Kami (Bukan) Fakir Asmara adalah salah satu karya dari seri Kami (Bukan) yang ditulis oleh J.S. Khairen. Novel ini menceritakan kisah Ibu Lira, seorang wanita dengan mimpi dan ambisi yang besar. Di tengah kesibukannya mengejar karir, dia kudu menghadapi tekanan sosial yang datang dari family dan teman-teman seusianya yang terus mempertanyakan soal pasangan hidup. Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi seperti duri mini yang terus menusuk, menambah beban dalam perjalanan hidupnya.
Bagi mereka yang dianggap “fakir asmara,” patah hati bukanlah sesuatu yang luar biasa. Menjadi “badut” yang tetap tersenyum meski terluka, alias ditinggalkan ketika cinta sedang tumbuh subur, adalah realita yang mungkin pernah dialami sebagian besar pembaca.
Melalui 348 laman yang diterbitkan oleh Penerbit Kawah Media pada 13 Oktober 2021, J.S. Khairen sukses menawarkan kisah yang menarik serta membujuk pembaca untuk merenung tentang makna cinta, kehilangan, dan keberanian untuk tetap melangkah meskipun hati penuh luka.
Bagaimana Grameds? Apakah kalian tertarik untuk mengikuti kisah perjalanan Ibu Lira? Jika iya Gramin sudah buatkan ulasan komplit tentang novel Kami (Bukan) Fakir Asmara dibawah ini, baca artikelnya sampai selesai ya
Profil J. S. Khairen – Penulis Buku Kami (Bukan) Fakir Asmara
Jombang Santani Khairen, alias yang lebih sering dikenal dengan adalah J.S. Khairen seorang penulis berbakat berdarah Minang. Namanya pernah menjadi bahan perbincangan banyak orang, terutama lantaran karya-karyanya yang menyentuh tema-tema besar seperti perpindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan. Salah satu karyanya yang menarik perhatian adalah kumpulan cerpen berjudul Rindu Sederas Hujan Sore Itu yang diterbitkan pada tahun 2017.
Buku ini menyebut Nusantara sebagai ibu kota baru Indonesia, yang kemudian memicu obrolan hangat di kalangan warganet setelah dia mengunggah potongan gambar dari ceritanya ke media sosial. Banyak orang melabelinya sebagai “dukun” alias “cenayang” lantaran prediksi ini.
Selain Rindu Sederas Hujan Sore Itu, J.S. Khairen juga menulis kitab yang berjudul Kami (Bukan) Jongos Berdasi, kitab ini diterbitkan pada tahun 2019. Buku ini ditulisnya antara tahun 2014 hingga 2015, menggambarkan pemikiran imajinatif dan imajinatif yang membuka wacana baru mengenai perubahan geografis dan politik di Indonesia. Karya-karyanya sering kali dianggap provokatif, tetapi justru inilah yang membuatnya menonjol dalam bumi penulisan. Ia mempunyai keberanian untuk membahas isu-isu sosial dan politik yang ada.
Minat J.S. Khairen terhadap bumi penulisan sudah muncul sejak kecil, terinspirasi dari ayahnya yang berprofesi sebagai wartawan. Sebelum menekuni bumi novel, dia sudah mengasah keahlian menulisnya melalui cerpen yang kemudian dikumpulkan menjadi buku.
Sinopsis Novel Kami (Bukan) Fakir Asmara
“Negara bakal memelihara para fakir miskin.” Tentunya kita sudah sering mendengar pasal ini. Namun, pertanyaan yang menarik adalah, siapa yang bakal memelihara mereka yang dianggap sebagai fakir asmara?
Patah hati? Itu sudah menjadi perihal yang biasa. Menjadi “badut” yang terus berupaya menghibur diri sendiri? Mau gimana lagi. Ditinggalkan saat cinta sedang tumbuh subur? Itu sudah level ketangguhan tertinggi.
Berbeda dari novel-novel lain dalam seri Kami (Bukan) yang tokoh utamanya adalah para mahasiswa dan alumni Kampus UDEL, kali ini J.S. Khairen memilih konsentrasi pada sosok Lira Estrini, seorang pengajar inspiratif yang terkenal dengan kejeniusannya. Lira adalah seorang mahir rekayasa genetika hewan, dan dalam kitab ini pembaca diajak menyusuri kisah asmaranya yang penuh lika-liku. Cerita ini dimulai saat dia menjadi MABA alias mahasiswa baru di Kampus UDIN sampai akhirnya dia menjadi pengajar yang kemudian memandang satu per satu mahasiswa dan mahasiswi didikannya mulai menikah. Hal ini memunculkan beragam pertanyaan di benaknya: Dengan siapa semestinya dia menikah? Kapan waktu yang tepat untuk menikah? Apakah menikah betul-betul perlu?
Demi menjawab teka-teki besar ini, Lira apalagi mempertimbangkan untuk meminta support mahasiswanya. Mereka diharapkan bisa menemukan rumus yang tepat untuk menjawab pertanyaan: Apa itu cinta?
