Menjalani Ramadhan Secara Ekologis: Menerapkan Kesederhanaan Di Bulan Suci

Mar 11, 2025 12:17 PM - 6 hari yang lalu 10695

BincangSyariah.com — Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, di mana umat Islam berlatih menahan diri, meningkatkan spiritualitas, dan memperbanyak kebaikan kebaikan. Namun, di kembali semangat ibadah ini, sering kali muncul kebiasaan konsumtif yang justru bertentangan dengan nilai kesederhanaan yang diajarkan Islam. Nah berikut tentang menjalani ibadah Ramadhan secara ekologis.


Sejatinya, Ramadhan, bulan paling suci dalam almanak Islam, adalah waktu untuk refleksi mendalam, peremajaan spiritual, dan peningkatan ketaatan. Bulan Ramadhan merupakan periode puasa, doa, dan peningkatan kebaikan dilakukan oleh setiap Muslim. 

Namun, secara paradoks, bulan ini juga menjadi waktu konsumsi berlebihan, khususnya dalam perihal makanan, energi, dan barang-barang material. Paradoks era modern ini sangat kontras dengan prinsip inti Islam tentang kesederhanaan. 

Dengan menyelaraskan kembali praktik Ramadhan dengan prinsip sejati dari sikap moderat dan keberlanjutan, umat Islam dapat menjalankan bulan suci dengan langkah memperkaya spiritualitas sembari bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Paradoks Konsumerisme dan Kesederhanaan di Bulan Ramadhan

Puasa dari fajar hingga mentari terbenam dimaksudkan untuk menumbuhkan disiplin diri dan penghargaan atas berkah yang dimiliki seseorang. Namun, banyak umat Islam mengalami peningkatan konsumsi makanan selama Ramadhan, alih-alih penurunan. 

Pasar dibanjiri dengan pembelian makanan yang berlebihan, hidangan iftar (buka puasa) yang mewah, dan pemborosan makanan yang signifikan. Di banyak negara berpenduduk kebanyakan muslim, sampah makanan meroket selama Ramadhan. Penelitian menunjukkan bahwa nyaris 30-50% makanan yang disiapkan untuk berbuka puasa dan sahur dibuang.

Selain itu, penggunaan bungkusan plastik untuk makanan dibawa pulang, peralatan sekali pakai saat berbuka puasa bersama, dan peningkatan konsumsi listrik lantaran kegiatan malam hari yang panjang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Konsumsi berlebihan ini bertentangan dengan prinsip Ramadhan. Islam mengajarkan moderasi dan keseimbangan dalam semua aspek kehidupan, termasuk makanan, penggunaan sumber daya, dan pilihan style hidup. 

Nabi Muhammad menekankan makan secukupnya, dengan menyatakan, “Tidaklah anak Adam mengisi bajan yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam untuk menyantap apa yang dapat menopang punggungnya. Namun jika dia kudu (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR. Tirmidzi). 

Menerapkan prinsip ini pada Ramadhan berfaedah menahan kemauan untuk mengonsumsi berlebihan, dan sebaliknya melakukan pendekatan yang cermat, minimalis, dan bertanggung jawab terhadap makanan dan penggunaan sumber daya. Kesederhanaan (zuhd) merupakan nilai dasar Islam yang sekarang sering kali dikalahkan budaya konsumerisme modern. Nabi Muhammad sendiri menjalani hidup yang sederhana, apalagi di saat-saat penuh kelimpahan. 

Nabi mendorong umatya untuk menghindari pemborosan dan mengingatkan mereka bahwa kekayaan dan kekayaan barang berkarakter sementara. Al-Quran memperingatkan terhadap pemborosan: “Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. al-Isra [17]: 27).

Menerapkan prinsip ini selama bulan Ramadhan berfaedah memikirkan kembali langkah kita menyiapkan dan mengonsumsi makanan, mengurangi pemborosan, dan membikin pilihan yang sadar lingkungan.  Alih-alih menyiapkan makanan dalam jumlah berlebihan, setiap family muslim dapat memasak hanya apa yang diperlukan, berbagi makanan dengan tetangga dan mereka yang membutuhkan, serta memprioritaskan makanan alami yang tidak diolah.

