Tidur. Mimpi dapat ditafsirkan. (ilustrasi)
KincaiMedia, JAKARTA -- Penafsiran alias penakwilan mimpi bukanlah perihal yang terlarang sama sekali dalam aliran Islam. Bagaimanapun, seorang Muslim yang mau menafsirkan mimpinya alias mimpi orang lain haruslah memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Hal itu bermaksud agar tidak ada patokan hukum yang dilanggar.
Seperti dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, tidak semua orang mampu menafsirkan mimpi secara tepat dan benar. Sebagaimana halnya ilmu-ilmu yang lain, penakwil mimpi memerlukan pengetahuan yang mendalam, terutama mengenai ilmu-ilmu keislaman. Sebab, sering kali isyarat mimpi seorang Mukmin berangkaian dengan nash-nash Alquran dan hadis.
Ulama besar dari abad kedelapan, Imam Malik bin Anas pada suatu kali bermimpi. Keesokan harinya, dia menemui Ibnu Sirin, sosok yang memang masyhur sebagai seorang penakwil mimpi.
"Aku bermimpi semalam berjumpa dengan malaikat pencabut nyawa. Kemudian, saya bertanya kepada malaikat itu, 'tinggal berapa lagi sisa umurku?'" kata Imam Malik menuturkan pengalamannya.
"Ternyata, dia (malaikat pencabut nyawa) memberikan isyarat dengan lima jarinya. 'Apa maksud lima itu?' tanyaku, 'apakah lima hari, lima pekan, lima bulan, alias lima tahun?'" tuturnya lagi.
Sayangnya, belum sempat malaikat itu menjawab pertanyaan tersebut, Imam Malik terlebih dulu bangun dari tidurnya.
Usai mendengar penuturan itu, Ibnu Sirin lantas memberikan jawaban. "Wahai pemimpin Kota Madinah," katanya kepada Imam Malik, "sesungguhnya isyarat lima itu bukan tertuju pada tahun, bulan, pekan, alias hari. Yang dimaksud malaikat itu adalah bahwa pertanyaanmu itu termasuk lima perihal yang tidak diketahui siapa pun selain Allah. Lima perihal itu terdapat dalam Alquran."
Ibnu Sirin lantas membacakan firman Allah yang dimaksudkannya.