KincaiMedia, JAKARTA -- Hadis tiruan diistilahkan sebagai sabda maudhu' alias muzayyaf. Prof Syuhudi Ismail dalam bukunya, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya (1995), mendefinisikan sabda tiruan sebagai "pernyataan, alias pernyataan-pernyataan, yang sesungguhnya bukanlah sabda Nabi Muhammad SAW, tetapi beberapa kalangan menyebutnya sebagai sabda beliau."
Isi sabda tiruan tidak selalu jelek alias bertentangan dengan ketentuan umum aliran Islam. Namun, kenapa sampai ada sabda palsu?
Pertanyaan itu coba dijawab Ahmad Fuad Effendy dalam bukunya, Sudahkah Kita Mengenal Al-Quran? (2013: 251-252). Dia mengutip dari al-Qurtuby dalam pembukaan kitab Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an.
Menurut al-Qurtuby, orang-orang yang menciptakan hadis-hadis tiruan dapat dibedakan menjadi empat kelompok.
Pertama, golongan zindiq yang membikin sabda tiruan alias menambahkan kalimat/frasa pada sabda sahih untuk menimbulkan kerisauan alias kebingungan di kalangan umat.
Kedua, pengikut ekstrem sebuah ajaran alias golongan yang membikin sabda tiruan untuk menguatkan mazhabnya.
Ketiga, orang-orang yang 'putus asa' dalam menganjurkan kebaikan. Dengan maksud baik membikin sabda tiruan tentang suatu perbuatan, dia mau agar umat Islam terdorong untuk melakukan perbuatan tersebut.
Fuad Effendy menilai, golongan ketiga itu sering dijumpai dalam konteks pembahasan hadis-hadis tiruan tentang keistimewaan membaca surat-surat dari Alquran. Ambil contoh, "hadis" (dalam tanda kutip) berikut, yang diriwayatkan Abu Bakar al-Ajiri dari Abu Umamah al-Bahili.
"Barangsiapa membaca seperempat Alquran, berfaedah dia telah diberi seperempat kenabian. Barangsiapa membaca sepertiga Alquran, berfaedah dia telah diberi sepertiga kenabian. Barangsiapa membaca dua per tiga Alquran, berfaedah dia telah diberi dua per tiga kenabian. Barangsiapa membaca (seluruh) Alquran, berfaedah dia telah diberi kenabian."
Dari keterangan Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani, demikian Fuad Effendy, risetnya menyimpulkan, "hadis" di atas tidak sahih lantaran di dalam jalur periwayatan (sanad) terdapat nama Maslamah bin Ali, yang dinilai abnormal (majruh) oleh para mahir hadis.
Adapun golongan keempat adalah para "peminta-minta" alias para pencari infak dengan langkah membacakan "hadis-hadis" buatan sendiri, komplit dengan sanad yang dipalsukan.
Tiga kualitas hadis