Petunjuk Nabi Dalam Menyikapi Orang Yang Berbuat Dosa (bag. 2)

Mar 08, 2025 06:00 AM - 2 minggu yang lalu 23790

Memberi harapan

Kehidupan akhir era semakin menyudutkan kita dengan beragam bujukan maksiat yang kian tak terbendung. Seringkali kita terjegal di dalamnya, baik lantaran tidak sengaja maupun sengaja disebabkan dorongan syahwat. Sehingga, akhirnya dosa maksiat melingkupi keseluruhan hidup kita dan menenggelamkan dari sinar iman.

Para pendosa senantiasa dilingkupi oleh kegelapan dosa yang dilakukannya. Ketika dosa itu pertama kali dilakukan, bakal mudah disadari bahwa ini adalah suatu perbuatan yang tidak benar. Namun, lama-kelamaan para pendosa tidak lagi merasakan pahitnya dosa. Karena hatinya telah menghitam seluruhnya, karena dosa ibaratkan noktah hitam yang menutupi hati. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Nabi ﷺ bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ

“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya bakal ditorehkan di hatinya satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristigfar, dan bertobat, niscaya noda itu bakal dihapus. Tetapi, jika dia kembali melakukan dosa, niscaya noda-noda itu bakal semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya.” (HR. Tirmidzi no. 3334. Hadis ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi)

Sehingga, tatkala hati mini memperingatkan untuk kembali kepada Allah ﷻ, jiwa tidak dapat meresponnya. Sebab, dia telah merasa begitu jauh dari Allah ﷻ dan tidak mungkin lagi diterima oleh Rabbnya. Terkadang setan pun membisikkan agar putus asa dari pembebasan Allah ﷻ. Inilah hantaman dosa jangka panjang yang Allah ﷻ firmankan,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)

Ketahuilah bahwa keterpurukan dalam dosa telah meredupkan sinar ketaatan dan angan pengampunan. Pernahkah kita bertanya kenapa banyak anak muda yang sedang mengalami masalah dalam kehidupannya justru dekat dengan kehidupan yang rusak seperti narkoba dan lainnya? Menurut testimoni yang kami ketahui, lantaran mereka merasa diterima di kalangan ini. Para bandar memberikan angan bahwa mereka bisa lepas dari masalahnya hanya dengan menggunakan narkoba. Tipu daya ini juga digunakan oleh Iblis kepada Adam ‘alaihis salam, ialah angan kekekalan dengan menyantap buah terlarang di surga. Maka, jika para penipu dan kreator kerusakan sukses dengan metode ini, maka para penyeru kebaikan hendaknya lebih pandai dalam menggunakan metode ini.

Maka, krusial bagi kita untuk menjadi support system untuk para pendosa agar sinar ketaatan terus menyala di hati. Sehingga, ketika maksiat terus menggerogoti hati seorang hamba, tetap ada antibodi ketaatan yang dapat memberikan perlawanan dan menyembuhkan. Pada tulisan sebelumnya, kita mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ selalu berorientasi kepada kepentingan pendosa yang diwujudkan dalam upaya memberikan solusi atas masalahnya. Kali ini kita bakal menyelami hikmah penyikapan Nabi ﷺ kepada para pendosa, ialah berupaya memberikan angan kepada mereka.

Terdapat buah hikmah yang begitu mendalam dari kisah tentang pembunuh 100 nyawa. Dalam sebuah sabda dari sahabat yang mulia, Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ menceritakan,

“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu, dia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling berilmu di muka bumi. Namun, dia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas, dia pun mendatanginya dan berkata, ‘Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah tobatnya diterima?’ Rahib pun menjawabnya, ‘Orang seperti itu tidak diterima tobatnya.’ Lalu, orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah dia renggut nyawanya.

