Jakarta -
Bulan Ramadhan sejenak lagi tiba ya, Bunda. Sebagai pejuang ASI, banyak juga yang mau turut serta berpuasa. Ketahui norma puasa bagi ibu menyusui menurut Islam, Bun.
Setiap umat muslim tentunya mau merasakan ibadah puasa di bulan suci Ramadan. Apalagi, puasa Ramadan termasuk rukun Islam yang kudu dilaksanakan oleh umat Islam yang telah mukalaf alias sudah dikenai norma agama.
Hukum puasa bagi ibu menyusui
Berpuasa bagi setiap umat muslim pada bulan Ramadhan adalah wajib. Terutama bagi yang sudah balig alias berakal, dan tidak sedang dalam perjalanan (musafir), dan tidak sakit. Hukum wajib berpuasa ini juga bertindak untuk ibu mengandung dan menyusui.
Allah berfirman dalam QS Al Baqarah ayat 183:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas Anda berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kami agar Anda bertakwa."
Meskipun menjadi ibadah wajib yang kudu dijalankan setiap muslim yang telah baligh dan berakal, terdapat pengecualian norma puasa bagi ibu mengandung dan menyusui.
Kedua kategori ini dalam hukum Islam rupanya mempunyai ketentuan yang sama dengan orang yang sakit sehingga dapat meninggalkan puasa Ramadan seperti dikutip dari kitab Jejak Ramadan yang ditulis Nova dan Para Pejuang RA, dan diterbitkan Omera Pustaka.
Mengingat semakin tekun berpuasa tentu bakal semakin banyak pahala yang didapatkan, seperti apa sebenarnya norma puasa bagi ibu menyusui?
Agama Islam sendiri telah memberikan keringanan terutama bagi ibu menyusui untuk tidak menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Namun, ketentuan tersebut tidak bertindak bagi seluruh wanita muslimah yang tengah menyusui.
Dikutip jurnal Ketentuan Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui karya Ririn Fauziyah, terdapat penjelasan yang berbeda-beda dari setiap ajaran mengenai norma puasa untuk ibu menyusui. Berikut penjelasannya:
1. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki beranggapan bahwa bagi wanita menyusui dan mengandung jika berpuasa bakal mendatangkan sakit alias justru menambah parah sakitnya, sedang dia cemas dengan kondisinya, alias cemas dengan kondisi anaknya dan cemas dengan kondisi keduanya (dia dan anaknya), maka diperbolehkan baginya untuk tidak berpuasa.
Dengan catatan, keduanya wajib mengqadha (mengganti) di kemudian hari. Menurut ajaran Maliki, ibu yang menyusui diwajibkan baginya untuk bayar fidyah.
2. Mazhab Hanafi
Menurut ajaran Hanafi andaikan ibu mengandung alias menyusui cemas jika menjalankan puasa bakal mendatangkan bahaya, diperbolehkan bagi keduanya untuk tidak berpuasa, baik cemas bakal menimbulkan ancaman pada dirinya dan anaknya alias pada dirinya saja, alias pada anaknya saja.
Bagi keduanya jika tidak berpuasa diwajibkan untuk mengqadha puasanya ketika dia bisa melakukannya dan tidak dikenakan norma untuk bayar fidyah. Dan saat mengqadha puasanya tidak diharuskan untuk urut dari hari ke hari (al-Jaziri 2003,520), seperti dikutip dari laman detikcom.
3. Mazhab Hambali
Mazhab ini beranggapan bahwa diperbolehkan bagi ibu mengandung dan menyusui tidak berpuasa jika dikhawatirkan bakal menimbulkan ancaman jika menjalankan puasa, baik ancaman bagi dirinya sendiri dan anaknya, alias pada dirinya sendiri.
Dalam kedua kondisi ini, diwajibkan bagi mereka untuk mengqadha puasanya saja tanpa bayar fidyah. Sedang, andaikan dia cemas terhadap anaknya saja, maka keduanya kudu mengqadha puasanya disertai dengan bayar fidyah.
4. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i beranggapan bahwa ibu mengandung dan menyusui andaikan keduanya cemas jika menjalankan puasa bakal menimbulkan bahaya, keduanya diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Baik itu cemas pada dirinya sendiri dan anaknya, ataupun cemas pada dirinya saja, maupun cemas pada anaknya saja.
Ketiga kondisi ini mewajibkan keduanya untuk mengqadha puasanya. Sedang pada kondisi ketiga, ialah jika wanita mengandung dan menyusui cemas pada kondisi anaknya saja, keduanya diwajibkan mengqadha puasa disertai dengan bayar fidyah (al-Jaziri 2003, 521).
Selain madhab Hanafi, diwajibkan bayar fidyah dan mengqadha puasa bagi ibu mengandung dan menyusui andaikan keduanya mengkhawatirkan keselamatan janin alias anaknya saja. Sementara jika keduanya mengkhawatirkan keselamatan dirinya sendiri, keduanya diperbolehkan tidak berpuasa, dan diharuskan mengqadha puasanya saja (Zuhaili 2001, 688).
Yusuf Qardhawi beranggapan bahwa diperbolehkan memberi makan orang miskin (membayar fidyah) saja tanpa diharuskan mengqadha puasanya. Ini bertindak bagi ibu yang sedang dalam keadaan mengandung dan menyusui, ketika tidak ada kesempatan untuk mengqadha ialah di saat masa kehamilan, menyusui, dan masa-masa setelah hamil.
Tanda-tanda ibu menyusui dilarang berpuasa
Menurut Mua Sutanto, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia bahwa jika merasa sangat kelelahan, terutama bagi ibu menyusui yang juga bekerja, dan pasokan ASI terus menurun, disarankan untuk mengurangi aktivitasnya, seperti dikutip dari laman detikHealth.
Bagi ibu menyusui yang juga mempunyai pekerjaan lain, disarankan untuk mengurangi aktivitasnya jika mulai merasa lemas selama bulan puasa. Ketua AIMI ini juga menambahkan, jika tetap tidak kuat lebih baik tidak usah berpuasa.
"Jika ibu tetap mempunyai anak usia 0-6 bulan dan tetap ASI sebaiknya ibu tidak perlu berpuasa, demi ASI buat Si Kecil,"kata Yona Shelly, S.Gz, seorang mahir gizi.
Dikatakan Shelly bahwa jika ibu menyusui tetap melakukan puasa, dikhawatirkan ASI untuk Si Kecil tidak cukup.
5 Dampak puasa bagi ibu menyusui dan bayi
Mengingat puasa merupakan corak pola makan terbatas yang terjadi secara konsisten, beberapa akibat mungkin muncul ketika ibu menyusui melakukannya. Berikut ini beberapa akibat puasa bagi ibu menyusui dan bayi seperti dikutip dari laman News Medical:
1. Merasa lemah
2. Kelelahan
3. Pusing
4. Gangguan pencernaan
5. Malnutrisi
Karenanya, krusial untuk menerapkan praktik puasa dengan sehat termasuk dengan berkonsultasi terlebih dulu dengan master mengenai kondisi Bunda dan Si Kecil agar praktik puasa tetap aman.
5 Manfaat puasa bagi ibu menyusui
Praktik puasa Ramadhan sebenarnya tetap bisa dilakukan dengan kondisi ibu tetap menyusui. Ada beberapa faedah puasa bagi ibu menyusui yang mungkin dirasakannya ketika puasa dipraktikkan dengan sehat. Berikut ini di antaranya:
1. Mengatur kolesterol jahat
Banyak orang mau menurunkan berat badan dengan berpuasa. Namun, sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa puasa juga memengaruhi profil lipid. Hal ini mengakibatkan penurunan kolesterol darah, yang dapat mencegah serangan jantung, stroke, dan penyakit lainnya.
