KincaiMedia, JAKARTA -- Banyak faedah yang bisa diperoleh setiap Muslim dari ibadah puasa. Salah satunya sebagai media melatih kesantunan dalam berinteraksi sehari-hari.
Seorang Muslim yang mau menjaga kemurnian puasanya, wajib mengembangkan langkah berinteraksi yang santun. Baik dalam tutur kata, canda, maupun tingkah laku. Bahkan, terhadap orang yang mengasarinya sekalipun.
"Apabila seseorang di antara kalian sedang berpuasa," sabda Rasulullah SAW, "lalu ada yang mencaci alias mengasarinya, hendaklah dia berkata, '(Maaf) saya sedang berpuasa'" (HR Bukhari dan Muslim).
Kesantunan semacam ini bakal berakibat besar bagi pribadi yang berkepentingan maupun orang di sekitarnya. Pertama, dia bakal membuatnya menjadi pribadi yang indah. Secara garis besar, Allah SWT mengaruniakan dua keelokan kepada manusia: keelokan bentuk dan kepribadian.
Umumnya, manusia mudah terpukau keelokan fisik. Namun, keelokan bentuk bakal segera kehilangan kesan jika tingkah laku dan kata-katanya kasar. Di sinilah, kesantunan menjadi aspek kunci mewujudkan pribadi yang indah.
"Sesungguhnya Allah SWT memberi (keutamaan) kepada kesantunan, yang tidak diberikan-Nya kepada kekasaran, dan tidak juga diberikan-Nya kepada sifat-sifat yang lain" (HR Muslim).
Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kesantunan tidak melekat pada sebuah pribadi selain sebagai perhiasan, dan tidak tercerabut darinya selain sebagai aib" (HR Muslim).
Kedua, kesantunan bisa membentuk sekitar kita. Banyak sahabat yang memperoleh hidayah setelah menyaksikan pribadi Rasulullah SAW yang santun. Di antaranya, Tsumamah bin Atsal RA dan Zaid bin Sa'anah RA.
Ketiga, kesantunan adalah pelindung hati dari noda dan penyakit kalbu. Yang perlu disadari, ketika berbicara kasar dan mengumpat, sebenarnya kita tidak sedang merugikan orang lain, tapi menodai hati sendiri, mengotorinya dengan kekasaran, serta membuatnya menjadi keras.
Suatu kali, Rasulullah SAW tengah duduk berbareng Aisyah RA. Lalu melintaslah sekelompok orang Yahudi di hadapan beliau. Tiba-tiba mereka menyapa Rasulullah SAW dengan memelesetkan ungkapan Assalamualaikum menjadi Assamu 'alaika--"Kebinasaan atasmu, hai Muhammad."
Mendengar serapah orang-orang Yahudi itu, Aisyah RA tidak terima. Namun, Rasulullah SAW segera menenangkan istrinya itu dan memintanya tak merespons mereka dengan kekasaran dan kebencian yang sama. Kemudian, beliau shalallahu 'alaihi wasallam memberikan alasan, "Sesungguhnya Allah SWT Mahasantun, dan menyukai kesantunan dalam segala hal" (HR Al-Bukhari).
Semoga puasa Ramadhan kali ini bisa melekatkan etos kesantunan dalam keseharian kita, sehingga menjadi hamba-hamba yang disukai Allah SWT. Sebab, dalam sebuah sabda disebutkan, "Apabila Allah SWT menyukai seorang hamba, Dia bakal mengaruniainya kesantunan" (HR Muslim dan Abu Dawud).
Damai di bumi
Mengapa Islam mengutamakan sopan santun? Jawaban atas pertanyaan ini antara lain diungkapkan oleh Prof Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Yang Hilang dari Kita: Akhlak.
sumber : Hikmah Republika oleh Abdullah Hakam Shah