Mengenal Fikih Ikhtilaf

Jan 01, 2025 09:14 PM - 3 minggu yang lalu 28467

KincaiMedia,JEDDAH -- Sejak dulu, umat Islam sudah memperdebatkan masalah norma Islam. Mulai dari masalah ibadah, sampai pa da muamalat. Tapi, jika tidak proporsional dalam me nyikapinya, bakal dapat memicu rusaknya persatuan umat Islam di Indonesia.

Dengan adanya perbedaan dalam mengerti keagamaan, umat Islam makin hari saribuah tru kerap bersikap saling menyindir, meng hujat, apalagi mengafirkan antar sesama. Keadaan ini menjadi salah satu indikasi yang melemahkan kekuatan umat Islam.

Masalah perbedaan pendapat dalam fikih terkadang juga menjurus pada perpecahan dengan saling menuduh sebagai mahir bid'ah lantaran langkah shalatnya ber beda. Akibatnya, perbenturan masalah fi kih ikhtilaf tersebut tidak terhindarkan lagi.

Berselisihan pendapat tersebut pada umumnya berangkat dari kelemahan konsep dalam memahami hukum Islam secara lengkap. Serta hanya belajar kepercayaan lewat satu jenis seorang ustaz alias kiai. Sehingga, pa da saat perbedaan dalam norma fikih mun cul, internal umat Islam pun menjadi gaduh.

Sayangnya, terkadang perbedaan itu tetap ditambahi dengan sikap-sikap yang kurang elegan serta terkesan mau menang sendiri. Karena itu, pengetahuan tentang fikih ikhtilaf penting untuk ditularkan di tengah kondisi bangsa saat ini sebagai solusi untuk menjaga persatuan umat.

Makna

Kata ikhtilaf berasal dari kata bahasa Arab yang artinya perselisihan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ikhtilaf diartikan sebagai perbedaaan pendapat alias perselisihan pikiran. Sementara, secara istilah, ikhtilaf adalah perbedaan yang terjadi di kalangan para ustadz alias mujtahid dalam memahami sebuah teks Alquran dan hadis.

Ikhtilaf adalah salah satu tanda-tanda kebesaran Allah. Karena, sejatinya segala kemakmuran di bumi ini tidak bakal ter bentuk jika manusia diciptakan dalam ke adaan yang sama dalam segala hal, mulai dari proses pembuatan sampai pada metode berpikir hasil buatan Allah. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam surah Hud ayat 118-119.

Dalam kitab Al-Mu'jam Al-Islami, Asyraf Thah Abu Dahab menjelaskan, fikih ikhtilaf adalah etika dalam menyikapi perbedaan. Yang paling baik menyikapi perihal ter sebut adalah umat Islam yang hidup pada masa sahabat, tabiin, dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Sebab, perbedaan itu tiada sama sekali memberikan mudharat bagi mereka.

Sementara itu, KH Cholil Nafis mengatakan, fikih ikhtilaf merupakan pengetahuan yang mempelajari perbedaan pendapat ustadz dan langkah menyikapinya. Watak fikih Islam selalu membuka ruang perbincangan dan kajian, sehingga umat Islam dapat terhindar dari perpecahan.

Bagaimana langkah memahami perbedaan ulama, gimana langkah menyikapi dan sekaligus yang mana yang wajib di amalkan? Itulah yang disebut fikih ikhtilaf, kata Kiai Cholil kepada Republika.

Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah ini menjelaskan, fikih ikhtilaf adalah pengetahuan untuk memahami kepercayaan Islam, khu susnya di bagian furu'iyah alias tentang per bedaan ustadz dalam memutuskan hukum. Dengan fikih ikhtilaf, menurut dia, umat bakal dapat memahami perbedaan ibadah dan perbedaan dalam muamalah, ta pi tidak berbeda di dalam masalah akidah.

"Karena, itu kita bisa memahami mana batas toleransi dan mana batas yang diamputasi. Artinya, kita memahami bahwa perbedaan dalam memahami Islam adalah sebuah keniscayaan dan kita tahu batas perbedaan dan mana batas perpecahan," jelasnya.

Perbedaan dalam Islam tidak dapat ditoleransi ketika menimbulkan perpe cahan umat. Jadi, menurut Kiai Cholil, fikih ikhtilaf itu pada pokoknya adalah gimana memahami Islam dan memahami perbedaan ustadz di dalam memahami Islam pada batas-batas toleransi.

Namun, dia juga mengakui bahwa umat Islam sekarang condong larut dalam memperdebatkan norma Islam yang sebenarnya tidak perlu disikapi berlebihan. Seperti halnya norma membaca qunut saat shalat subuh, jumlah rakaat shalat tarawih, norma memakai celana di bawah mata kaki, alias pun memperdebatkan norma transaksi finansial di lembaga keuangan.

Karena itu, Kiai Cholil merasa krusial untuk menyebarkan fikih ikhtilaf kepada masyarakat Muslim. 

"Ini sangat krusial untuk memahami fikih ikhtilaf, sehingga masyarakat Muslim tidak berdebat menghabiskan daya dalam hal-hal yang memang seduatu yang niscaya berbeda, sesuatu yang ditoleransi," kata Kiai Cholil.

Keniscayaan

Ikhtilaf alias perbedaan diharapkan tidak menimbulkan permusuhan dan bentrok di tengah-tengah umat Islam. Karena, perbedaan itu sesuatu yang niscaya dalam Islam. "Contoh umpamanya berkenaan dengan qunut pada saat shalat Subuh. Itu sesuatu yang niscaya perbedaan ustadz dalam memahami shalat Nabi," ujarnya.

Nabi suatu waktu pernah pernah berqunut, tapi di waktu yang lain nabi juga tidak berqunut. Karena itu, bagi sahabat yang memandang nabi berqunut berpandangan bahwa qunut hukumnya sunah. Namun, bagi sahabat yang tidak pernah memandang nabi berqunut menganggapnya sebagai bid'ah. "Nah, berbeda dalam memahami seperti itu kan pemisah toleransi lantaran masing-masing punya dalil dan tetap dalam pemahaman kegamaan," jelas Kiai Cholil.

Sama halnya juga dengan masalah jumlah rakaat shalat Tarawih. Sebagian ustadz ada yang mengatakan bahwa Nabi melak sanakan shalat Tarawih dengan delapan ra kaat, sedangkan ustadz lainnya mengata kan na bi melaksanakan Tarawih dengan 20 rakaat. "Itu sama halnya dengan perbedaanya apakah kita memelihara jenggot alias tidak, celana cingkrang alias tidak, itu sesuatu yang menjadi perbedaan ustadz di dalam memahami agama," katanya.

Menurut dia, banyak perihal yang dapat dibahas dalam fikih ikhtilaf, termasuk soal ibadah keseharian umat Islam. Dalam pembahasan fikih ikhtilaf, kata Kiai Cholil, umat Islam bakal memahami pendapat yang lebih diunggulkan. "Banyak perihal yang bisa kita kupas, sehingga fikih ikhtilaf ini krusial untuk mendewasakan kita beragama," ucapnya. Dengan memahami fikih ikhtilaf ini, diharapkan, umat Islam bisa lebih elastis dalam beragama.

Selain itu, tambah dia, umat Islam yang memahami fikih ikhtilaf juga bakal lebih merekatkan persatuan dan meluaskan wawasannya, sehingga tidak mudah mengkalim seseorang telah keluar dari Islam. "Oleh lantaran itu, krusial untuk menyam paikan perihal ini kepada generasi muda, kepada generasi masyarakat yang hidup di te ngah kita," pungkasnya.

Selengkapnya