KincaiMedia, JAKARTA -- Dalam sabda yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sedang berpuasa, tetapi tetap mengucapkan dan mengerjakan perbuatan yang kotor, keji, dan dusta, maka tidak ada argumen bagi Allah untuk memberikan pahala kepadanya lantaran dia meninggalkan makan dan minumnya."
Hadis di atas mengisyaratkan keutamaan pengendalian diri selama berpuasa Ramadhan. Memang, perkara-perkara yang membatalkan puasa adalah makan, minum (secara sengaja), dan hubungan intim (jimak) suami-istri. Akan tetapi, nilai alias prinsip dari berpuasa melampaui ketiga perkara itu.
Pengendalian diri secara total dan menyeluruh itulah yang bakal menghasilkan ketakwaan. Allah SWT menegaskan takwa sebagai tujuan seorang Mukmin berpuasa (QS al-Baqarah ayat 183). Implikasinya, pengendalian diri hendaknya termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bulan suci Ramadhan.
Pengendalian diri dapat dilakukan dalam dua keadaan. Pertama, ketika menyukai serta membenci sesuatu, seseorang alias sekelompok orang. Orang yang dapat mengendalikan dirinya bakal lebih proporsional dan objektif. Ia tidak apriori menerima ataupun menolak. Ia tidak ta'asshub dan picik pada golongannya sendiri sehingga menolak golongan alias golongan lain.
Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda, "Cintailah orang yang Anda cintai sederhana saja, karena siapa tahu kelak dia menjadi orang yang Anda benci. Dan bencilah orang yang Anda tidak suka sederhana saja, karena siapa tahu kelak dia menjadi orang yang Anda cintai."
Kedua, pengendalian diri dalam kondisi ketika kemarahan menyala dalam dada. Orang yang dapat mengendalikan dirinya tidak bakal sampai merusak dan menghancurkan sesuatu.
Dalam Alquran dikemukakan, salah satu karakter orang bertakwa adalah bisa menahan amarahnya. Oleh lantaran itu, Rasulullah SAW memberikan nasihat, "Jika Anda sedang marah, segeralah berwudu. Karena kemarahan yang tidak terkendali berasal dari setan. Setan terbuat dari api dan api bakal padam oleh air."
Bulan latihan
Ramadhan sering disebut sebagai bulan latihan dan ujian. Riadat yang dilakukan, minimal, ialah menahan diri dari makan, minum dan segala perihal yang membatalkan puasa dari fajar hingga waktu maghrib.
Puasa melatih seorang Mukmin dalam mengelola kehendak. Dengan berpuasa, Muslimin melatih pengendalian ego diri agar melakukan sesuai dengan perintah Allah.
Dalam perspektif sufi, perihal itu menunjuk pada ketiadaan kehendak. Yang ada hanyalah kehendak Allah semata. Kita hanyalah pelaksana kehendak-kehendak-Nya.