Kemudian, dia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling berilmu di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang alim. Lantas, dia bertanya pada berilmu tersebut, ‘Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah tobatnya tetap diterima?’ Orang berilmu itu pun menjawab, ‘Ya, tetap diterima. Dan siapakah yang bakal menghalangi antara dirinya dengan tobat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana lantaran di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah berbareng mereka. Dan janganlah Anda kembali ke tempatmu (yang dulu) lantaran tempat tersebut adalah tempat yang banget jelek.’

Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang berilmu tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat azab. Malaikat rahmat berkata, ‘Orang ini datang dalam keadaan bertobat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah.’ Namun, malaikat balasan berkata, ‘Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun.’ Lalu, datanglah malaikat lain dalam corak manusia. Mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ‘Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang dia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka dia yang berkuasa atas orang ini.” Lalu, mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang dia tuju. Akhirnya, rohnya pun dibawa oleh malaikat rahmat.” (HR. Bukhari dan Muslim no. 2766)

Dari sabda tersebut, kita bisa mengambil kegunaan langkah menyikapi orang yang melakukan dosa dari Nabi ﷺ.

Pertama: Memberi angan kepada para pendosa adalah metode Allah

Nabi ﷺ memberikan pelajaran dari kisah orang berilmu yang merespon dosa yang begitu besarnya itu dengan memberikan harapan. Pembunuh 100 nyawa itu sempat terputus harapannya tatkala hanya neraka yang disodorkan di hadapannya. Sedangkan sang alim, dengan keilmuannya, dia memberitahukan bahwa tetap ada angan bagi orang tersebut untuk diampuni dengan langkah bertobat.

Memberikan angan bagi pendosa adalah metode Allah ﷻ. Dalam QS. Az Zumar: 53, Allah ﷻ berfirman,

قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

“Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui pemisah terhadap diri mereka sendiri, janganlah Anda berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam riwayat lain, Allah ﷻ memberikan angan pembebasan kepada para pendosa, meskipun dosa itu telah dilakukan berulang kali. Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ berfirman yang diceritakan dari Rabbnya ﷻ,

أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ

“Ada seorang hamba yang melakukan dosa, lampau dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ (Ya Allah, ampunilah dosaku). Lalu, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa, lampau dia mengetahui bahwa dia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka, Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi melakukan dosa, lampau dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ (Wahai Rabb, ampunilah dosaku). Lalu, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa, lampau dia mengetahui bahwa dia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka, Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi melakukan dosa, lampau dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ (Wahai Rabb, ampunilah dosaku). Lalu, Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa, lampau dia mengetahui bahwa dia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.’ ” (HR. Muslim no. 2758)

Dalam riwayat Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah ﷺ menyampaikan firman Allah ﷻ tentang diri-Nya sendiri yang senantiasa membuka pintu tobat bagi hamba-Nya. Allah ﷻ dalam sebuah sabda qudsi berfirman dengan makna,

قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu bakal Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak melakukan syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku bakal mendatangi-Mu dengan pembebasan sepenuh bumi pula.”

Kedua: Memutus angan hamba adalah dosa besar

Bukanlah metode dakwah yang betul jika seseorang hanya memberi ancaman neraka saja kepada para pendosa. Bahkan, dalam sebuah sabda qudsi, metode menakut-nakuti di level memastikan orang tersebut tidak bakal diampuni oleh Allah ﷻ adalah perihal yang fatal. Dari Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

قال رجل: والله لا يغفر الله لفلان، فقال الله: من ذا الذي يتألى عليَّ أن لا أغفر لفلان؟ إني قد غفرت له، وأحبطت عملك. وفي حديث أبي هريرة: أن القائل رجل عابد، قال أبو هريرة: “تكلم بكلمة أوبقت دنياه وآخرته“.

“Seorang laki-laki berkata, ‘Demi Allah, Allah tidak bakal mengampuni si fulan.’ Allah berfirman, ‘Siapakah yang telah berjanji atas nama-Ku bahwa Aku tidak bakal mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan menggugurkan amalmu.’ ” Dalam sabda Abu Hurairah disebutkan bahwa orang yang berbincang ini adalah laki-laki mahir ibadah. Abu Hurairah berkata, “Ia berbincang dengan kata-kata yang menghanguskan bumi dan akhiratnya.”

