KincaiMedia, JAKARTA -- Menjadi suami yang baik bagi seorang istri itu berpahala. Untuk itu, Allah SWT berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika Anda tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) lantaran mungkin Anda tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS al-Nisaa/4: 19).
Menurut Syekh Nawawi Banten dalam Syarah Uqud al-Lujain, yang dimaksud dengan secara patut dalam ayat ini adalah bertindak bijaksana. Maksudnya, seorang suami kudu bijak mengatur waktu untuk istri. Termasuk bijak dalam memberi nafkah (baik lahir maupun batin), begitu pula saat suami berbincang kepada istrinya.
Namun, istri juga kudu menjalankan tanggungjawab kepada suami. Inilah prinsip keseimbangan, seperti terkuak dalam firman-Nya, “Dan para wanita mempunyai kewenangan yang seimbang dengan kewajibannya menurut langkah yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (QS al-Baqarah/2: 228).
Bagi pengarang Tafsir Jalalain, yang dimaksud menurut langkah yang ma’ruf dalam ayat ini adalah menurut hukum Islam, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun meninggalkan perkara yang dapat membikin istri celaka. Bahkan, menurut Syekh Nawawi Banten, terpenuhinya urusan dandan istri oleh suami termasuk berarti ma’ruf.
Nabi SAW bersabda, “Sungguh tidaklah Anda menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari hariakhir nanti) selain Anda bakal mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), termasuk makanan yang Anda berikan kepada isterimu.” (HR. Bukhari). Inilah pahala menjadi suami di alambaka nanti.
Menjadi suami bagi istri dan ayah bagi anak-anak adalah ladang sedekah. Nabi SAW bersabda, “Makanan yang Anda berikan untuk anakmu, dinilai sebagai sedekah. Begitu juga makanan yang Anda berikan bagi istrimu, berbobot infak untukmu. Termasuk makanan yang Anda beri untuk pembantumu, adalah juga sedekah.” (HR Ahmad).
Selanjutnya, secara gradual dan ideal, seorang suami kudu sukses mendidik dan menyelamatkan istri dan anak-anaknya dari api neraka yang bahan bakarnya adalah bebatuan dan orang-orang durhaka. Allah SWT berseru, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS al-Tahrim/66: 6).
sumber : Hikmah Republika oleh Dr KH Syamsul Yakin MA