Salah satu kisah paling terkenal dari cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein, adalah momen ketika mereka menerima baju Lebaran dari malaikat penjaga surga. Kisah ini sangat relate dengan tradisi umat Islam yang sering menyambut kemenangan Idul Fitri dengan mengenakan baju baru.
Selain itu, Hasan dan Husein juga menyimpan banyak cerita lain yang penuh dengan nilai teladan dan inspirasi. Mereka adalah pemuda yang gigih dalam mempertahankan nilai-nilai kepercayaan di tengah masyarakat.
Tidak heran jika beragam kisah hidup cucu Rasulullah ini sangat baik untuk diceritakan kepada anak-anak, Bunda. Mengutip dari beragam sumber, berikut adalah kumpulan kisah singkat Hasan dan Husein yang inspiratif!
Kisah baju Lebaran Hasan dan Husein yang dibawa penjaga surga
Idul Fitri adalah momen yang begitu dinanti oleh seluruh umat Islam usai berpuasa Ramadhan, tak terkecuali Hasan dan Husein, cucu-cucu tercinta Rasulullah SAW.
Namun, di hari yang penuh kebahagiaan itu, Hasan dan Husein merasa sedih. Mereka begitu berduka hati lantaran tidak mempunyai busana baru untuk dikenakan selama hari raya.
Dengan penuh harap, Hasan dan Husein bertanya kepada ibu mereka, Sayyidah Fatimah, tentang busana baru yang tak kunjung diberikan.
"Wahai Ibu, anak-anak di Madinah sudah mengenakan busana Lebaran yang indah, tetapi kami belum. Kenapa Ibu tidak menghiasi kami?" tanya mereka, seperti yang diceritakan dalam buku Jangan Terlalu Berlebihan dalam Beribadah hingga Melupakan Hak-hak Tubuh karya Nur Hasan.
Mendengar pertanyaan itu, Sayyidah Fatimah menjawab dengan lembut, "Baju kalian tetap di tukang jahit." Jawaban itu terus diulangnya setiap kali Hasan dan Husein bertanya.
Namun, hingga malam hari raya tiba, busana baru untuk Hasan dan Husein tetap belum datang. Mereka kembali bertanya kepada ibu mereka.
Sayyidah Fatimah pun merasa sedih dan meneteskan air mata. Dia merasa bersalah lantaran tidak mempunyai duit untuk membeli baju baru untuk kedua putranya.
Pasalnya, family Ali bin Abi Thalib dan Fatimah tidak sekaya sahabat-sahabat Nabi lainnya, meskipun mereka adalah family Rasulullah SAW.
Di tengah kesedihan yang merelung, tiba-tiba terdengar bunyi ketukan di pintu. Sayyidah Fatimah pun segera menghampiri dan bertanya, "Siapa di sana?"
"Wahai putri Rasulullah SAW, saya adalah tukang jahit. Saya datang membawa bingkisan busana untuk kedua putramu," jawab bunyi dari luar.
Fatimah pun segera membuka pintu dan memandang seorang tukang jahit membawa bingkisan. Dengan penuh rasa mau tahu, dia menerima bingkisan tersebut. Ketika dibuka, di dalamnya terdapat dua gamis, dua celana, dua mantel, dua sorban, dan dua pasang sepatu hitam yang sangat indah.
Fatimah memanggil Hasan dan Husein untuk memandang isi bingkisan itu. Keduanya sangat senang memandang busana baru yang menanti mereka. Namun, Fatimah tetap bingung tentang siapa tukang jahit yang datang membawa bingkisan itu.
Tak lama kemudian, Rasulullah datang dan memandang kedua cucunya yang rapi mengenakan busana baru yang indah. Dengan penuh kasih sayang, Nabi SAW menggendong Hasan dan Husein serta menciumi mereka.
Rasulullah kemudian bertanya kepada Fatimah, "Apakah engkau memandang tukang jahit tersebut?"
"Iya, saya melihatnya," jawab Fatimah.
"Putriku, dia bukanlah tukang jahit. Dia adalah malaikat Ridwan, sang penjaga surga," jelas Rasulullah.
