجوز ‌إخراج ‌الريح في المسجد تعمدا، قال اللخمي: ولا يجوز جلب الريح فيه وإن كان خاليا لحرمة المسجد وللملئكة. اهـ. وأما خروج الريح فيه غلبة فإنه لا يحرم.

Artinya; al-Kharashy menuturkan, bahwa tidak boleh kentut dengan sengaja di dalam masjid. Al-Lakhmi berkata: ‘tidak boleh membuang angin di dalam masjid, meskipun dia sendirian, lantaran kemuliaan masjid dan malaikat.’ Adapun kentut di dalam masjid karena tidak kuat menahannya, itu tidaklah haram.”

Ketiga, sedangkan ustadz dari kalangan Hanafiyah terbelah dalam menghukumi seorang yang kentut dalam masjid. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam tulisan Sirajuddin bin Nujaim, meskipun beliau lebih condong menghukumi khilaf al-aula.

واختلف في كراهة ‌إخراج ‌الريح فيه أنه خلاف الأولى 

Artinya; “Diperselisihkan tentang kemakruhan buang angin di dalam masjid, bahwa perihal tersebut khilaf al-aula (menyalahi yang utama).” [al-Nahr al-Faiq Syarh Kanz al-Daqaiq, juz 1, hlm. 288]

Keempat, menurut ajaran Hanbali. Mansur bin Yunus al-Bahuti al-Hambali dalam kitab Kasyyaf al-Qina’, telah menjelaskan norma kentut di masjid, diqiyaskan dengan norma sunnah menjaga masjid dari aroma busuk bawang merah, bawang putih, bawang bakung dan semacamnya.

(وعلى قياسه: ‌إخراج ‌الريح من دبره فيه) أي في المسجد بجامع الإيذاء بالرائحة فيسن أن يصان المسجد من ذلك ويخرج منه لأجله.

Artinya; “Buang angin lewat dubur di dalam masjid, diqiyaskan terhadap ketentuan kasus sebelumnya, dengan titik kesamaan menyakiti orang dengan aroma busuk. Sehingga disunahkan menjaga masjid dari perbuatan itu dan pelakunya disunahkan dikeluarkan dari masjid.” 

Dengan demikian, ketentuan norma kentut di dalam masjid berasas keterangan ustadz dari 4  ajaran di atas, adalah sebagaimana berikut;

Pertama, Syafi’iyah: khilaf al-aula (menyalahi yang lebih utama). Kedua, Malikiyah: jika kentutnya sengaja, haram; jika tak sengaja, tidak haram. Sementara, Hanafiyah,  antara makruh dan khilaf al-aula. Terakhir, Hanbali,  sunnah menjaga masjid dari kentut di dalamnya.

Kendati ustadz berbeda pendapat mengenai norma buang angin dalam masjid, namun sebagai Muslim seyogianya menjaga masjid tetap bersih dan jauh dari aroma busuk. Pun, ketika mau keluar angin, seyogianya keluar dari area masjid untuk menjaga kesopanan.

Selengkapnya