KincaiMedia- Puasa merupakan ibadah yang mempunyai dimensi spiritual mendalam. Selain sebagai tanggungjawab bagi umat Islam, puasa juga mempunyai logika tersendiri dalam memperkokoh keagamaan seseorang. Secara esensial, puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi lebih dari itu, dia adalah proses pembentukan karakter dan penyucian jiwa.
Dalam sebuah sabda disebutkan:
الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ
“Puasa adalah separuh dari kesabaran”
Sedangkan dalam sabda lain disebutkan:
الصَّبْرُ نِصْفُ الإِيمَانِ
“Sabar adalah separuh dari keimanan”
Berdasarkan dua sabda ini, Imam Ghazali menyimpulkan bahwa puasa adalah ¼ keimanan. Hal itu lantaran jika keagamaan diibaratkan seperti kotak maka separuhnya berisi kesabaran dan separuh dari kesabaran itu berisi puasa. (Ihya’ Ulumiddin jilid. 1 Hal. 273)
Dengan kata lain, sabar lebih umum dari pada puasa dan puasa bagian dari sabar. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ibnu Abbas bahwa sabar mempunyai tiga macam: pertama, sabar mengerjakan perintah Allah seperti sabar melaksanakan shalat, puasa, amal dan perintah-perintah yang lain.
Kedua, sabar menahan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang seperti berzina, mencuri dan larangan-larangan lainnya. Ketiga, sabar menghadapi musibah yang Allah berikan. (Tahqiqut Tajrid fi Syarh Kitab at-Tauhid, jilid 2. Hal. 372)
Dengan demikian ibadah ini merupakan salah satu corak sabar ialah sabar mengerjakan perintah Allah berupa menahan diri dari melakukan semua yang membatalkannya. Sehingga betul bahwa puasa merupakan bagian dari kesabaran.
Di sisi yang lain, keagamaan manusia menurut penjelasan para ustadz diibaratkan seperti pohon yang mempunyai banyak bagian berasas sebuah sabda sahih yang berbunyi:
الإيمان بضع وسبعون شعبة أفضلها لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق
“Iman mempunyai 70 sekian cabang, paling utamanya adalah lafaz La Ilaha illa allah dan paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Bukhari Muslim)
Jika keagamaan diibaratkan layaknya pohon seperti penjelasan ustadz tersebut maka akarnya adalah lafaz La Ilaha illa allah sebagai pondasinya, sedangkan pohonnya adalah rukun Islam ialah salat, puasa, amal dan haji. Kemudian ranting-ranting dan dahan-dahannya adalah amal-amal kebaikan yang Nabi contohkan antara lain adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.
Karena itu, ketika seseorang berpuasa yang menjadi bagian dari sabar menaati perintah Allah, maka sesungguhnya dia sedang memperkokoh dan memperkuat pohon keagamaan dan ketakwaannya kepada Allah swt. Bukankah tujuan diwajibkannya berpuasa agar manusia bertaqwa? sebagaimana di dalam al-Quran:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
“Wahai orang-orang yang beragama diwajibkan atas Anda berpuasa sebagaimana diwajibkan juga kepada orang-orang sebelum Anda supaya Anda bertaqwa”.
Wal hasil, berpuasa yang merupakan bagian dari kesabaran dan kesabaran bagian dari ketaatan dapat menjadikan manusia semakin beragama dan bertakwa kepada Allah. Karena mengerjakan puasa berfaedah melaksanakan perintah Allah sedangkan takwa itu sendiri adalah ketika seorang hamba melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Wallhu ’alam.