Ternyata, bingkisan yang berisi busana baru untuk Hasan dan Husein adalah busana surga yang dikirim langsung oleh malaikat Ridwan. Mendengar penjelasan itu, Fatimah sangat terkejut dan terus-menerus mengucap puji syukur kepada Allah SWT.
Di malam hari raya itu, family mereka dipenuhi dengan kebahagiaan. Pakaian baru untuk kedua putranya telah siap dipakai untuk merayakan Idul Fitri keesokan harinya. Keceriaan dan rasa syukur menyelimuti rumah mereka, menjadikan hari itu semakin istimewa.
Kisah Hasan dan Husein, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW
Dari sekian banyak cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein adalah keturunan Rasulullah yang paling menarik perhatian dengan beragam kisah inspiratif. Cerita tentang keduanya menjadi bagian krusial dari sejarah Islam yang menginspirasi umat di setiap zaman.
Sejak lahir hingga akhir hayatnya, Hasan dan Husein memberikan teladan yang patut dicontoh, terutama bagi generasi muda. Berikut adalah kisah mereka, Bunda!
Kisah kelahiran Hasan dan Husein dan pemberian namanya
Pada pertengahan Ramadhan di tahun ketiga Hijriah, lahirlah seorang bayi yang istimewa. Bayi tersebut adalah Hasan bin Ali bin Abi Thalib, yang sering dipanggil Abu Muhammad. Ia adalah anak pertama dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra.
Hasan sangat mirip dengan kakeknya, Nabi Muhammad SAW. Menurut kitab Tarikh Khulafa yang ditulis oleh Imam As-Suyuthi, sosok Hasan dikatakan mempunyai penampilan dan karakter yang sangat mirip dengan Rasulullah.
Bahkan, di antara semua orang, tidak ada yang semirip Nabi Muhammad SAW seperti Hasan. Hal ini membikin banyak orang merasa bangga dan terharu melihatnya.
Nama Hasan sendiri diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan sungguh besar kasih sayang dan perhatian Nabi terhadap cucunya. Nama Hasan berfaedah "yang baik" alias "yang indah", dan itu mencerminkan kebaikan hati serta keistimewaan yang dimiliki oleh Hasan bin Ali.
Tak lama dari kelahiran Hasan, lahir juga seorang bayi yang tak kalah istimewa, ialah Husein bin Ali bin Abi Thalib, adik dari Hasan.
Sama seperti kakaknya, nama Husein juga merupakan pemberian dari kakeknya, Nabi Muhammad SAW. Nama Husein mempunyai makna yang mendalam dan penuh kasih.
Sebuah riwayat dari Sa'ad menyebut bahwa Hasan dan Husein adalah dua nama dari penunggu surga. Tidak ada seorang pun di antara orang Arab yang memakai nama tersebut pada era jahiliyah.
"Hasan dan Husein adalah dua nama dari nama-nama penunggu surga, dan tidak ada seorang Arab pun yang memakai nama tersebut pada era jahiliyah," ungkap Imran bin Sulaiman (HR Sa'ad).
Al-Mufadhdhal juga menambahkan, "Allah menyembunyikan nama Hasan dan Husein sampai Rasulullah menamai kedua cucunya dengan dua nama tersebut."
Kisah masa mini Hasan dan Husein
Semasa kecil, Hasan dan Husein tumbuh dengan sangat mengesankan di bawah didikan family Rasulullah. Meskipun usianya tetap belia, kedua putra Fatimah ini sudah mempunyai pengetahuan kepercayaan yang mumpuni.
Sejak dini, Hasan dan Husein dididik untuk mempelajari Al-Qur'an, hadis, dan syariat-syariat agama. Mereka juga tidak lalai untuk berjamu dan beragama tepat waktu di masjid.
Suatu hari, keduanya pergi ke masjid untuk melaksanakan salat. Di sana, mereka memandang seorang laki-laki tua yang sedang berwudhu sebelum masuk untuk menunaikan salat.
Namun, Hasan dan Husein merasa bingung dengan langkah wudhu yang dilakukan oleh kakek tersebut. Mereka sadar bahwa langkah-langkah wudhu yang dilakukan tidak benar. Jika wudhu tidak sempurna, salat pun menjadi tidak sah.