Hal ini tidak hanya sejalan dengan nilai Islam tentang kesederhanaan, melainkan juga mendorong kebiasaan makan yang lebih sehat (thayyib).

Langkah Praktis untuk Ramadhan yang Ekologis

Daripada menyiapkan jamuan buka puasa yang kompleks dengan beragam hidangan, umat Islam dapat berfokus pada makanan sederhana dan bergizi yang memenuhi kebutuhan diet tanpa berlebihan. Melakukan perencanaan makanan dapat membantu mengurangi sampah makanan, dan sisa makanan dapat digunakan kembali secara imajinatif daripada dibuang.

Lebih lanjut, dalam beragam kegiatan dan pertemuan buka puasa selama Ramadhan, banyak peralatan seperti piring, gelas, dan peralatan makan sekali pakai, berkontribusi menjadi sampah plastik. Menggunakan peralatan makan yang dapat digunakan kembali dan membawa botol air pribadi dapat secara signifikan mengurangi akibat lingkungan. Selain itu, membeli produk segar dari pasar lokal, alih-alih peralatan yang dikemas dalam plastik, membantu meminimalisasi sampah.

Salat tarawih serta salat malam lainnya dan meningkatnya pertemuan sosial pada bulan Ramadhan sering kali menyebabkan konsumsi daya yang berlebihan. Menggunakan lampu irit energi, mematikan perangkat elektronik yang tidak perlu, dan memilih ventilasi alami alih-alih AC dapat membantu menghemat energi.

Lalu, lonjakan shopping dan pemberian bingkisan selama Ramadhan, terutama sebelum Idulfitri, sering kali memicu konsumerisme yang tidak perlu. Memilih produk yang etis dan berkelanjutan, mendukung pengrajin lokal, dan memprioritaskan pemberian kualitatif daripada kuantitatif dapat membantu menumbuhkan pendekatan yang lebih bertanggung jawab terhadap konsumsi.

Memberi kepada yang kurang beruntung merupakan komponen krusial dari Ramadhan, tetapi juga dapat dilakukan dengan langkah yang sadar lingkungan. Alih-alih menyumbang sampah melalui makanan kemasan, orang dapat menyediakan makanan segar yang dimasak di rumah. Demikian pula, daripada membeli busana baru untuk disumbangkan, orang dapat menggunakan kembali dan mendistribusikan kembali busana jejak yang tetap layak pakai.

Seruan untuk Menjalani Esensi Ramadhan

Ramadhan bukan sekadar berpuasa dari makanan dan minuman di siang hari. Ramadhan merupakan waktu latihan spiritual untuk menahan diri, bersyukur, dan bersikap sederhana. Kecenderungan umat Islam modern untuk menikmati konsumsi berlebihan selama Ramadhan mengalihkan perhatian mereka dari tujuan sebenarnya. 

Dengan menyelaraskan kembali praktik Ramadhan dengan aliran Islam tentang moderasi dan keberlanjutan (sustainability), umat Islam dapat menumbuhkan hubungan yang lebih dalam dengan ketaatan mereka sekaligus memenuhi tanggung jawab mereka sebagai pengelola Bumi (khalifah fil-ardh).

Menjalani Ramadhan secara ekologis berfaedah bersikap hati-hati dalam memilih, ialah dengan langkah memperhatikan apa yang kita makan, seberapa banyak yang kita buang, dan akibat lingkungan dari tindakan kita. Dengan melakukannya, kita tidak hanya menjunjung tinggi prinsip inti Islam tentang kesederhanaan dan moderasi, tetapi juga berkontribusi pada planet kita yang lebih sehat untuk generasi mendatang. 

Ramadhan pada intinya adalah kesempatan untuk pemurnian jiwa, kebiasaan, dan hubungan kita dengan bumi di sekitar kita. Mari kita sambut bulan suci ini dengan kesadaran, kerendahan hati, dan komitmen spiritual terhadap keberlanjutan ekologis.

Selengkapnya