Sejarah Peradaban Islam Di Timbuktu

Apr 08, 2025 05:44 PM - 1 minggu yang lalu 12928

Lukisan tahun 1858 yang menggambarkan Timbuktu.

Kincai Media , JAKARTA -- Selama 25 tahun berkuasa, Mansa Musa (1280-1337) sukses membawa Imperium Mali ke masa-masa yang penuh kemakmuran dan kedamaian. Raja yang lahir pada 1280 itu tidak hanya sukses mewujudkan stabilitas nasional. Nama Mali pun mulai dikenal luas bumi internasional sejak kepemimpinannya. Peta bumi yang dibuat pada abad pertengahan, Catalan Atlas, menggelari kerajaan di Afrika Barat tersebut sebagai “tanah milik seorang raja yang kaya bakal emas.”

Di sepanjang sejarah Mali, tak ada raja pengganti yang bisa menandingi kualitas Mansa Musa. Ia membangun beragam kota mercusuar peradaban Islam di penjuru negeri. Yang terbesar di antaranya adalah Timbuktu.

Sesungguhnya, Timbuktu sudah berdiri sejak abad ke-11. Kota tersebut berfaedah sebagai salah satu tempat transit kafilah-kafilah di jalur Trans-Sahara bagian barat. Pendirinya adalah suku bangsa Tuareg. Menurut hikayat lokal, sebelum mendirikan kota ini orang-orang Tuareg hidup secara nomaden. Mereka kerap menjelajahi padang rumput hingga ke Arawan untuk menggembala ternak tiap musim hujan. Pada musim kering, daerah sekitar aliran Sungai Niger menjadi tujuannya untuk mencari rumput.

Ketika tinggal di sekitar sungai, kebanyakan orang Tuareg terserang sakit akibat gigitan nyamuk. Dalam kondisi demikian, mereka memutuskan untuk mencari kediaman di tak jauh dari Sungai Niger. Ketika musim penghujan datang, tradisi pengembaraan pun bakal dimulai. Rumah-rumah semipermanen yang mereka dirikan lantas dititipkan kepada seorang wanita tua, Tinabutut, yang kebetulan tinggal dekat sungai. Lokasi itu akhirnya dinamakan sesuai nama wanita tersebut. Seiring waktu, pengucapannya berubah dari Tinabutut menjadi Timbuktu.

Sejak 1325, Timbuktu mulai dikuasai Mansa Musa. Ia menugaskan seorang arsitek, Abu Ishaq Ibrahim al-Sahili, untuk membangun masjid jami di sana. Juru rancang itu digajinya dengan 200 kilogram emas. Dua tahun kemudian, tempat ibadah itu rampung dikerjakan. Hingga kini, gedung berjulukan Masjid Djingareyber itu tetap berdiri tegak.

Musa juga mendirikan Madrasah Sankore di Timbuktu. Meskipun berjulukan “madrasah”, sistem pendidikan di sana tak ubahnya universitas modern. Pada masanya, Sankore mempunyai koleksi kitab terbanyak kedua setelah Perpustakaan Iskandariah di Mesir. Antara 400 ribu hingga 700 ribu naskah dan kitab terdapat di kampus tersebut.

Selengkapnya