Metode Alternatif Bisa Selamatkan 4,6 Juta Perokok Dari Bahaya Tembakau

Feb 04, 2025 10:47 AM - 1 minggu yang lalu 8496

Bagi seorang perokok, menghentikan kebiasaan merokok bukan perihal mudah. Efek adiksi nikotin ini menjadi masalah kesehatan global. Indonesia menduduki posisi kedua di bumi dengan jumlah perokok diperkirakan mencapai 70 juta orang.

Laporan WHO memproyeksikan bahwa prevalensi merokok di Indonesia bakal meningkat dari 31,7 persen pada 2000 menjadi 37,5 persen pada 2025. Tingginya jumlah konsumsi merokok di Indonesia tersebut, menjadi salah satu aspek pemicu peningkatan prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) yang diperkirakan menyebabkan kematian hingga tiga ratus juta jiwa. Diperkirakan 300.000 orang meninggal awal setiap tahun akibat rokok, seperti penyakit jantung, kanker paru, PPOK, tuberkulosis, dan stroke.

Berbagai upaya dan program nasional maupun dunia sudah dilakukan untuk mengurangi akibat merokok tembakau ini. Sayangnya, jumlah perokok bukan berkurang justru bertambah. Oleh lantaran itu, perlu cata alias metode pengganti yang efektif. 

Dalam obrolan media yang membedah laporan dan analisis "Lives Saved Report" di Jakarta, 3 Februari 2025, dr. Ronny Lesmana, associate guru besar dan peneliti dari  Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung menjelaskan, hasil analisis yang dikeluarkan oleh Global Health Consults pada akhir November 2024 menemukan, lebih dari 4.6 juta jiwa dapat terselamatkan pada 2060 dengan metode Tobacco Harm Reduction (THR). Metode ini memfokuskan peralihan konsumsi rokok dengan menggunakan langkah pengganti yang lebih rendah risiko.

Apa itu Metode Tobacco Harm Reduction (THR)?

THR adalah upaya mengurangi ancaman tembakau dengan melibatkan penyediaan produk yang mengandung nikotin dengan tingkat ancaman yang lebih rendah bagi pengguna tembakau yang tidak mau alias tidak bisa berakhir menggunakan produk nikotin. 

Laporan “Lives Saved Report 2024” muncul seiring dengan semakin kuatnya bukti terhadap kualitas pemanfaatan metode THR yang dinilai dua kali lebih efektif dalam mengurangi kebiasaan merokok dibandingkan terapi pengganti nikotin.

Hal tersebut juga tertuang pada publikasi Public Health England yang menerangkan, produk tembakau pengganti bisa mengurangi paparan akibat nyaris 95 persen lebih rendah dibandingkan rokok. Meskipun studi jangka panjang tentang faedah kesehatan dari beranjak ke THR tetap diperlukan, hasil studi yang menggunakan biomarker penyakit masa depan cukup menjanjikan. Dengan begitu, langkah konkret melalui intervensi kebijakan untuk mengurangi ancaman merokok perlu dijalankan oleh pemerintah dengan melibatkan seluruh aspek.

Usaha untuk menghentikan rokok masif di Indonesia, tapi yang berakhir tidak sesignifikan itu. Untuk itu upaya berbareng perlu terus dilakukan. Dalam konteks ini, kita tidak bisa berdiam diri. Hadirnya intervensi ini lebih menjanjikan dalam mengurangi ancaman merokok tembakau yang dibakar, apalagi nyaris dua kali lebih efektif untuk penghentian merokok dibandingkan terapi pengganti nikotin, alias jika dibandingkan dengan hanya melanjutkan upaya pengendalian tembakau yang diarahkan oleh WHO saat ini saja,” jelas dr. Ronny.

Hadir dalam kegiatan yang sama, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pemerintah terus melakukan langkah untuk mengendalikan penggunaan produk tembakau seperti rokok dan menurunkan 300 ribu kematian awal per tahun akibat merokok dengan mempertimbangkan opsi alternatif.

Dalam upaya pencegahan beragam penyakit akibat perilaku merokok, Kemenkes sudah membikin Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) sebagai upaya preventif dan promotif, dan tatalaksana pengendalian konsumsi rokok. Selain itu, peta jalan izin hingga saat ini juga kami sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 serta patokan turunan yang terbit setahun setelahnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur produk tembakau termasuk rokok elektronik,” dr. Nadia.

Sementara itu, Prof. Tikki Pangestu, peneliti dan mantan Direktur Riset Kebijakan WHO mengatakan, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam mengurangi jumlah perokok lewat upaya pengurangan akibat rokok (harm reduction). Langkah-langkah tersebut mencakup perbincangan antar pemangku kepentingan, diadakannya lebih banyak penelitian yang lebih berbobot dan lebih mengerti aspek kontekstual lokal dan kerjasama yang lebih kuat di antara para peneliti dan akademisi dengan organisasi harm reduction di dunia.

Prof Tiki berambisi pemerintah Indonesia bisa lebih terbuka soal produk pengganti tembakau ini.  Permasalahan rokok ini butuh intervensi yang maksimal. Beberapa negara maju di bumi seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang sudah menerapkan konsep pengurangan akibat tembakau (tobacco harm reduction). Di negara maju tersebut, konsep pengurangan akibat sukses menurunkan jumlah perokok konvensional, apalagi menurunkan peredaran jumlah rokok konvensional di pasaran,” jelas Prof. Tikki.

Lebih lanjut, laporan ini turut membahas urgensi pendalaman keilmuan mengenai akibat produk pengganti tembakau, serta pentingnya peran pemerintah dalam mendukung penelitian melalui pendanaan. Dukungan terhadap pendanaan riset dapat mendorong meningkatnya para mahir mengenai THR. Nantinya, hasil riset dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan oleh pemangku kepentingan terkait.

Praktisi Kesehatan dr. Arifandi Sanjaya mengatakan berakhir merokok jadi perihal yang susah dilakukan bagi perokok. Pasalnya setiap perokok yang berupaya berakhir bakal menghadapi nikotin withdrawal atau indikasi putus unsur nikotin.

Membuat perokok berakhir itu susahnya luar biasa. Saya tidak pernah membikin orang berakhir merokok, tapi membatasi dosisnya, lantaran banyak kejadian orang kolaps. Gejala ini terjadi lantaran tubuh dan otak perokok telah mempunyai ketergantungan terhadap nikotin yang selama ini dikonsumsi melalui rokok. Pendekatan dengan produk pengganti yang lebih kondusif dapat mengurangi akibat ancaman hasil dari pembakaran pada rokok dapat diupayakan dan dapat dijadikan jembatan perokok untuk berakhir merokok,” jelasnya.(AY)

Selengkapnya