KincaiMedia, MADINAH -- Imam al-Ghazali pernah menulis kumpulan nasihat yang ditujukan kepada muridnya. Nasihat tersebut merupakan permintaan unik sebagai bekal sang siswa agar sukses bumi akhirat. Petuah bijak itu sedianya hanya lewat lisan, tetapi sang siswa menginginkan kekekalan wasiat tersebut.
Tokoh yang berjuluk hujjat al-Islam itu akhirnya mengabulkan lewat karyanya yang berjudul Ayyuha al-Walad al-Muhib. Risalah ini juga dikenal dengan julukan Ar-Risalah al-Waladiyah lantaran banyaknya kata waladdalam risalah tersebut.
Hal mendasar yang digarisbawahi tokoh berjulukan komplit Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i itu, Muslim menurutnya kudu mempunyai ketaatan dan ibadah yang soleh serta kejernihan jiwa. Apa yang ditulisnya merupakan kasih sayang kepada murid.
Walaupun surat ini pada mulanya ditujukan unik untuk murid Imam al Ghazali namun isi dan kandungannya bertindak untuk umum. Bagi sosok yang tersohor dengan julukan Algazel di Barat pada abad pertengahan itu, mereka yang sedang menuntut ilmu, perlu memahami untuk apa melakukan itu. Jangan sampai salah berniat.
Langkah awal dalam menuntut pengetahuan adalah niat yang baik. Niat seperti itu bakal mengarahkan seseorang kepada pengetahuan yang bermanfaat, bukan sekadar memberikan pemahaman namun akhirnya tidak berfaedah baik bagi sendiri ataupun orang lain.
Menuntut pengetahuan bukan sekadar untuk menjadi pintar. Bukan pula untuk memarginalkan orang lain. Pengarang karya monumental berjudul Ihya’ Ulumiddin ini mengingatkan, ketika berilmu maka seseorang mempunyai beban tersendiri. Ia seakan mau menasihati, tak ada gunanya berilmu jika pengetahuan yang didapat justru mencelakai orang lain.
Sungguh tak berfaedah jika pengetahuan yang didapat digunakan untuk kemaksiatan dan keangkuhan. Sebab, jika demikian adanya, sesungguhnya orang seperti itu adalah yang dimaksud dalam sabda berikut, “Orang yang berat menanggung siksa di hari hariakhir adalah orang yang berilmu namun tidak mendapat faedah dari ilmunya itu.”
Tokoh berdarah Persia itu kemudian menjabarkan pengetahuan berfaedah ketika dimanfaatkan dengan benar. Orang yang mempunyai pengetahuan tidak berfaedah diibaratkannnya dengan suatu kondisi di medan pertempuran. Di sana ada seorang yang gagah berani dengan persenjataan komplit dihadapkan dengan seekor singa yang galak. Namun kemudian, apakah senjatanya melindunginya dari bahaya, jika tidak diangkat, dipukulkan dan ditikamkan? Tentu saja tidak.
Demikian pula, jika seseorang membaca dan mempelajari seratus ribu masalah ilmiah. Jika tidak diamalkan maka tidaklah bakal mendatangkan manfaat. Orang yang mempunyai pengetahuan berfaedah seumpama orang yang bersenjata lengkap.
Dalam sebuah peperangan dia mengangkat senjatanya. Di sana dia berperang. Ilmu tanpa kebaikan tidak bakal berguna. Ilmu bakal menjadi berfaedah bilamana diamalkan dalam kehidupan.
Imam al-Ghazali mengutip firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi ayat 110, “Barang siapa menginginkan berjumpa dengan Tuhannya maka kudu beramal saleh.” Ilmu diaplikasikan dalam kebaikan saleh. Tentu dengan kebaikan, bukan dengan keburukan yang menakut-nakuti keagamaan dan kehidupan di alam semesta ini.
Jangan sampai pengetahuan digunakan untuk menjajah mereka yang lemah. Ilmu bakal tidak berfaedah jika sekadar digunakan untuk menghasilkan produk ekonomi yang menguntungkan, namun menghasilkan limbah yang membunuh tumbuhan di tanah Allah.
Amal saleh memperkuat ketauhidan. Amal seperti itu tidak dibarengi dengan kemusyrikan. Dalam ayat yang sama Allah berfirman, “Janganlah seseorang menyekutukan Tuhannya dalam beribadah.” Amal seperti itu bakal menggambarkan pengetahuan seseorang yang membikin kepribadian semakin baik. Seseorang dengan pengetahuan yang demikian tidak bakal takabur lantaran dia selalu bertakbir. Ia bakal menundukkan kepala, seperti padi, semakin menguning semakin merunduk.
Agar pengetahuan bermanfaat, seseorang kudu mempunyai niat yang betul dalam menuntut ilmu. Jangan sampai seseorang acapkali mengulang pelajaran, membaca kitab sembari begadang, dengan niat mencari materi dan kesenangan bumi alias mengejar pangkat. Jangan sampai niatnya hanya agar dapat dipamerkan di hadapan teman-teman. Niat seperti ini hanya bakal mengakibatkan kemalangan. Sebab, tidak bakal menghasilkan pahala dan ridha Allah.
Niat yang betul dalam menuntut pengetahuan adalah menghidupkan hukum Rasulullah dan menyucikan budi pekerti. Niat menuntut pengetahuan adalah menundukkan nafsu yang tiada henti membujuk pada kejahatan. Al Ghazali menekankan alangkah mujurnya jika seorang siswa beriktikad menuntut pengetahuan seperti ini