Saudariku yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa Jalla, banyak kejadian di era sekarang yang kita lihat di buletin di TV maupun di media sosial tentang pemberontakan terhadap pemerintah seperti: kejadian terhadap golongan mahasiswa berdemo tentang kebijakan pemerintah di depan Istana Negara alias di gedung DPR dan terjadi juga suatu daerah yang mau memisahkan diri dari Indonesia. Perbuatan tersebut dilarang dalam kepercayaan kita lantaran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,
مِنْ حُسْنِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَالاَ يَعْنِيهِ
“Salah satu corak kebaikan seorang muslim adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.” (Hadis hasan, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan selainnya)
Hendaklah kita sebagai seorang muslim kudu alim dan mendengarkan kepada pemimpin kita, walaupun pemimpin kita melakukan zalim. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pernah berfirman di dalam sabda yang mulia,
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan alim (kepada penguasa) pada apa-apa yang dia cintai alias dia benci, selain jika dia disuruh untuk melakukan kemaksiatan. Jika dia disuruh untuk melakukan kemaksiatan, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” (HR. Muslim no. 3423)
Banyak dari kaum Khawarij dan Mu’tazilah beranggapan bolehnya memberontak terhadap pemimpin jika pemimpinnya melakukan fasik dan melakukan dosa besar, sehingga mewajibkan mereka membunuh pemimpin dan menggulingkan kepemimpinannya. Hal tersebut menyelisihi Al-Quran dan sabda yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang memerintahkan kepada mereka untuk bersabar. Dalilnya telah dijelaskan dalam Al-Quran sebagai berikut,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika Anda berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah dia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunahnya), jika Anda betul-betul beragama kepada Allah dan hari kemudian. Hal yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’: 59)
Kewajiban bagi setiap muslim hendaklah dia mentaati setiap perintah dan patokan pemimpinnya selama pemimpinnya tidak membujuk rakyatnya dalam melakukan maksiat. Umat muslim kudu menghindari perpecahan dan perselisihan sehingga menghindari terhadap konflik, kejahatan, dan kurangnya keamanan. Menaati pemimpin menjadi salah satu karena masuknya surga. Sebagaimana telah disebutkan dalam sabda yang mulia, ialah dari Abu Umamah Shuday bin ‘Ajlan Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, dia berbicara bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berceramah saat haji wada’ dan mengucapkan,
اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
“Bertakwalah pada Allah Rabb kalian, laksanakanlah salat limat waktu, berpuasalah di bulan Ramadan, tunaikanlah amal dari kekayaan kalian, taatilah penguasa yang mengatur urusan kalian, maka kalian bakal memasuki surga Rabb kalian.” (HR. Tirmidzi no. 616 dan Ahmad 5: 262. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad sabda ini shahih, Syaikh Al-Albani men-shahih-kan sabda ini).
***
Penulis: Rahmadita Fajri Indra
Artikel KincaiMedia
Referensi:
Ushul Sunnah, Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Abdillah bin Hanbal, Ma’had Al-Miratsun Nabawi.
Ahlus Sunnah Taat Kepada Pemimpin, Al-Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas, https://almanhaj.or.id/1399-ahlus-sunnah-taat-kepada-pemimpin-kaum-muslimin.html
Syarhus Sunnah: Menaati Penguasa dalam Hal yang Makruh, ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/23157-syarhus-sunnah-menaati-penguasa-dalam-hal-yang-makruf.html
Syarah kitab Riyadhus Shalihin (bab Tentang Kewajiban untuk Menaati Penguasa Segala Suatu Tanpa Ketidaktaatan dan Larangan Menaati dalam Ketidaktaatan),Syaikh Muhammad ilyas, 226 Dari: (Bab tentang tanggungjawab untuk menaati penguasa segala sesuatu tanpa ketidaktaatan dan larangan menaati mereka dalam ketidaktaatan) (binbaz.org.sa)