Sejarah Kalimat Anna Laka Hadza, Pengingat Bagi Pemungut Zakat Dan Pejabat

Mar 24, 2025 11:33 PM - 1 bulan yang lalu 40655

KincaiMedia,JAKARTA -- Di dalam masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal berjulukan Abu Hurairah telah diangkat jadi pemungut zakat. Setelah menunaikan tugas memungut zakat, Abu Hurairah kembali ke Madinah dan menyerahkannya kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk dimasukkan ke dalam Baitul Maal. 

Setorannya baik, tanggungjawabnya selesai, dan tidak ada yang mencurigakan. Tetapi di tangan Abu Hurairah ada satu peralatan yang tidak diserahkannya. 

Khalifah Umar bin Khattab bertanya, "Anna Laka Hadza (Ini dari mana Anda dapat)?" 

Kemudian, Abu Hurairah menjawab bahwa peralatan itu adalah bingkisan salah seorang pembayar amal untuk dirinya sendiri. 

Mendengar perihal itu, dengan tegas Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan agar peralatan itu juga diserahkan untuk Baitul Maal. Sebab jika bukan lantaran Abu Hurairah diutus untuk memungut zakat, tidak ada suatu karena bagi Abu Hurairah menerima bingkisan itu.

Kemudian dari masa ke masa, kalimat “Anna Laka Hadza" yang artinya "dari mana Anda dapat ini" telah jadi kata bersayap dalam pemerintahan Islam, untuk mengadakan pemeriksaan kekayaan pejabat-pejabat negara.

Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dikisahkan pengawas Baitul Maal menghadiahkan sebuah kalung emas untuk putri khalifah. Karena merasa bahwa perihal itu tidak patut, karena khalifah terlalu keras menjaga, sehingga tidak ada pungutan kekayaan untuk diri khalifah sendiri alias untuk anak-anak khalifah. 

Setelah putrinya terlihat memakai kalung itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz bertanya, "Anna Laka Hadza?"

Putri khalifah menjawab bahwa itu adalah bingkisan yang layak diterima. 

Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera memerintahkan agar peralatan itu segera ditanggalkan, karena peralatan itu adalah kepunyaan kaum Muslimin (kepunyaan negara, menurut istilah kita sekarang). 

Kemudian, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menakut-nakuti putrinya itu dengan membaca ayat ini, bahwasanya orang yang melakukan curang bakal datang dengan peralatan yang dicuranginya itu pada hari kiamat. (Yakni QS Ali Imran Ayat 161)

"Takutlah kau wahai anakku yang tercinta, bahwa engkau kelak bakal datang ke hadapan Mahkamah Tuhan dengan peralatan yang kau curangi ini dan bakal diselidiki dengan seksama,” ujar khalifah kepada putrinya. 

Langsung peralatan itu dikembalikan ke dalam Baitul Maal.

Demikian disampaikan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar saat menafsirkan QS Ali Imran Ayat 161.

Buya Hamka berjulukan komplit Profesor Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah menerangkan mengatakan, memandang dan menilik penyelenggaraan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz ini, nyatalah bahwa komisi yang diterima oleh seorang menteri, lantaran menandatangani suatu perjanjian dengan satu penguasa dari luar negeri dalam pembelian barang-barang keperluan menurut rasa lembut ketaatan dan Islam adalah korupsi juga namanya. 

Kita katakan menurut rasa lembut ketaatan dan Islam, adalah guna jadi pedoman bagi pejabat-pejabat tinggi suatu negara, bahwa lebih baik bersih dari kecurigaan umat. 

Mungkin dalam pengetahuan fiqih ada yang menghalalkan itu, namun rasa lembut kepercayaan lebih dalam dari semata-mata fiqih. Dengan semata-mata fiqih kita dapat mencari seorang ustad untuk menjadi pokrol (sebutan untuk pembela hukum). Tetapi rasa ketaatan yang mendalam dalam jiwa kita sendiri bakal selalu mengetuk memberi ingat kesalahan itu.

Allah Subhanahu wa Ta'ala ini berfirman:

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ  ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

Wa mā kāna linabiyyin ay yagull(a), wa may yaglul ya'ti bimā galla yaumal-qiyāmah(ti), ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamūn(a).

Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia bakal datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang bakal diberi jawaban secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi. (QS Ali Imran Ayat 161)

Tafsir Al-Azhar menerangkan bahwa di dalam ayat ini terdapat kalimat Yaghulla dan Yaghlul, yang kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata curang. 

Di dalam kamus Arabi tersebut makna ghalla - yaghullu - ghallan, ialah seseorang mengambil suatu barang, kemudian memasukkan peralatan itu dengan sembunyi-sembunyi ke dalam kumpulan barang-barang miliknya yang lain. 

Kemudian dipakailah kalimat ini untuk orang yang mendapat kekayaan rampasan perang (ghanimah), lampau sebelum peralatan itu dibagi dengan setara oleh Kepala Perang, telah lebih dulu disembunyikannya ke dalam peralatan miliknya sendiri. Sehingga peralatan itu tidak masuk dalam pembahagian. Maka samalah keadaan itu dengan mencuri. 

Karena menurut peraturan perang, kekayaan rampasan itu dikumpulkan menjadi satu terlebih dulu setelah perang. Baik besar ataupun kecil. Lalu oleh Kepala Perang peralatan itu dibagikan secara adilnya, walaupun menurut kebijaksanaan beliau peralatan yang didapat oleh si fulan diserahkan pula kepadanya, untuk dimilikinya sendiri. Tetapi yang terlebih dulu hendaklah semuanya dijadikan kewenangan Baitul-Maal. Maka orang yang bersikap curang main ghalul itu dipandang sebagai orang yang berkhianat.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللّٰهِ كَمَنْۢ بَاۤءَ بِسَخَطٍ مِّنَ اللّٰهِ وَمَأْوٰىهُ جَهَنَّمُ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ 

Afamanittaba‘a riḍwānallāhi kamam bā'a bisakhaṭim minallāhi wa ma'wāhu jahannam(u), wa bi'sal-maṣīr(u),

Apakah orang yang mengikuti (jalan) rida Allah sama dengan orang yang kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya adalah (neraka) Jahanam? Itulah seburuk-buruk tempat kembali. (QS Ali Imran Ayat 162)

Selengkapnya