Meskipun mau segera menegur kakek itu, Hasan dan Husein merasa cemas bahwa teguran mereka bisa menyinggung emosi orang tersebut. Setelah berbincang dan merundingkan siasat yang bijaksana, mereka sepakat untuk menghampiri sang laki-laki tua setelah dia selesai salat.
Di hadapan laki-laki tua itu, Hasan dan Husein berpura-pura berdebat tentang siapa di antara mereka yang melakukan wudhu dengan benar. Keduanya percaya bahwa langkah wudhu masing-masing adalah yang paling tepat.
"Wudhuku yang benar!" kata Hasan. Husein pun membalas, "Bukan, wudhuku yang benar!"
Suara Hasan semakin lantang, "Tidak! Wudhuku!"
Karena tidak kunjung menemukan kesepakatan, Hasan dan Husein menghampiri laki-laki tersebut dan bertanya, "Kakek, maukah engkau menilai siapa yang betul di antara langkah wudhu yang kami lakukan?"
Keduanya pun segera mengambil wudhu di depan kakek itu. Setelah menyaksikan langkah dan langkah wudhu Hasan dan Husein, kakek tersebut merasa terkejut. Ia menyadari bahwa wudhu yang selama ini dia lakukan tidak sempurna dan tidak sebaik yang dilakukan oleh kedua cucu Rasulullah tersebut.
Kisah Hasan dan Husein satu ini mengajarkan umat Muslim bahwa dengan kebijaksanaan dan langkah yang lembut, maka bisa membantu orang lain untuk belajar dan memperbaiki diri. Keduanya adalah contoh yang baik dalam menyampaikan kebenaran dengan penuh kasih sayang.
Kisah Husein cucu Nabi Muhammad SAW yang meninggal syahid dipenggal
Salah satu kisah paling mengharukan dan tragis dalam sejarah Islam terjadi pada Sayyidina Husein bin Ali. Ia adalah anak dari Fatimah Az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib, dua sosok yang sangat dicintai oleh Rasulullah.
Hidup Husein tidaklah mudah. Ia kudu menghadapi banyak ujian dan kehilangan orang-orang terkasihnya.
Suatu ketika, Malaikat Jibril datang membawa kain kafan dari surga untuk Rasulullah dan orang-orang tercintanya. Kain kafan itu sangat istimewa, tetapi sayangnya, Husein tidak mendapatkannya. Mengapa? Karena Husein bakal menjadi syahid, seorang pahlawan yang berjuang di medan perang.
Husein mengalami ujian yang sangat berat. Kakeknya, Rasulullah SAW, wafat lantaran sakit. Ibunya, Fatimah Az-Zahra, juga wafat lantaran sakit. Ayahnya, Ali bin Abi Thalib, dibunuh saat sedang menunaikan salat subuh. Kakaknya, Hasan, wafat sebagai syuhada. Meskipun begitu, Sayyidina Husein menjalani semua ujian itu dengan penuh kesabaran.
Ketika Yazid bin Mu'awiyyah dinobatkan menjadi khalifah, Husein tidak setuju. Ia dan banyak kaum Muslimin merasa bahwa Yazid adalah seorang yang korup, peminum khamar, dan tidak layak memimpin.
Selain itu, Yazid memperoleh kedudukan itu lantaran warisan ayahnya, Mu'awiyyah bin Abu Sufyan, yang memerintah dengan prinsip-prinsip yang bertentangan dengan aliran Rasulullah SAW.
Di Makkah, Husein menerima banyak surat dari masyarakat Kufah. Surat-surat itu berisi support untuknya dan meminta Husein datang ke Kufah untuk dinobatkan sebagai khalifah.
Husein, yang saat itu berada di Madinah, tidak berjanji setia kepada Yazid lantaran kelakuan buruknya. Ia pun mengutus sepupunya, Muslim bin Aqil, ke Kufah sebagai duta untuk memandang keadaan di sana.
Muslim bin Aqil tinggal berbareng Al Mukhtar, dan rakyat Kufah berkumpul untuk mendukung Husein. Namun, semua itu rupanya hanya kepalsuan semata.
Meskipun demikian, Husein tetap pada pendiriannya untuk menuju Kufah. Setelah tiba di daerah Bathnur Rummah, dia menulis surat kepada masyarakat Kufah untuk memberitahukan bahwa dirinya sudah sampai di sana. Sayangnya, utusannya, Qais bin Mashar as-Saidawi, tertangkap dan dibunuh.