Memastikan seorang tidak mendapatkan pembebasan Allah ﷻ adalah perkataan yang melampaui pemisah dan tidak didasarkan dengan ilmu. Padahal, berbicara tentang Allah ﷻ yang tidak berasas pengetahuan adalah dosa yang lebih besar, apalagi dari syirik sekalipun. Allah ﷻ berfirman,

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

“Katakanlah, “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar kewenangan manusia tanpa argumen yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak Anda ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu).” (QS. Al-A’raf: 33)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah ﷻ telah mengharamkan berbincang tentang-Nya tanpa dasar ilmu, baik dalam fatwa dan memberi keputusan. Allah menjadikan perbuatan ini sebagai keharaman paling besar, apalagi Dia menjadikannya sebagai tingkatan dosa paling tinggi.” (I’lamul Muwaqqi’in, 1: 31; via Maktabah Syamilah)

Ketiga: Memberikan langkah strategis kepada para pendosa

Tidak cukup dengan memberikan angan kepada seorang pendosa, tetapi hendaknya juga memberikan pedoman agar seseorang diampuni dan tidak terjerumus kembali kepada dosanya. Simaklah jawaban sang berilmu tersebut kepada sang pembunuh,

“Ya tetap diterima. Dan siapakah yang bakal menghalangi antara dirinya dengan tobat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana lantaran di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah berbareng mereka. Dan janganlah Anda kembali ke tempatmu (yang dulu) lantaran tempat tersebut adalah tempat yang banget jelek.”

Setelah memberikan pengharapan kepadanya, sang berilmu pertama kali mengajaknya untuk bertobat dan meyakinkannya bahwa tobatnya tidak bakal terhalangi oleh siapapun. Kemudian dia memberikan pengarahan agar meninggalkan lingkungannya dan mencari tempat berkehidupan yang lebih baik.

Keempat: Pentingnya lingkungan yang baik

Langkah strategis yang dinasihatkan oleh sang berilmu adalah mencari lingkungan yang lebih baik. Karena bergemul di lingkungan lama yang jelek bakal mempersulit seseorang untuk melakukan perubahan. An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,

قال العلماء : في هذا استحباب مفارقة التائب المواضع التي أصاب بها الذنوب، والأخدان المساعدين له على ذلك ومقاطعتهم ما داموا على حالهم

“Para ustadz mengatakan bahwa dalam sabda ini terdapat rekomendasi bagi orang yang bertobat untuk meninggalkan tempat-tempat di mana dia melakukan dosa, serta meninggalkan teman-teman yang membantunya dalam perbuatan tersebut, dan memutus hubungan dengan mereka selama mereka tetap dalam keadaan yang sama.”

وأن يستبدل بهم صحبة أهل الخير والصلاح والعلماء والمتعبدين الورعين ومن يقتدي بهم ، وينتفع بصحبتهم ، وتتأكد بذلك توبته

“Sebaliknya, dia dianjurkan untuk menggantinya dengan berkawan dengan orang-orang saleh, ulama, mahir ibadah yang wara’, dan orang-orang yang dapat dijadikan teladan, serta memberikan faedah dari pergaulan mereka. Dengan langkah ini, tobatnya bakal semakin kuat dan lebih terjaga.” (Syarah Shahih Muslim, 17: 237; via islamweb.net)

