Kisah Bunda Yang Bayinya Alami Alergi Asi, Awalnya Dokter Anggap Remeh Keluhannya

Jan 02, 2025 11:10 AM - 1 bulan yang lalu 49221

Jakarta -

ASI semestinya kondusif bagi semua bayi ya, Bunda. Tetapi, pada praktiknya, ada juga kisah Bunda yang bayinya alami alergi ASI. Simak kisahnya yuk, Bunda.

ASI menjadi nutrisi terbaik bagi bayi setelah melahirkan. Sejauh ini, kandungannya sangatlah kondusif sehingga sangat minimal menghadirkan alergi pada bayi. Meski demikian, perihal berbeda dialami seorang ibu. Adalah Kate Lancester yang mengalami perihal tersebut. Melalui akun media sosialnya, dia berbagi pengalaman tentang alergi susu yang memengaruhi bayinya.

Kate Lancester berbareng kedua anaknya kudu berjuang lantaran anak-anaknya tersebut didiagnosis alergi terhadap protein susu sapi. Kate Lancester sebenarnya mencurigai ada yang tidak beres segera setelah putrinya Violet lahir. Tetapi, kecurigaan tersebut terpendam begitu saja lantaran tidak ada rilis dari tim medis mengenai perihal itu.

"Semua orang mengatakan semuanya baik-baik saja, tetapi saya tahu ini tidak baik-baik saja," katanya. "Saya tahu ada yang salah, meskipun saya belum pernah punya bayi sebelumnya." Violet jelas kesakitan, mengalami ruam di sekujur tubuhnya, dan mempunyai masalah pencernaan yang jelas.

Dokter tidak mendengarkan. "Sebelum Anda mendapatkan pemeriksaan itu, Anda dibuat merasa seperti sedikit gila. Sayangnya, ada banyak gaslighting pada fase pemeriksaan awal itu. Kamu diberi tahu bahwa 'semuanya baik-baik saja', dan bahwa ini hanya lantaran Anda terlalu memikirkannya alias terlalu cemas."

Kemudian, Lancester pergi ke master untuk mencari jawaban sekitar empat alias lima kali. Tetapi, baru setelah berbulan-bulan membaca dan meneliti, seorang kawan akhirnya menyarankan bahwa argumen di kembali penderitaan bayinya bisa jadi adalah alergi protein susu sapi alias cow’s milk protein allergy (CMPA).

CMPA adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh bayi secara keliru bereaksi terhadap protein dalam susu sapi, yang menyebabkan beragam indikasi termasuk ruam, pembengkakan, hidung meler, dan, dalam kasus yang jarang terjadi, kesulitan bernapas. Alergi tersebut memengaruhi sekitar 7 persen bayi di bawah usia satu tahun, menurut lembaga kebaikan Allergy UK.

Diagnosis tersebut dikonfirmasi setelah Lancaster meminta tes untuk CMPA. Dalam kasus yang jarang terjadi, putrinya bereaksi terhadap protein susu sapi yang ada dalam ASI, lantaran Lancaster mengonsumsi susu. Begitu dia berakhir mengonsumsi susu, indikasi putrinya pun berhenti.

"Ini adalah perjalanan yang sangat, sangat sulit, sunyi, dan membikin frustrasi untuk betul-betul sampai pada titik diagnosis," katanya. Itulah sebabnya, pada tahun 2019, dia membikin laman IG @thedairyfreemum, diikuti oleh situs web.

"Itulah yang mendorong apa yang saya lakukan dengan laman tersebut, lantaran saya tidak mau orang lain merasakan perihal yang sama. Saya mau ada training yang lebih baik. Saya mau ada lebih banyak informasi, lebih banyak panduan, dan lebih banyak support untuk orang tua penderita alergi secara umum."

Enam tahun kemudian, dan setelah didiagnosis CMPA lagi untuk anak keduanya, Jude, Lancaster telah mengumpulkan 77.000 pengikut di Instagram, semuanya mencari saran tentang langkah mengatasi kondisi langka dan sangat disalahpahami ini.

Ia sekarang telah sukses memperkenalkan kembali susu ke dalam pola makan Violet sekitar 80 persen kasus CMPA sembuh pada usia lima tahun dan berambisi dapat melakukan perihal yang sama untuk Jude juga.

Lancaster mengadvokasi kesadaran yang lebih besar dan kebijakan yang lebih setara untuk anak-anak penderita alergi melalui Natash Allergy Research Foundation (Narf), lembaga kebaikan yang didirikan oleh orang tua Natasha Ednan-Laperouse, yang meninggal setelah mengalami reaksi alergi terhadap biji wijen yang dipanggang dalam  Pret A Manger baguette.

Berkat kampanye yang dilakukan oleh pasangan tersebut, undang-undang keamanan pangan baru, yang dikenal sebagai 'Natasha Law', diperkenalkan, yang mewajibkan pelabelan bahan komplit dan alergen pada semua makanan yang dibuat di tempat dan dikemas terlebih dulu untuk dijual langsung. Pengalaman Lancaster membantu lembaga kebaikan tersebut mengembangkan kebijakan untuk membantu mereka yang menderita alergi seperti dikutip dari laman The Times.

Halaman media sosial Lancaster juga telah memberikan faedah lain untuknya. Halaman tersebut merupakan pelampiasan emosi dan langkah untuk menemukan ikatan yang sama dengan mereka yang mengalami pengalaman serupa.

“Saya pikir jika Anda telah melalui perjalanan yang susah untuk mendapatkan diagnosis, Anda kudu selalu waspada,” katanya. “Jadi sangat susah bagi siapapun sebagai orang tua yang mempunyai alergi untuk betul-betul rileks dan mengikuti arus. Kamu tidak bisa betul-betul bersikap spontan."

“Saya pikir ketika saya mengunggah sesuatu yang mengatakan bahwa saya merasa resah tentang sesuatu, banyak orang dapat merasakannya. Tetapi, itu juga merupakan jalan keluar bagi saya, lantaran saat ini saya tidak mengenal orang tua lain dalam lingkaran pertemanan saya yang mengalami perihal itu.

“Saya menganggap orang-orang yang mengikuti saya sebagai sekelompok teman. Sungguh, Anda memerlukan organisasi itu. Dan, Anda memerlukan orang-orang yang memahami apa yang sedang Anda alami, agar Anda merasa seperti, ‘Oke, saya tidak gila, orang lain juga merasakan perihal yang sama’. Itu adalah perihal yang susah untuk dilalui dan mempunyai orang lain yang menghargai dan memahami itu sangatlah penting," katanya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Selengkapnya