2. Nafsu makan terkendali
Menjalankan puasa Ramadhan dan puasa memberikan perubahan positif pada style hidup dan sistem pencernaan. Saat tubuh terbiasa makan lebih sedikit, sistem pencernaan Bunda mendapat kesempatan untuk beristirahat dan perut secara berjenjang menyusut. Hal ini mengurangi nafsu makan dan hasilnya dapat memperkuat lebih lama daripada banyak tren diet seperti dikutip dari laman Clevelandclinic.
3. Detoksifikasi
Puasa tidak hanya menggunakan persediaan lemak tetapi juga membersihkan tubuh dari racun rawan yang mungkin ada dalam timbunan lemak. Dengan sistem pencernaan yang membaik selama sebulan, tubuh secara alami bakal melakukan detoksifikasi, sehingga Bunda berkesempatan untuk melanjutkan style hidup yang lebih sehat setelah Ramadan.
4. Suasana hati dan kejernihan mental meningkat
Puasa dapat menjadi metode untuk 'memberikan tenaga tambahan' pada otak, meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak baru, yang pada gilirannya, mempertajam respons terhadap info di bumi sekitar kita. Penelitian juga menunjukkan bahwa puasa juga dapat membikin otak lebih handal terhadap stres, lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan, dan dapat meningkatkan suasana hati, daya ingat, dan apalagi kapabilitas belajar.
5. Menjaga daya tahan tubuh
Seperti diketahui puasa dapat merangsang sel-sel darah putih untuk bekerja lebih aktif dalam melawan kuman penyebab penyakit. Dengan puasa, tentunya dapat membantu mengurangi peradangan di dalam tubuh sehingga busui condong tidak mudah sakit.
Cara bayar fidyah ibu menyusui yang tidak puasa
Fidyah diambil dari kata fadaa artinya mengganti alias menebus. Bagi beberapa orang yang tidak bisa menjalankan ibadah puasa dengan kriteria tertentu, diperbolehkan tidak berpuasa serta tidak kudu menggantinya di lain waktu. Namun, sebagai gantinya diwajibkan untuk bayar fidyah.
Ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa. Hal ini tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 184.
”(Yaitu) Dalam beberapa hari yang tertentu. Maka peralatan siapa di antara Anda ada yang sakit alias dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) bayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika Anda mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah: 184)
Adapun kriteria orang yang bisa bayar fidyah di antaranya:
1. Orang tua renta yang tidak memungkinkannya untuk berpuasa.
2. Orang sakit parah yang mini kemungkinan sembuh.
3. Ibu mengandung alias menyusui yang jika berpuasa cemas dengan kondisi diri alias bayinya (atas rekomendasi dokter).
Fidyah wajib dilakukan untuk mengganti ibadah puasa dengan bayar sesuai jumlah har ipuasa yang ditinggalkan untuk satu orang. Nantinya, makanan itu disumbangkan kepada orang miskin seperti dikutip dari laman Baznas.
Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi'I, fidyah yang kudu dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg alias seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang kudu dikeluarkan sebesar 2 mud alias setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berfaedah sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang bayar fidyah berupa beras.
Misalnya saja, untuk langkah bayar fidyah ibu mengandung bisa berupa makanan pokok. Misal, dia tidak puasa 30 hari, maka dia kudu menyediakan fidyah 30 takar di mana masing-masing 1,5 kg. Fidyah boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin alias beberapa orang saja (misal 2 orang, berfaedah masing-masing dapat 15 takar).
Menurut kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam corak duit sesuai dengan takaran yang bertindak seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.
Cara bayar fidyah puasa dengan duit jenis Hanafiyah adalah memberikan nominal duit yang sebanding dengan nilai kurma alias anggur seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.
Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk daerah Ibukota DKI Jakarta Raya dan sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam corak duit sebesar Rp60.000,-/hari/jiwa
Semoga informasinya membantu ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)