KincaiMedia, JAKARTA -- Nahdlatul Wathan (NW) telah melalui empat periode penting, ialah era kolonialisme/pendudukan asing, Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Artikel Fahrurrozi dan Iqbal, "Nahdlatul Wathan dan Pembangunan Sosial-Keagamaan di Nusa Tenggara Barat", memerinci perjalanan NW sepanjang empat masa tersebut.
Dalam masa penjajahan, sepulang dari belajar di Masjid al-Haram, Makkah, Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Pesantren al-Mujahidin pada 1934. Bangunan awalnya hanyalah sebuah musola peninggalan ayahnya, TGH Abdul Madjid. Memang, sang ayah telah menyiapkan tempat ibadah itu untuk ruang bagi anaknya mengajarkan kepercayaan Islam di kemudian hari.
Inisiatif TGKH Zainuddin Abdul Madjid terus berlanjut. Pada 1936, dia mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyyah (NWDI) dengan izin legal dari pemerintah kolonial Belanda satu tahun kemudian. Pada 1943, dia membangun Madrasah Nahdlatul Banat Diniyyah Islamiyyah (NBDI) untuk memperluas cakupan pengajaran.
Para guru, murid, dan lulusan madrasah-madrasah itu banyak berkecimpung di Lombok. Dalam periode tahun 1937-1945, ada sembilan unit bagian madrasah yang digagas Zainuddin Abdul Madjid itu.
Di lembaga pendidikan tersebut, TGKH Zainuddin Abdul Madjid tidak hanya menempa para siswa dengan ilmu-ilmu agama, melainkan juga semangat kebangsaan. Dia menanamkan jiwa patriotik yang menekankan pada panggilan perjuangan untuk membebaskan Tanah Air dari belenggu penjajahan.
Zainuddin Abdul Madjid juga membentuk Gerakan al-Mujahidin yang beranggotakan para pembimbing di NWDI dan NBDI. Fahrurrozi dan Iqbal menyebutkan, dalam waktu relatif singkat para alumni NWDI dan NBDI tersebar ke Lombok dan sekitarnya, serta dibangunlah madrasah-madrasah dengan sistem serupa di lokal masing-masing.
Sesudah Indonesia merdeka