Panduan Rukhshah Saat Safar Di Bulan Ramadan (bag. 2)

Mar 07, 2025 12:00 PM - 2 minggu yang lalu 25517

Beberapa rukhshah bagi orang yang safar (lanjutan)

Pada tulisan bagian pertama telah disebutkan beberapa rukhshah bagi orang yang safar. Berikut ini adalah pembahasan beberapa rukhshah selanjutnya, antara lain:

  1. Mengusap khuf, sorban, dan yang semisalnya selama tiga hari tiga malam.

Dari sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,

جعل رسول الله صلى الله عليه و سلم ثلاثة أيّام ولياليهنّ للمسافر و يوما و ليلة للمقيم

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan (waktu mengusap khuf) tiga hari tiga malam bagi orang yang sedang melakukan safar dan sehari semalam bagi orang yang mukim.” (HR. Muslim no.75)

  1. Memakan buntang ketika dalam keadaan yang sangat darurat

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

Donasi Website KincaiMedia

فمن اضطرّغير باغ ولا عاﺪ فلا اثم عليه ﺇنّ الله غفور الرحيم

“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka dia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)

7. Meninggalkan salat sunah rawatib

Ibnul Qayyim mengatakan, “termasuk di antara petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqashar salat fardhu dan beliau tidak mengerjakan salat sunah rawatib qabliyah dan ba’diyah. Sedangkan yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan salat sunah witir dan salat sunah qabliyah subuh. Beliau tidak pernah meninggalkan kedua salat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.” (Zaadul Ma’ad, 1:456)

  1. Mengerjakan salat di atas kendaraan, unik untuk salat sunnah. Sedangkan salat fardhu, pada asalnya mengerjakannya dengan turun dari kendaraan.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengatakan

أن الله صلى الله عليه وسلّم كان يصلي التطوع وهو راكب في غير القبلة

“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan salat sunah di atas kendaaraan tanpa menghadap kiblat.” (HR.Bukhari no.1094)

  1. Tidak berpuasa di bulan Ramadan dan mengqadha puasa yang ditinggalkannya pada hari yang lain. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدّة من أيّام أخر

“Jika di antara Anda ada yang sakit alias dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. (QS. Al-Baqarah:184)

Macam-macam safar

Jenis-jenis safar berasas hukumnya dibagi menjadi empat;

  1. Safar wajib, seperti safar untuk haji dan berjihad
  2. Safar sunah, seperti safar untuk mengunjungi seseorang semisal kerabat dan safar haji yang kedua kalinya.
  3. Safar mubah, seperti safar untuk bedagang alias sekadar jalan-jalan.
  4. Safar haram, safar untuk perkara maksiat kepada Allah.

Rukhshah tidak bertindak bagi jenis safar yang keempat, ialah safar haram. Baik rukhshah dalam perkara mengqashar salat sampai pada keringanan meninggalkan puasa.

Hubungan antara safar dengan tanggungjawab berpuasa Ramadan

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang perkara puasa ketika safar, beliau bersabda,

ﺇن شئت فصم و ﺇن شئت فأفطر

“jika Anda berkemauan maka berpuasalah dan jika Anda berkemauan pula maka berbukalah.” (HR. Bukhari no.1943)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,

وخرج إلى مكّة صائما في رمضان, فلما بلغ الكديد أفطر, فأفطر الناس

“dan Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Mekah dalam kondisi berpuasa, ketika sampai di permukaan bumi yang luas beliau berbuka, maka berbukalah manusia (yang lainnya)” (HR.Bukhari no. 1944)

Ibnu Qudamah berkata,

ويباح الفطرفي رمضان الطويل الذي يباح فيه قصر الصلاة

“Dan dipebolehkan untuk berbuka pada safar yang panjang, ialah pada (jarak) safar yang membolehkan qashar salat padanya.” (Al-Mughni 3/34)

Safar merupakan salah satu karena diberikannya rukhshah (keringanan) dalam menjalankan ibadah termasuk di dalamnya adalah berpuasa Ramadan. Penyebab diberikannya rukhshah saat safar ialah terdapat kesusahan alias apalagi mudharat di dalamnya jika tetap memaksakan untuk melakukan ibadah tersebut.