Kelima: Pendosa tetap bisa menjadi orang terbaik

Ketahuilah, apalagi angan itu terbuka untuk para pendosa mencapai level terbaik. Bukankah sebaik-baik generasi adalah generasinya para sahabat radhiyallahu anhum? Apakah mereka semua adalah seorang yang suci dan tidak pernah melakukan dosa? Orang terbaik kedua di kalangan sahabat, ialah Umar radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang sangat memusuhi dakwah Nabi ﷺ. Tentu ini bukanlah dosa yang main-main. Namun, setelah bertobat dan menerima Islam, tidak ada yang dapat menutupi kebenaran bahwa Umar adalah salah satu yang terbaik di kalangan para sahabat. Bukankah Khalid bin Walid radhiyallahu anhu salah satu pelaku dosa? Namun, akhirnya dia dikenal sebagai seorang singa, panglima perang Islam. Termasuk pula salah satu kisah tobat terbaik, ialah Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang tidak mengikuti perang tanpa uzur syar’i. Padahal, sudah ada ketaatan di dalam hatinya, tetapi karena setan yang membujuk hawa nafsunya untuk menunda kebaikan, hingga akhirnya dia sama sekali tidak berangkat ke Perang Tabuk. Namun, pada akhirnya dengan karena kejujuran Ka’ab, justru dia menjadi pemenang dalam pertobatannya. Dan tetap banyak keteladanan yang semestinya menjadi motivasi bagi para pendosa untuk bangkit kembali dan memperkuat keimanannya.

Jangan sampai terlena dengan harapan

Namun, jangan sampai juga seorang untuk terlena dengan luasnya rahmat Allah dan ampunan-Nya. Hal ini yang diperingatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Ad-Da’ wa Ad-Dawa’, ialah jangan sampai seorang itu menjadi maghrur, ialah tertipu dengan janji Allah ﷻ Sebab, tidak hanya janji bagus Allah saja yang pasti, tetapi azab-Nya pun pasti terjadi.

Maka, berimbanglah dalam menyampaikan. Akan tetapi, dalam urutan menyampaikannya, pilihlah metode menyampaikan yang sesuai dengan kondisi orangnya. Apakah hendak memulainya dengan angan ataukah ancaman? Hal ini bisa ditinjau dari pribadi orang tersebut, apakah dia baru sekali saja melakukan ini ataukah sudah berulang? Perlu juga diperhatikan apakah pribadinya lemah ataukah justru termotivasi dengan ngerinya ancaman. Jika memberikan angan justru kontraproduktif, maka ancamanlah yang kudu dikedepankan, begitu juga sebaliknya.

Dalam banyak kondisi, sebetulnya para pendosa di akhir perbuatannya justru banyak menyesal dan terpuruk. Maka, janganlah menambah keterpurukan mereka dengan kekhawatiran, berilah harapan!

Sebagaimana Nabi ﷺ adalah sebaik-baik teladan, beliau tidak hanya memberikan pengharapan pada pelaku dosanya, tetapi juga kepada keturunannya. Sebagaimana dalam kisah kezaliman masyarakat Thaif, Nabi ﷺ menjawab tawaran Jibril ‘alaihis salam untuk menghancurkan mereka dengan angan yang begitu indah,

بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

“Tidak, namun saya berambisi agar Allah melahirkan dari anak keturunan mereka ada orang-orang yang beragama kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun jua.” (HR. Bukhari no. 3231 dan Muslim no. 1795)

Pernahkah kita mendoakan para pelaku dosa alias apalagi orang yang menzalimi kita dengan angan kebaikan hingga kepada keturunannya? Ini bukan hanya kewenangan Allah ﷻ yang dilanggar, tetapi juga kewenangan pribadi Nabi ﷺ yang tidak punya kepentingan, selain kepentingan kebaikan umatnya ini. Namun, karena kebersihan hati Nabi ﷺ yang datang dari rahmat Allah ﷻ sehingga beliau bisa bermohon dengan angan yang begitu bagus tersebut.

Kembali ke bagian 1

***

Penulis: Glenshah Fauzi

Artikel: KincaiMedia

Referensi:

Nabi Sang Penyayang, Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, terj. Mohd. Suri Sudahri, S.Pd.I. dan Rony Nugroho, Pustaka Al-Kautsar.

I’lamul Muwaqqi’in, 1: 31; via Maktabah Syamilah, baca selengkapnya di: https://shamela.ws/book/11496/29

Syarah An-Nawawi, 17: 237; via islamweb.net

Ad-Da’ wa Ad-Dawa’, baca selengkapnya di: https://shamela.ws/book/98093/105#p1

Selengkapnya