Kelebihan dan Kekurangan Novel Kami (Bukan) Fakir Asmara
Pros & Cons
Pros
- Pelengkap yang sangat bagus dari 3 kitab sebelumnya.
- Memberikan semangat.
- Perkembangan karakter yang sangat terlihat jelas.
- Relevansi dengan pembaca perempuan.
- Alur cerita yang bikin penasaran.
- Setiap karakter digambarkan dengan sangat rapi dan unik.
- Cerita yang santuy dan banyak candaan.
- Banyak quotes berbobot yang diselipkan oleh penulis.
Cons
- Ada pengulangan cerita dari seri sebelumnya.
- Terdapat kesalahan penulisan.
Kelebihan Novel Kami (Bukan) Fakir Asmara
Novel Kami (Bukan) Fakir Asmara menjadi pelengkap sempurna dari tiga kitab sebelumnya dalam serial Kami (Bukan). Jika tiga kitab pertama menyoroti perjalanan hidup Ogi dan kawan-kawannya, mulai dari masa kuliah hingga menikah, kitab keempat ini menawarkan perspektif pandang yang berbeda. Kisah Lira Estrini, pengajar muda yang inspiratif. Lira adalah sosok yang sudah berkawan bagi pembaca setia seri ini, lantaran dia kerap muncul di cerita sebelumnya. Namun, di kitab ini, pembaca diajak menyelami perjalanan hidupnya secara mendalam, mulai dari masa kuliah hingga pernikahannya.
Cerita ini mempunyai banyak kelebihan yang membuatnya menonjol. Salah satu daya tarik utamanya adalah perkembangan karakter Lira yang terlihat jelas dari waktu ke waktu. Sebagai seorang wanita yang kuat namun tetap penuh keraguan dalam mencari makna cinta, kisahnya sukses memberikan semangat dan inspirasi bagi pembaca, khususnya perempuan. Relevansi kisah ini dengan kehidupan wanita modern sangat terasa, terutama dalam pergulatan antara mengejar karier, menghadapi tekanan sosial, dan memahami apa yang betul-betul diinginkan dalam hidup.
Dengan alur cerita yang rapi dan penuh teka-teki, pembaca diajak menebak-nebak apakah Lira bakal menemukan kebahagiaan berbareng salah satu laki-laki yang pernah datang dalam hidupnya. Kisah jatuh bangun hubungan Lira dengan beberapa pria, serta patah hati yang dia alami, terasa sangat dekat dan relate dengan beberapa pengalaman wanita di luar sana. Hal inilah yang membikin pembaca nyaman untuk mengikuti cerita, lantaran bisa menemukan gambaran kehidupan mereka sendiri.
Tidak hanya Lira saja, setiap karakter dalam novel ini digambarkan dengan sangat perincian dan unik sehingga memberikan warna tersendiri pada cerita. Karakterisasi yang kuat ini membikin pembaca merasa mengenal tiap tokoh yang ada. Ditambah lagi, style penceritaan yang santuy dan dipenuhi dengan guyonan unik membikin novel ini terasa ringan namun tetap bermakna. Penulis sukses menyelipkan humor-humor segar yang menghibur sekaligus mengurangi intensitas drama, menjadikannya referensi yang menyenangkan untuk segala suasana.
Salah satu aspek terbaik dari novel ini adalah banyaknya quote inspiratif yang disisipkan di dalam cerita. Dengan kalimat-kalimat yang mengena, pembaca diajak merenung tentang makna cinta, kehilangan, dan keberanian untuk terus melangkah. Penulis bisa menghadirkan refleksi mendalam tanpa kehilangan nuansa hiburan.
Kekurangan Novel Kami (Bukan) Fakir Asmara
Meskipun Kami (Bukan) Fakir Asmara mempunyai banyak kelebihan yang membuatnya menarik, beberapa kekurangan tetap terasa ketika membaca novel ini. Salah satu perihal yang mungkin mengurangi pengalaman membaca adalah adanya beberapa bagian cerita yang sudah pernah diceritakan di buku-buku sebelumnya. Pengulangan ini, bisa terasa sedikit membosankan bagi mereka yang telah mengikuti seri Kami (Bukan) sejak awal.
Selain itu, dari segi teknis, novel ini tetap mempunyai cukup banyak kesalahan pengetikan alias typo di dalam naskah. Hal ini sedikit mengganggu kelancaran membaca, terutama bagi pembaca yang terbiasa dengan naskah yang lebih rapi. Tidak hanya typo, ada juga kesalahan dalam penyebutan nama karakter, yang bisa membingungkan pembaca saat mengikuti alur cerita.
Pesan Moral Novel Kami (Bukan) Fakir Asmara
Kami (Bukan) Fakir Asmara menyampaikan pesan moral yang dalam dan relevan, terutama tentang gimana kita sebaiknya memandang cinta, masa lalu, dan masa depan. Jodoh, seperti halnya takdir, tidak perlu terlalu dipaksakan. Ia bakal datang pada waktunya, dengan langkah yang terbaik, dan berbareng orang yang paling baik untuk kita. Keyakinan ini mengajarkan kita untuk bersabar, membuka hati, dan percaya pada proses yang telah ditentukan. Namun, pesan ini juga mengingatkan bahwa luka masa lampau tak semestinya menjadi penghalang untuk melangkah ke depan.