Ketika Husein melanjutkan perjalanan hingga tiba di Zarud, dia mendengar berita bahwa Muslim bin Aqil dan Hani' bin Urwah telah terbunuh. Ia juga mendapatkan info tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang Kufah.
Dilanda kesedihan, Husein pun memutuskan untuk pulang. Namun, orang-orang Bani Aqil berkata, "Bagi kami, tidak ada gunanya hidup setelah Muslim bin Aqil terbunuh. Kami tidak bakal kembali sampai kami mati."
Mendengar perihal itu, Husein pun berkata, "Lantas, apa gunanya saya hidup setelah mereka mati?"
Akhirnya, Husein memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya ke Kufah. Ketika sampai di Zubalah, dia dan rombongannya berjumpa dengan Umar bin Sa'ad dan Ibnul Asy'ats yang membawa surat dari Muslim bin Aqil yang menyampaikan ketidakpedulian masyarakat Kufah terhadapnya.
Walaupun dihadang oleh al-Hurru bi Yazid at-Tamimi atas perintah Ubaidillah bin Ziyad, Husein akhirnya tiba di Karbala pada tanggal 2 Muharram 61 H.
Kedatangannya disambut hangat oleh masyarakat setempat yang konon mencapai 100.000 orang yang siap menyatakan janji setia kepada Husein. Namun, kekhawatiran Husein dan keluarganya menjadi kenyataan.
Pada akhirnya, Husein beserta rombongannya dikepung selama beberapa hari. Tepat pada tanggal 10 Muharram 61 H, sebanyak 5.000 pasukan yang dipimpin oleh Umar bin Sa'ad bin Abi Waqash menyerbu rombongan Husein. Tujuan pengepungan ini adalah untuk memaksa Husein mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu'awiyyah.
Dalam pertempuran itu, rombongan Husein hanya berjumlah 72 orang, terdiri dari 32 prajurit berkuda dan 40 pejalan kaki, serta anak-anak dan perempuan. Dengan jumlah yang tidak seimbang, tentu saja membikin pasukan Husein kalah telak.
Dalam pertempuran itu, Husein terluka parah. Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wan Nihayah mengisahkan, pada 10 Muharram, pasukan Ubaidillah bin Ziyad memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein membalut lukanya dengan merobek kain jubahnya, tetapi bebatan itu segera penuh dengan darah.
Saat itu, panah juga dilepaskan dan mengenai leher Husein. Meskipun terluka, dia tetap hidup dan berupaya menuju sungai untuk minum, tetapi pasukan itu mengepung dan tidak membiarkannya. Akhirnya, Husein dibunuh oleh Sina bin Anas bin Amr Nakhai, yang memenggal kepalanya dan menyerahkannya kepada Khawali bin Yazid.
Para ustadz berbeda pendapat tentang waktu terbunuhnya Husein, tetapi kebanyakan menguatkan bahwa dia wafat pada hari Asyura bulan Muharram tahun 61 H. Ibnu Hajar al-Asqalani juga menguatkan bahwa umur Husein saat wafat adalah 56 tahun.
Rizem Aizid dalam buku Mahar Bidadari Surga menjelaskan bahwa bagi para Muslim yang meninggal di medan perang dan berjuang tanpa maksud tertentu, mereka termasuk dalam jihad fisabilillah.
Oleh lantaran itu, seseorang yang meninggal syahid tidak perlu dimandikan, tidak perlu diberi kain kafan. Jasad seseorang yang meninggal syahid cukup dikuburkan dengan busana komplit yang dipakainya ketika berjuang.
Dengan wafatnya Husein, dia menjadi cucu Nabi Muhammad SAW yang tidak mendapatkan kain kafan dari Malaikat Jibril. Namun, dia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga, ialah gelar syahid. Husein menjadi simbol keberanian dan perjuangan untuk kebenaran.
Demikianlah kisah menarik tentang cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein, mulai dari baju Lebaran, masa kecil, hingga akhir kehidupan mereka. Semoga referensi ini dapat Bunda manfaatkan sebagai media untuk mengajarkan sejarah kepercayaan dan memberikan teladan bagi Si Kecil!
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)