Secara garis besar hubungan safar dengan ibadah puasa Ramadan dibagi menjadi tiga,

  1. Jika safar yang dilakukan membikin seseorang berat untuk melakukan puasa dan menghalanginya untuk melakukan kebaikan. Maka dalam keadaan ini, berbuka lebih baik baginya (lebih afdhal) dibandingkan tetap berpuasa.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata,

“Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam perjalanan, lampau beliau memandang sekelompok orang yang berdempetan dan orang yang sedang diteduhi. Lalu Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya ‘Apa ini?’ mereka menjawab, ‘Ia sedang berpuasa.’ Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bukan termasuk kebaikan (baginya), berpuasa di dalam perjalanan’.” (HR. Bukhari no. 1844 dan Muslim no. 1115)

  1. Jika safar yang dilakukan membikin seseorang merasa berat unuk berpuasa dan berpotensi menyebabkan kematian. Maka dalam keadaan ini, seseorang wajib untuk berbuka dan haram hukumnya untuk berpuasa.

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata,

“ Bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Mekah ketika Fathu Makkah pada bulan Ramadan, beliau berpuasa hingga sampai di sebuah tempat berjulukan Kura’ Al-Ghamim, sementara orang-orang ikut berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air dan mengangkatnya sehingga semua orang melihatnya, lampau beliau meminumya. Setelah itu dikataka kepada beliau bahwa sebagian orang tetap berpuasa. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘mereka adalah orang-orang yang melakukan maksiat, mereka adalah orang yang melakukan maksiat’.” (HR. Muslim no.1114)

  1. Jika safar yang dilakukan tidak membikin seseorang merasa berat untuk berpuasa dan tidak menghalanginya untuk melakukan kebaikan. Maka berpuasa lebih baik baginya (lebih afdhol) dibandingkan berbuka.

و أن تصوموا خيرا لكم إن كنتم تعلمون

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika Anda mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Catatan krusial tentang rukhshah 

Sebagaimana perincian yang telah disebutkan sebelumnya, norma rukhshah adalah boleh diambil boleh juga tidak. Adapun praktik yang dilakukan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yakni dengan mengambil kemudahan yang Allah berikan sebagai suatu shadaqah kepada hamba-Nya. Ketahuilah bahwa rukhshah tidaklah mengurangi pahala sebuah ibadah. Justru pahala yang bakal di dapatkan seorang bakal tetap sebagaimana ketika dirinya sedang dalam keadaan mukim ataupun sehat.

إذا مرض العبد أو سافر, كتب له مثل ماكان يعمل مقيما صحيحا

“jika seorang sakit alias bersafar, maka dicatat baginya pahala sebagaimana dia mukim alias ketika dia sehat.”(HR. Bukhari no.2996)

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

[Selesai]

***

Penulis: Putri Idhaini

Artikel KincaiMedia

Referensi:

  1. Mushaf Al-Quran terjemah online https://quran.com/id
  2. Mesin pencari sabda online https://dorar.net/hadith
  3. Al- Wajiiz fii Fiqhi As-Sunnah wa Al-Kitaab Al-Aziiz, Syaikh Abdul ‘Adzim bin Badawi, Dar Ibn Ragb, 2017.
  4. Al-fiqhu Al-Muyassar fii Dhaui Al-Kitaab wa As-Sunnah, kompilasi para ulama, Maktabah Al-Hidayah Ad-Dar Al-Baidha’,2016
  5. Panduan Ramadhan Kontemporer, Muhammad Abduh Tuasikal, Penerbit Rumaysho, Yogyakarta, 2018.
  6. Kitaab As-Shalah min Al-fiqhu Al-Muyassar fii Dhaui Al-Kitaab wa As-Sunnah (Terjemah), Beni Sarbeni, Penerbit Yayasan Belajar Islam Bandung, 2023.
  7. Penjelasan Tentang Rukun Islam (e-book),Abu Hafidzah, Pustaka Al-Bayyinah. https://albayyinatulilmiyyah.wordpress.com/
  8. https://muslimah.or.id/20278-rukhsah-dalam-ibadah.html
  9. https://muslim.or.id/19369-dalam-kondisi-darurat-hal-yang-terlarang-dibolehkan.html/
  10. https://rumaysho.com/10897-apakah-musafir-tetap-mengerjakan-shalat-sunnah.html
  11. https://konsultasisyariah.com/14796-tata-cara-shalat-di-atas-kendaraan.html
  12. https://almanhaj.or.id/19443-makna-rukhshah-dan-pembagiannya-2.html#_ftn2
Selengkapnya