Kadang, tanpa sadar, kita membiarkan kenangan yang menyakitkan menutup pintu hati bagi orang baru. Padahal, orang itu tak pernah terlibat dalam cerita sedih kita sebelumnya. Mereka adalah bab yang sepenuhnya baru, yang layak mendapatkan kesempatan untuk datang tanpa beban masa lalu. Penulis mengingatkan dengan lembut bahwa membuka hati berfaedah memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk senang kembali. Memaafkan masa lampau dan melepaskan beban luka menjadi langkah krusial agar kita siap menyambut cinta yang baru.
Terakhir, kitab ini mengajarkan bahwa orang terbaik untuk kita sering kali tidak perlu kita cari dengan terburu-buru. Ia muncul dengan sendirinya, sering kali di waktu dan tempat yang tak terduga. Bahkan, langkah yang terlihat seperti kebetulan bisa menjadi bagian dari rencana besar yang telah digariskan. Dengan segala refleksi ini, novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga membujuk pembaca untuk merenung, berbaikan dengan masa lalu, dan memupuk angan bahwa kebahagiaan bakal selalu datang bagi mereka yang percaya dan berusaha.
Grameds, itu dia ulasan novel Kami (Bukan) Fakir Asmara karya J. S. Khairen. Yuk segera dapatkan novel Kami (Bukan) Fakir Asmara dan ketiga novel seri Kami (Bukan) yang lain hanya di Gramedia.com! Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap menyediakan info terbaik dan terlengkap untuk kamu. Selamat membaca!
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Buku
Kami (Bukan) Sarjana Kertas
Di Kampus UDEL, terjebaklah tujuh mahasiswa yang hidup segan kuliah tak mau. Mereka terpaksa kuliah di kampus yang Google saja tak dapat mendeteksi. Cobalah sekarang Anda googling “Kampus UDEL”, takkan bertemu! Alasan mereka masuk UDEL macam-macam. Ada yang otaknya tak bisa masuk negeri, ada yang orang tuanya tak cukup biaya masuk swasta unggul, ada pula yang lantaran … biar kuliah aja. Hari pertama kuliah, Ibu Lira Estrini pengajar konseling yang tetap muda menggemparkan kelas dengan sebuah kejadian gila, kocak dan tak masuk akal. Ia membawa sekotak piza dan koper berisi tikus. Seisi kelas panik, tapi anehnya, semangat para mahasiswa buangan ini justru terbakar untuk berani bermimpi! Akankah mereka memperkuat di kampus amburadul ini? Sekalipun iya, bisakah mereka jadi sarjana yang tidak sekadar di atas kertas?
Kami (Bukan) Jongos Berdasi
Alumni kampus UDEL sekarang telah lulus. Masuk ke bumi nyata yang penuh tikus. Ada yang bertahan, ada yang sejenak lagi mampus. Kerja di Bank EEK? Ada. Kerjanya pindah terus? Ada. Bimbang ikut kemauan orang tua alias ikut kata hati? Ada. Apa lagi pengangguran banyak acara, pasti ada. Namun, diam-diam ada juga yang kariernya lancar, gajinya mekar, dan jodohnya gempar menggelegar. Mendapat intimidasi dari rekan kerja, lingkungan, dan family itu sudah biasa. Mendapat cemoohan bagi yang mau berkarya, jelas jauh lebih biasa. Menerima perlakuan semena-mena, hingga tertawaan dan hinaan adalah sarapan pagi. Akankah mereka memperkuat di bumi yang penuh intrik ini? Atau mereka kudu jadi jongos berdasi, pura-pura bisa beradaptasi, dengan tantangan bumi yang terus gonta-ganti.
Kami (Bukan) Generasi Bac*t
Gaji? Cukup, cukup besar. Karier? Mulus melesat. Bisnis? Sebentar lagi soft launching. Karya? Sudah banyak yang suka. Jodoh? Aih! Sedikit lagi. Mantap betul nasib Arko, Gala, Juwisa, Sania, Ogi, dan Randi. Para alumnus kampus UDEL yang amburadul ini rupanya sukses melawan tikus-tikus kehidupan. Namun, tikus-tikus itu nyatanya tidak sepenuhnya hilang. Mereka malah membesar, menyelinap dalam pekerjaan yang menyita waktu, mimpi-mimpi yang makin terasa jauh, dan dilema antara kembali ke kampung alias terus berkompetisi di kota tanpa tujuan. Akankah mereka menemukan jawaban dari semua itu? Ataukah terus melakukan pembenaran lewat bac*t tanpa mendengarkan apa yang sebenarnya diinginkan hati?
Sumber:
- https://www.gramedia.com/author/author-js-khairen?srsltid=AfmBOooyQEvnozSFyzYobCbM0afAJUJq1aPc8drd60fQ5qciByJbg0ER
- https://www.goodreads.com/book/show/59350697-kami-bukan-fakir-asmara